Teruntuk permintaan pamit yang terucap olehmu;
Di persimpangan jalan pulang yang tak lagi sama--yang dulu kita sebut rumah;aku dan kamu. Kamu meminta pindah untuk sebuah pisah dari kisah yang paling dalam kuberi kasih. Hiruk-pikuk mimpi bersamamu menjadi sunyi. Tak ada bising paling senyap yang keluar dari tuturmu selain kata pamit.
Dari seluruh debar yang selesai kurajut separuh, daksanya tak lagi bisa kurengkuh. Terlarung seiring derasnya hujan dari kedua netraku yang sudah memanas. Deru napas yang tunggang langgang takkaruan, bersaing dengan getar dari tubuhku ketika harus mengantarmu pada pulang yang ingin kau beri juang. Sedang aku menjadi terbuang usai kau tinggalkan.
Hebatnya lagi kamu memintaku berjanji untuk baik-baik saja. Logikaku bahkan tak dapat memahami jalan berpikirmu-- karena yang aku tau, permintaanmu sangat tak masuk akal. Hanya senyum pahit yang mampu kusuguhkan sebagai kesanggupan-- untuk merayakan upacara kehilangan pada saban malam yang kelam.
Bumi Menoreh, 11 April 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parade Ujung Tualang
PoesíaSeiraAsa Anniversary's Challenge SeiraAsa 20 Hari Menulis Senandika Start: 11 April 2022 #AnniversarySeiraAsa #EventMenulisSeiraAsa #20DSAWC #KamarFiksi #Senandika #Perayaan #Kehilangan #Perasaan