1st

901 63 12
                                    

Suara pekikan seseorang terdengar di telinga. Suara itu berasal dari arah sebelah rumah, dimana tetangga barumu tinggal di sana.

Kau mengintip sedikit di balik gorden jendela, penasaran dengan apa yang terjadi di rumah itu.

Tapi yang kau dapati hanya sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat di sana. Pintu dan jendelanya bahkan tertutup rapat, membuatmu berpikir bahwa tetangga baru itu sepertinya adalah keluarga yang misterius.

Kau menghela nafas dan berbalik. Mungkin memang sebaiknya jangan kepo-kepo perihal si tetangga baru, apalagi mendekatinya. Mereka saja tidak ingin menunjukkan eksistensinya, kan?

Drreek

Suara geseran pintu terdengar. Kau mendelik. Seseorang telah membuka pintu balkon, dan balkon itu ada di seberang sana. Yang berarti akhirnya ada orang yang menampakkan diri di rumah itu.

Segera kau menolehkan kembali wajahmu ke celah gorden, mengintip seperti apa sosok tetangga yang bisa dibilang tidak ramah ini.

Kau kira penampakannya akan menyeramkan atau akan terlihat seperti kebanyakan antisosial yang berpenampilan berantakan.

Tapi ternyata yang terpampang di depan matamu adalah sosok anak laki-laki, berpakaian tidak biasa dengan coat hitam serta perban melilit di kepala dan sebelah matanya.

Kau terdiam, lantas mengamati apa yang dilakukan oleh anak tersebut.

Ia terlihat berjalan ke pagar yang membatasi balkon. Kemudian menunduk melihat ke bawah.

Sedikit curiga, kau pun mengikuti arah pandangnya. Tapi tidak ada apapun di bawah sana.

Namun, saat kau kembali melihat ke balkon tempatnya tadi, matamu terbelalak kaget.

Dengan cepat kau menggeser gorden beserta jendela kamarmu dan berteriakㅡ

"WOI KAU GILA?! TURUN!!"

Ia lantas menoleh ke belakang, dimana kau berteriak panik padanya yang tengah menaiki pagar pembatas.

"Siapa?" tanyanya santai tanpa menghiraukan kepanikanmu.

"Hah?! Dasar bocah! Kau ngapain di sana?! Cepat turun!"

"Aku memang akan turun, tapi onee-san sebaiknya jangan melihatku."

Kantung matamu berkedut. Anak itu benar-benar akan bunuh diri atau bagaimana?!

"Bukan begitu bodoh! Aish. Berapa umurmuㅡ HEI HEI HEI JANGAN LAKUKAN ITU!!" kau kembali berteriak panik.

Kini anak itu sudah berada di luar pembatas dengan tubuh yang menghadap ke arahmu, seolah bersiap akan menjatuhkan diri dari balkon.

"Tidak bisakah kau turun, hah? Jangan bunuh diri di sini."

"Hm? Untuk apa aku menurutimu? Kau bukan siapa-siapa." balasnya sarkastik.

Kau tertohok. Tapi tentu saja rasa kepedulian lebih kau utamakan saat ini.

Sesaat kau menghembuskan nafas, sejurus kemudian menatapnya lurus-lurus dengan serius.

"Aku tau aku bukan siapa-siapa tapi aku tidak mungkin membiarkan seseorang bunuh diri di depan mataku,"

Kau menghirup nafas sejenak lalu melanjutkan, "Setidaknya beritahu dulu alasanmu ingin meloncat dari lantai dua rumahmu, bocah!"

Kau bersungut-sungut menatapnya. Sementara ia masih bergeming di tempat dengan ekspresi datar.

"Untuk apa?"

Pertanyaan dingin lagi-lagi lolos. Menciptakan perempatan imajiner di dahimu.

"Shit, kau bertanya lagi?!"

"Cepat turun atau aku akan berteriak memanggil orang tuamu." peringatmu yang akhirnya memikirkan cara lain.

"Panggil saja." balasnya enteng dengan sebelah kakinya yang ia majukan.

Kau semakin panik.

Berikutnya anak itu hampir menjatuhkan tubuhnya, jika saja kau tidak berteriak lagi.

"AKU AKAN PANGGIL POLISI!"

"CEPAT TURUN ATAU KUTELFON POLISI SEKARANG!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

─────────────

©Dlusi

𝐒 𝐔 𝐈 𝐂 𝐈 𝐃 𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang