2. SAMUDRA REYNAND ERLANDO

115 36 21
                                    

HAPPY READING!

✧⁠✧✧⁠✧✧

Samudra, laki-laki dengan sejuta pesona yang mampu membuat para kaum hawa hanya ingin memusatkan perhatian mereka padanya. Laki-laki dengan aura menyeramkan yang selalu terlihat acuh terhadap sekitar.

Hanya dengan mendengar namanya, semua murid di SMA Antrazea sudah tahu, bahwa Samudra bukanlah orang sembarangan. Sedikit saja berbuat masalah dengannya, maka laki-laki itu tak segan untuk menghukumnya jauh lebih buruk dari masalah yang dibuat oleh si pelaku.

Samudra yang dingin, Samudra yang acuh, dan Samudra yang kejam bukanlah karena dirinya yang hidup ditengah-tengah masalah dan kehancuran. Tapi sebaliknya, Samudra lahir dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang harmonis dengan segala kasih sayang yang dilimpahkan hanya untuknya.

Samudra tidak memiliki saudara seperti adik atau kakak, dia hanyalah anak tunggal dikeluarga Erlando. Memiliki Bunda yang sangat menyayanginya membuat Samudra sesekali berfikir ribuan kali jika hendak menyakiti seorang perempuan.

Dia sangat menyayangi Bundanya. Karena hanya Bundanya lah yang dirinya punya saat ini. Sedangkan Ayahnya yang selalu menjadi sosok pahlawan bagi Samudra sudah kembali kepangkuan yang maha kuasa.

Meninggalkan Samudra yang kala itu masih berumur 8 tahun untuk belajar sendiri caranya mengikhlaskan pahlawan hidupnya yang sangat berharga.

Samudra tersenyum tipis. Dengan sebuah buket bunga lily ditangannya, remaja laki-laki itu mendudukkan dirinya disebelah makam seseorang yang sangat berharga bagi hidupnya.

Devian Erlando, nama yang terukir indah diatas nisan dari makam tersebut. Ayah Samudra yang telah meninggalkan Samudra lebih dari 9 tahun. Meninggalkan sosok anak laki-laki yang kini sudah berhasil berdiri tanpa bantuan dari sang Ayah.

Tangan Samudra terulur, mengusap pelan batu nisan tersebut. "Ayah, Samudra dateng lagi."

Buket bunga lily yang tadi dibawa olehnya kini diletakkan diatas makan sang Ayah. Senyum kecil terpatri diwajah tampannya. Dalam keheningan, Samudra terus memandangi makam Ayahnya.

"Samudra ngga tau, apa sekarang Samudra udah bisa bahagiain Ayah atau belum, apa diatas sana Ayah bangga punya anak berandalan kayak Samudra?"

Angin berhembus pelan seolah menghantarkan jawaban dari Ayahnya diatas langit sana. Menerpa wajah tampan yang kini tertawa kecil ditengah-tengah kesunyian yang melanda.

Samudra mendongakkan kepalanya, tangannya terulur keatas seolah hendak mencoba menggapai langit yang kini terlihat berwarna biru cerah. "Tangan ini yang dulunya gagal menggapai Ayah, tangan ini yang dulu membuat Samudra hancur karena Samudra nggak bisa menahan Ayah untuk tetap disisi Samudra. Maafin Samudra, Ayah.."

Flashback on

Anak laki-laki yang terlihat berumur delapan tahun itu terus menggenggam erat jari jemari Ayahnya. Satu tangannya digunakan untuk membawa satu cup es krim yang berhasil dia beli setelah membujuk Ayahnya itu.

Ayah dan anak itu segera mendudukkan dirinya disebuah meja cafe yang terletak dipinggir jalan. Anak laki-laki itu terlihat sangat antusias dengan senyumnya yang tidak pernah luntur.

Devian Erlando hanya memandang putranya, Samudra, dengan senyum kecilnya. Tangannya menepuk pelan pucuk kepala Samudra. "Pelan-pelan makannya, Son." Peringat Devian dengan satu tangan mengusap sudut bibir Samudra yang terlihat belepotan terkena es krim.

Samudra tersenyum lebar. "Makasih ya, Ayah, udah beliin Samudra es krim. Tapi Ayah jangan bilang sama Bunda, ya? Nanti Samudra nggak boleh makan es krim lagi minggu ini." Ucapnya yang kini menunduk lesu, membuat Devian tertawa dengan tingkah putranya itu.

"Oh iya, Ayah harus beli sesuatu ditoko itu, Samudra tunggu sini aja, ya, jangan kemana-mana."

Devian berdiri, hendak menghampiri sebuah toko elektronik disebrang jalan besar tersebut. Tapi Samudra dengan segera menggenggam jemari Ayahnya. "Samudra mau ikut," pintanya cepat.

Devian menatap putranya dengan senyum meyakinkan. Satu tangannya mengusap surai Samudra dengan lembut. "Ayah cuma sebentar, Samudra tunggu sini aja sambil makan es krimnya 'oke?"

"Tapi--"

Belum selesai Samudra melanjutkan ucapannya, Devian lebih dulu pergi dengan tautan tangan mereka yang mulai terlepas.

Melihat Ayahnya yang sudah berlari pergi kepinggiran jalan raya, membuat Samudra kini kembali fokus pada es krimnya. Namun sebuah suara berhasil membuat jantungnya seperti berhenti berdetak.

Brakk

Samudra kecil dengan panik menoleh ketempat dimana Ayahnya yang tadi dia lihat hendak menyebrangi jalan. Pupil matanya bergetar melihat kejadian mengenaskan didepan matanya sendiri.

Brakk

Samudra berlari dengan cepat tanpa memperdulikan es krimnya yang terjatuh. Anak laki-laki itu menangis histeris saat melihat Ayahnya yang kini bersimbah darah dengan mata yang tertutup rapat.

Samudra berlutut disebelah Devian yang sudah terkapar tidak berdaya diatas aspal. Tangan kecilnya mengguncang pelan tubuh Devian, berharap Devian membuka matanya dan memberitahunya bahwa dia baik-baik saja.

"Ayah, bangun.. jangan tinggalin Samudra hiks!"

Flashback off

Samudra tertawa sumbang. "Dan dihari itu juga, dokter yang meriksa Ayah bilang kalo Ayahnya Samudra udah pulang keatas langit untuk beristirahat."

Kepala Samudra kembali mendongak, menatap langit dengan kedua tangan yang menopang tubuhnya dibelakang. "Pertemuan singkat selama delapan tahun itu cukup membuat banyak memori indah dihidup Samudra, Yah. Dan liat, bahkan langit yang dulunya indah, sekarang keliatan lebih indah waktu Samudra tau Ayah memilih menatap diatas langit sana."

"Ayah.. jangan lupain Samudra, ya?"

✧⁠✧✧⁠✧✧

VOTE AND KOMENNYA JANGAN LUPAA!!!

MAAF TYPO BERTEBARAN AND THANK YOU🙏

SAMUDRA [PUBLISH ULANG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang