Chapter 20 - Ego Laki-Laki

4.4K 464 68
                                    

-Julie-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Julie-

Jantungku berdebar-debar begitu Keenan menggiringku ke sebuah meja di mana sudah duduk anggota keluarga Keenan selain Bu Kirana. Kupikir, kami akan malam hanya bertiga, tapi dugaanku salah. Papa Keenan, Alia dan keluarganya, serta adik perempuan Keenan pun turut hadir. Ada satu pria lagi yang belum pernah kujumpai sebelumnya. Lelaki itu duduk di sebelah Ayah Alia.

Sepertinya Keenan mengerti kegugupanku. Ia lantas berbisik, "Santai, Juls. Mereka bukan mau makan kamu."

"Aku pikir cuma Bu Kirana aja, tapi kok..."

"Ya, anggap aja pengenalan resmi ke seluruh anggota keluarga, Juls. Relax, oke?"

Aku mencubit lengan Keenan dengan gemas. Apa maksud dari pengenalan resmi? Ha! Dia pikir dia siapa?

"Jangan sembarangan kalo ngomong!" hardikku kesal yang dibalas tawa pelan dari lelaki itu.

Aku menyalami seluruh anggota keluarga sembari menampilkan senyum sopan dan ramah sebelum duduk di kursi yang masih kosong.

"Oh, iya. Kenalin Juls, ini Mas Jordan. Kamu belum pernah ketemu, kan?" kata Alia padaku.

Aku mengulurkan tangan ke lelaki dengan wajah minim ekspresi itu sambil mengenalkan diri.

Sebelum bertanya, Keenan sudah mengatakan sesuatu di telingaku, "Asistennya Om Abram, udah dianggap kayak keluarga sama Alia dan keluarganya."

Aku mengangguk tanda mengerti.

"Sering-sering, dong, Ma. Bikin acara keluarga formasi lengkap begini. Biar aku nggak kesepian gitu makan sendiri," celetuk Keenan.

Aku tahu betul dia berkata begitu untuk memancing.

"Lo kebanyakan main," sahut Daffa. "Makanya berhenti main-main, Nan. Ya, Archie, ya? Om Ken banyak main, kan?"

"Iya," jawab Archie polos. "Om banyak main cama Achie."

Tawa seluruh keluarga meledak melihat jawaban polos dari Archie.

Selama perbincangan keluarga, aku berusaha merespon seadanya dengan sopan. Sejujurnya, aku takut bila ada undangan acara keluarga seperti ini. Takut mereka akan menanyakan seperti apa keluargaku. Dan, aku tidak tahu mengapa tak ada satupun dari mereka yang berusaha bertanya tentang itu. Jika mengatakan mereka tidak peduli, itu tidak mungkin. Kalau tidak peduli, untuk apa aku dilibatkan dalam acara makan malam keluarga seperti sekarang? Jawabannya, kemungkinan mereka sudah tahu, tapi tetap diam untuk menjaga perasaanku.

Aku menyesap air putih di dalam gelas, kemudian Bu Kirana bertanya, "Nenek apa kabar, Julie?"

Aku tersenyum seraya menjawab, "Sebetulnya kesehatannya menurun, Bu. Kemarin saya habis nengokin."

Shitty SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang