3

1K 227 26
                                    

Dira merasakan tulang-tulang di tubuhnya seperti remuk redam. Malam ini easy coffee ramai luar biasa. Ia mungkin akan lebih kewalahan jika tadi tidak ada bantuan dari Rifki yang sekarang memang sudah tidak bekerja di kantor lamanya. Rifki mengatakan kalau ia ingin fokus dengan usaha kedai kopinya saja. Rifki juga sedang merencanakan perluasan easy coffee dengan mengambil satu ruko di sebelah kanan easy coffee. Dira sendiri lebih menyarankan agar Rifki membuka cabang saja, demi memenuhi permintaan pelanggan yang semakin banyak. Selain itu dibukanya cabang juga bertujuan untuk menembus pasar yang baru.

"Terima kasih pak, hati-hati di jalan," ucap Dira pada bapak pengemudi ojek yang mengantarnya pulang.

Ia berjalan pelan menuju pintu rumahnya, tepatnya rumah Farid yang terpaksa ia sewa. Untung saja rumah minimalis bergaya elegan milik Farid ini terletak tidak jauh dari easy coffee. Selain itu desain rumah yang terkesan mewah membawa suasana baru bagi Dira yang dulunya tinggal di rumah sederhana saja.

"Farid?" Dira cukup terkejut mendapati Farid duduk di lantai teras rumah bersandar pada tiang rumah yang teraplikasi batuan alam.

"Lama banget Dir, pulangnya?" tanya Farid seraya beranjak dari duduknya. Ia berdiri sambil menepuk-nepuk bokongnya guna membersihkan debu yang mungkin menempel.

"Gue memang biasa pulang jam segini," balas Dira.

Farid mengecek jam pada ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Lo sendiri, ngapain malam-malam begini di rumah gue?"

"Rumah gue, Dir." Farid meralat.

"Iya sih, rumah lo. Tapi, intinya lo kenapa ada di sini sekarang? Ada perlu sama gue?"

"Gue numpang tidur semalam aja ya Dir."

"Ha?"

"Gue lagi males balik ke apart."

"Alasannya?"

"Males aja Dir."

Dira menatap punggung Farid yang menjauh. Masih tak paham dengan maksud Farid, alasan yang diberikan malah membuatnya semakin bingung.

"Boleh ya?" Farid meminta izin lagi seraya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa empuk di ruang tengah.

Dira memijat kepalanya yang semakin terasa pening saja. Ia merasa tidak sanggup lagi berpikir, ia menggumam saja seraya berjalan masuk ke dalam kamarnya.

***

Matahari sudah menyorotkan sinarnya saat Dira baru terbangun dari tidurnya. Hari ini adalah jadwal Dira libur bekerja, makanya ia dengan santai masih bergumul dengan selimutnya saat matahari mulai beranjak naik. Dira baru akan melanjutkan tidurnya saat mengingat kalau ia tidak sendirian di rumah ini. Ia beranjak dari kasurnya lalu berlari keluar kamar.

Pemandangan Farid yang tidur di sofa ruang tengah membuat Dira menepuk keningnya sendiri. Merutuki diri, mengingat semalam dengan mudahnya ia mengizinkan Farid untuk menginap. Walaupun Farid tidak berbuat apapun, tetap saja anak perawan seperti dirinya tidak seharusnya membiarkan lawan jenis seperti farid menginap di rumahnya.

Tapi, mengingat fakta kalau rumah ini adalah rumah Farid, membuat Dira tak punya alasan untuk segera membangunkan Farid dan mengusirnya pergi. Dira lantas kembali ke kamarnya, masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi.

Menuju dapur, Dira berjalan melewati Farid yang masih tertidur pulas. Dira berniat membuat sarapan untuk dirinya dan Farid, baru setelah itu ia akan meminta pria itu untuk pergi. Sungguh, Dira khawatir mantan istri Farid tiba-tiba datang dan mendapati pria itu bersamanya di sini.

My Dear Loser ✔ (TERBIT CETAK & EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang