5th

346 55 19
                                    

Dazai perlahan membuka mata. Pertama-tama dirinya terheran ketika yang ia lihat bukan langit-langit kamarnya, namun kemudian anak itu mengingat bahwa ia tertidur di rumah tetangga.

Tanpa rencana, Dazai menginap di rumahmu. Katanya ia ingin menginap karena sudah terlanjur nyaman berada di rumahmu.

Kau pun memilih mengiyakan, tapi dengan syarat Dazai tidak boleh rewel atau macam-macam saat kau tertidur. Mengingat kelakuan jahil dan usilnya yang kadang tak bisa ditoleran, kau mana bisa membiarkan anak ini menginap tanpa persyaratan.

"Haa... (Name)-san menyebalkan." gerutunya sambil merapikan futon yang telah ia gunakan.

"Padahal aku kan pengen peluk (Name)-san pas tidur."

Dazai rupanya kecanduan dengan pelukanmu semalam. Karena untuk pertama kalinya bocah lelaki itu merasakan kehangatan yang tulus dari perbuatan seseorang padanya. Sebelum-sebelumnya dia tidak pernah merasa se-damai itu bersama orang lain, bahkan dengan wanita yang telah melahirkannya.

Dazai menunduk. Senyuman yang menyimpan kesedihan tak terasa terukir. Semalam sebelum dia kemari, ia melihat ibunya mengakhiri hidup di depan mata.

Akhirnya apa yang ibunya dambakan terwujud, begitu pikirnya. Namun tentu sedikit dari perasaannya tidak ingin itu terjadi, dia masih memimpikan kasih sayang seorang ibu di sini. Dan Dazai tidak pernah mendapatkan itu sama sekali.

Helaan nafas keluar, "Aku beruntung masih punya (Name)-san."

Dazai bersyukur, sekarang ada kau di sisinya. Lebih-lebih lagi karena Dazai pikir sudah tak ada rahasia di antara kalian, membuat hubungan kalian sekarang jauh lebih dekat.

Kemarin malam adalah malam yang panjang. Dazai bercerita perihal semuanya padamu, termasuk bunuh diri ibunya itu.

Kau yang mendengarnya pun panik, tetapi Dazai dengan yakin berkata bahwa ayahnya akan menyelesaikannya. Ia tidak ingin ikut campur lagi soal perbuatan ibunya, biarkanlah ayahnya tau bagaimana kelakuan istrinya itu.

Dazai keluar dari kamarnya. Ia berniat mencari mu terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah.


Tidak sopan bukan jika dirinya tiba-tiba pulang? Dia ingin segera mandi dan memakai perban sih... tapi berpamitan denganmu yang telah merawatnya lebih penting daripada 2 hal itu.

Setidaknya mulai sekarang, Dazai ingin berlaku sopan padamu. Ah, atau dia bisa memulainya dengan memanggilmu '(Name)-sama'.

Dazai senyum-senyum sendiri, memikirkan bagaimana reaksi mu jika dipanggil begitu.

Dan karena saking euphoria nya anak itu pada ekspektasi, ia tidak fokus berjalan sampai akhirnya ditabrak seseorang.

Dazai meringis, memegangi bokongnya yang terbentur lantai kayu. Ia mendongak, dan akan memarahi si pelaku namun ternyata orang itu malah terus melanjutkan jalannya. Tanpa peduli pada apa yang telah ditabraknya.

Dazai membatu, ia pikir yang menabrak tadi adalah kau. Sebab kau hanya tinggal seorang diri di rumah ini.

"Jangan jangan dia ibunya (Name)-sama?" gumam Dazai.

"Benar, wanita itu ibuku."

Dazai menoleh ke samping, dimana suaramu berasal. Kau tengah berdiri, menyender santai pada tembok di belakang punggung.

"(Name)-sama tidak mengantarnya sampai pintu?"

Kau mengernyit, "Hm? Tidakㅡ eh? Tunggu dulu, apa-apaan panggilan itu?!"

𝐒 𝐔 𝐈 𝐂 𝐈 𝐃 𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang