10

813 189 13
                                    

"Woi! Rid, ngelamun lo?"

Suara keras Rifki menariknya kembali ke dunia nyata. Ia begitu terkejut saat menarik tangannya hingga menyiram kemejanya sendiri. Air menggenang di bawah kakinya, berasal dari gelasnya yang tak cukup menampung air yang turun dari keran dispenser yang tak kunjung ia tutup karena melamun.

"Banyak pikiran, Pak?" Rifki mengejek.

Farid menenggak habis air dalam gelasnya, lalu menaruhnya ke atas meja. Ia dengan sigap menangkap gagang pel yang dilemparkan Rifki. Ia heran sendiri, mengapa bisa-bisanya melamun saat mengambil air di dispenser, lalu ia mulai mengepel lantai yang becek karena ulahnya.

Sejak awal Rifki memang mengizinkan Farid, memasuki Easy Coffee dengan leluasa, tidak hanya di seating area seperti pelanggan biasanya. Namun, baru setelah bergabung di Easy Coffee sebagai penanam modal, Farid berani memasuki area dalam Easy Coffee atas izin Rifki. Seperti siang ini, Farid mampir ke Easy Coffee di sela-sela jam kerjanya, untuk beristirahat.

Farid mengembalikan pel lantai itu ke tempatnya. Ia mendengar suara bising pengering rambut dari arah ruangan loker perempuan. Kebetulan Farid juga melihat Citra tadi baru saja datang, akan memulai shift siang. Farid mengetuk pintu ruangan loker yang tidak tertutup rapat. "Citra!" Farid memanggil.

"Iya!" jawab Citra dari dalam. "Kenapa, Pak?" tanya Citra sambil melongokkan kepalanya di depan pintu.

"Kamu lagi pakai pengering rambut?" tanya Farid.

"Iya, Pak."

"Kalau sudah, boleh saya pinjam?" Farid menunjuk bagian depan kemejanya yang basah.

Citra menahan senyum, lalu pergi untuk mengambil alat pengering rambut milik bersama, itu. "Ini, Pak," ucapnya menyerahkan alat itu masih sambil menahan senyum.

Farid kembali memasuki office dengan tawa Rifki yang menyambutnya.

"Nggak usah ketawa-ketawa lo, nanti juga gua pergi dari sini lo nangis di pojokan situ!" Farid paham sekali kalau Rifki sebenarnya tengah bersedih karena status barunya.

Rifki sontak menghentikan tawanya, membuat Farid tersenyum senang lalu mulai meyalakan pengering rambut itu untuk mengeringkan kemejanya. Hari ini ia ada pertemuan dengan beberapa klien penting, kebetulan ia tidak membawa baju ganti di mobilnya, untuk pulang ke apartemen juga tidak memungkinkan. Farid meninggalkan ruangan itu setelah kemejanya benar-benar kering, tidak lupa mengembalikan alat pengering rambut milik Citra ke loker perempuan. setelah itu Farid langsung bergegas untuk kembali bekerja.

"Pak Farid, mau ke mana?" tanya Yolan yang berdiri bersandar di meja kasir. "Buru-buru banget?"

"Mau keliling lagi, Lan," jawab Farid.

"Buru-buru banget, Pak," kata Yolan lagi yang mengundang tawa Farid. "Nggak nungguin Mbak Dira, dulu?"

Pertanyaan terakhir dari Yolan, membuat tawa farid mereda dan berangsur lenyap. Hening sebentar, hingga Farid langsung menguasai diri. "Ah, kamu! Dira kan libur hari ini."

"Kok tau banget sih, kalau Mbak Dira libur, hari ini!" Yolan berseru heboh.

"Saya lihat jadwal kerja kalian yang di tempel di papan pengumuman samping kantor."

"Ecieee, segitunya sampai lihat jadwal kerja Mbak Dira." Yolan terus menggoda.

"Yolan, sudah. Nggak enak kalau didengar orang. Dira juga kan sudah punya pacar." Farid mencoba menghentikan Yolan.

Yolan menutup mulutnya yang menganga, diakhiri dengan cengiran lebar. "Jadi, Pak Farid sudah tahu kalau Mbak Dira sudah ...."

Farid mengangguk saja. "Saya pergi dulu, ya, Lan!" Farid kemudian bergegas menuju mobilnya.

My Dear Loser ✔ (TERBIT CETAK & EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang