Di ruangan serba putih dengan khas aroma dis infektan, dua sejoli itu tengah berbaring dengan masing-masing selang di tangannya.
Raian melirik ke arah Anisa yang berada di sampingnya, rasanya seperti mimpi melihatnya kembali, namun kenapa dia harus kembali di saat Raian sudah bersama Hafsah, wanita yang sudah ia cintai juga.
Mata Anisa masih tertutup rapat, wajahnya sangat pucat, lagi-lagi Raian terpaku pada luka ditangannya yang tertutup perban, dia masih tidak habis pikir kenapa Anisa melakukan hal seburuk itu. Apa memang benar itu karena ulahnya, apa Anisa merasa sakit hati ketika mendengar dirinya sudah menikah lagi?
Bodoh! Raian mencaci dirinya sendiri, tanpa ditanya pun Anisa sudah pasti merasa sakit hati, wanita mana yang mau di duakan bukan?
Tapi bagai mana sekarang, semuanya sudah terjadi, apa yang harus Raian lakukan, apa bisa Raian mempersatukan keduanya.
"Kondisinya mulai membaik, saya harap anda tidak terlalu banyak beraktivitas dulu, takutnya ada efek samping dari pendonoran darah tadi, usahakan juga jangan melepas flester ini kurang lebih enam jam," ucap dokter Nathan.
Raian hanya menganggukinya sebagai jawaban.
Setelah kepergian dokter Nathan, Raian kembali menghampiri Anisa ia rindu sekali dengan wanitanya itu, benar-benar sangat rindu.
Cup.... "Cepat sembuh ya sayang," lirih Raian setelah mengecup kening Anisa.
"Bagai mana keadaannya Rai?" Tanya seorang laki-laki yang hampir saja membuat jantung Raian copot.
"Ah k--kak Aris, alhamdulilah keadaannya sudah membaik," jawab Raian sedikit gugup.
"Syukur lah kalau begitu,".
"Kak saya permisi ingin menemui istri saya,".
Aris hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Aris pun pergi keluar ruangn Anisa setelah mengucapkan salam pada kakak iparnya itu, dalam hatinya dia terus merafalkan istigfar berharap Aris tidak melihatnya ketika dia mencium kening Anisa, dia benar-benar belum siap untuk jujur atas kebohongannya pada siapapun.
Raian menghentikan langkah kakinya saat ingin memasuki ruangan Hafsah, dia melihat seorang gadis berambut pirang sedang menggenggam tangan Hafsah, sambil menangis tersedu-sedu.
"Fatimah!" Panggil Raian dengan cukup pelan.
Mendengar ada yang memanggilnya Fatimah pun menoleh, ke arah suara itu.
"Maafin gue," lirihnya.
Raian mengernyitkan keningnya heran, "maaf?".
"Maaf karna gue Hafsah jadi kayak gini, andai gue gak ngajak dia ketemu pasti gak bakalan kayak gini hiksss...,".
"Ini bukan salah lo,".
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Pamit Dari Syurgamu (On Going)
General FictionSaya mohon untuk saling menghargai karya sseseorang jangan asal plagiat ya, saya juga tidak memberikan izin siapapun untuk memplagiat cerita ini. Mohon untuk saling menghargai oke! ********************* Sebagian orang benar mengatakan kalau ujian ya...