ADAPTATION - 18

4.3K 435 59
                                    


Gista menghela nafas lega seraya meletakkan pensil mekanik serta penggarisnya tepat setelah dia menyelesaikan garis terakhir untuk desain sebuah masjid milik salah satu klien barunya. Dia melirik kearah jam dinding di ruangannya, jarumnya sudah menunjukkan pukul 12 dimana itu artinya sudah waktunya untuk makan siang. Gista menoleh ke meja sebelahnya, Nicole sedang ada rapat bersama tim dan klien barunya, jadi ada kemungkinan perempuan itu akan makan siang bersama mereka. Gista mengerucutkan bibirnya. Nampaknya hari ini dia akan makan siang sendirian sebab Lila sedang sibuk dengan proyek barunya, yakni membuatkan gaun pengantin untuk salah satu artis terkenal di Indonesia.

Baru saja Gista hendak memesan makanan via ojek online, tiba-tiba saja pintu ruangannya diketuk dari luar dan dia langsung mendapati kepala Jaden yang melongok dari balik pintu. Gista tersenyum tipis dan memberi isyarat pada mantan kekasihnya itu untuk masuk.

"Ini update terbaru dari rumahnya pak Lewis," lapor Jaden sambil menyerahkan sebuah dokumen bersampul coklat. "Mungkin lo bisa periksa dulu, takutnya ada yang nggak sesuai sama desain lo."

Gista menerima dokumen itu dan mulai memeriksanya dengan sangat teliti. Jaden duduk di kursi sembari menunggu Gista selesai memeriksa laporannya. Sepasang matanya menatap lurus kearah perempuan yang dulu pernah dan akan selalu mengisi hatinya itu. Hari ini Gista terlihat cantik seperti biasanya, rambutnya di kuncir kuda dan wajahnya dipoles dengan makeup yang tipis dan natural. Namun penampilan cantik dan segarnya itu sama sekali tidak bisa menyamarkan aura sendu yang menguar dari tubuhnya.

"You good?" tanya Jaden tiba-tiba membuat Gista yang sedang fokus meneliti laporannya menengadahkan kepalanya dengan cepat. Pria itu tersenyum tipis. "You look gloomy today. Is everything okay?"

"Oh, hmm... gue baik-baik aja kok. Cuma emang lagi agak capek aja akhir-akhir ini." Gista berusaha tersenyum sambil kembali memfokuskan perhatiannya pada berkas-berkas itu. Dia seharusnya tahu bahwa Jaden sepeka itu. Mereka cukup lama berpacaran dan lelaki itu jelas mampu membaca ekspresi dan bahasa tubuhnya. "Ini udah oke kok, Jade. Rapi banget dan nggak ada yang kurang sama sekali. Mungkin senin depan gue bisa dateng ke lokasi lagi buat ngecek secara langsung."

Jaden menganggukkan kepalanya bersamaan dengan tangannya yang meraih berkas laporan itu, lalu kemudian dia menatap Gista yang kini sibuk dengan ponselnya.

"Mau lunch bareng?" tawar Jaden dengan nada hati-hati. Tentu dia akan menerimanya jika Gista menolak, tapi hati kecilnya sedikit berharap wanita itu akan mengiyakannya karena sejujurnya Jaden sangat merindukan kebersamaan mereka dulu.

Sejujurnya Gista ingin sekali menolak, tapi melihat cara Jaden yang menawarinya dengan cara yang sangat hati-hati seolah seperti takut akan mendapat penolakkan, dia pun jadi merasa tidak enak hati. Lagipula ini hanya makan siang biasa, tak akan lebih dari itu. Dan akhirnya Gista pun menganggukkan kepalanya, yang mana hal itu langsung membuat sepasang mata Jaden membulat sempurna. Pria itu benar-benar tidak menyangka jika Gista akan mengiyakan permintaannya mengingat bagaimana dia selalu berusaha menghindarinya setiap kali mereka bertemu atau pun berpapasan.

Keduanya memutuskan untuk makan di salah satu restoran sunda yang terletak di tak jauh dari gedung kantor Gista. Beruntung mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk sampai kesana dan tidak memerlukan kendaraan apapun, jadi baik Gista maupun Jaden tidak akan terjebak dalam rasa canggung yang lama. Begitu sampai disana pun Gista langsung memesan nasi timbel sedangkan Jaden memesan sate maranggi.

"Lo beneran nggak apa-apa kan, Gis?" tanya Jaden lagi dengan nada khawatir sebab Gista masih terlihat sedih dan murung. Apakah perempuan itu sedang ada masalah? Apa dia bertengkar dengan Harya? Sungguh Jaden tidak suka melihat Gista dalam mode mendung seperti ini.

ADAPTATION (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang