Malam ini Cika menumpahkan semua keletihannya dengan meregangkan tubuhnya di kasur. Tidak ada yang lebih nyaman daripada rebahan di kasurnya yang begitu empuk dan wangi.
Beberapa saat dia mencoba menutup matanya untuk segera terlelap menuju alam bawah sadar. Tapi suara ketukan dari arah pintu membuyarkan niatnya. Kemudian pintu terbuka dan seorang pelayan mendatanginya.
"Mbak Cika dipanggil sama Nona Wendy di ruang tamu."
"Oke."
Cika mulai memakai sendal jepit kemudian berjalan menghampiri Wendy di ruang tamu. Begitu sampai, Wendy memberikan kode dengan menepuk sofa untuk duduk di sampingnya.
"Cika ada satu hal yang ingin mama minta satu hal dari kamu."
"Emang mama mau minta apa?"
"Tapi kamu janji harus mau, ya?"
"Iya, mama."
"Kamu harus pura-pura jadi pelayan di depan Josen. Dan selama dia tinggal di sini tolong layani dia dengan baik. Kalau mama lagi ngga ada terus Josen butuh sesuatu kamu yang mewakili mama. Mau, kan."
"Bentar, maksud mama Cika pura-pura jadi pelayan pribadi Josen, gitu?"
"Iya. Dan beberapa hari lagi Josen akan masuk ke sekolah yang sama kayak kamu dan Dion. Nanti kamu urusin soal dokumen-dokumen perpindahan sekolah Josen."
"Terus Dion udah tahu soal ini belom?"
"Belum, sih nanti mama yang akan bilang."
...
"Apa? Nggak Dion nggak mau kalau Cika jadi pelayan Josen. Orang lain, kan bisa."
"Tapi Josen mintanya sama Cika."
"Aneh, dateng-dateng langsung minta yang aneh. Lagipula Cika kan anak mama juga. Mama ngga ngurus perasaan Cika, gitu?"
"Cika cuman anak angkat. Toh Cika-nya mau, kok. Ayolah Dion, Mama cuman minta kerja sama dari kamu."
"Terserah mama!."
Di pagi-pagi buta itu Wendy menggunakan waktu ini untuk memberitahu Dion. Namun tidak seperti yang ia pikirkan Dion malah berkebalikan dengan niatnya. Tapi Wendy tidak peduli mau Dion setuju atau nggak. Keputusannya ada di tangannya.
Dion meninggalkan wajah sinisnya atas rasa tidak setuju kemudian berjalan menuju kamar Cika. Saat ini Josen masih memakai piyamanya. Tanpa permisi Josen menjatuhkan tubuhnya di kasur samping Cika. Suara gaduh yang tercipta membuat si pemilik kasur langsung kesal.
"Lo ngapain di sini? Pergi, sana!"
"Lo ngga setuju, kan?"
"Setuju apa?"
"Soal Josen."
"Ngga tahu, gue masih ngantuk jadi berhenti tanya-tanya gue."
"Sekarang, kan hari Minggu. Ayo jalan-jalan."
"Ngga bisa," jawab Cika masih dengan posisi mata tertutup rapat.
"Kenapa?"
"Gue ada urusan lain nanti."
"Urusan apa? Penting?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like Him
Teen FictionDi sini kehidupan memang nampak baik-baik saja. Namun semakin jauh saat diterawang canda dan tawa hanyalah perumpamaan bagi Cika. Tak terlepas memiliki keluarga atau tidak, ada seseorang yang selalu bersamanya. Hingga arti keluarga menjadi hal lain.