11

720 158 6
                                    

Pertemuan pertama mereka kemarin malam setelah dua tahun tidak bertemu, bagaikan sebuah mimpi bagi Dira. Dira dapat menangkap senyum yang sama di wajah Gema, senyum menenangkan dengan pandangan mata penuh damba padanya. Gema masih sama, tidak yang berkurang dari kadar ketampanannya selain pipinya yang sedikit lebih berisi.

Dira menghentikan aksi terpesonanya pada Gema, saat pria itu berusaha memeluknya. Dira dengan sekuat tenaga mendorong Gema hingga hampir terjungkal. Gema berusaha mendekatinya lagi, yang langsung Dira hadiahi tamparan di pipi kiri pria itu.

"Aku bisa jelaskan, Dira."

Gema kembali maju meraih lengan Dira, tapi sebelah tangan Dira lagi malah terus memukul tubuh Gema hingga tak terkendali. Gema pun membiarkannya tanpa perlawanan. Dira memaki lirih di antara isak tangisnya.

"Aku tahu, aku udah bikin kamu kecewa. Tapi, aku mohon kamu dengan penjelasan aku ya, sayang."

Pukulan Dira melemah hingga Gema berhasil meraih sebelah lengannya, lalu dengan mudah membawanya ke dalam pelukan. Dulu, Dira berharap jika Gema datang ia akan menghadapi Gema dengan tegar. Tidak ada drama yang menunjukkan kecewa bahkan mengeluarkan air mata seperti ini, tapi Dira tak mampu membendung rasa kecewa yang sudah menggunung.

Dira menangis di dada Gema, yang aroma tubuhnya masih sama seperti terakhir kali ia menikmati pelukan pria itu. Setelah tangis Dira mereda, Gema masih berusaha ingin menjelaskan. Namun, Dira memintanya untuk tidak berbicara apapun.

Gema menunggu Dira hingga selesai bekerja, lalu mengantarnya pulang. Dira meminta Gema untuk tidak langsung pulang. Ia dan Gema duduk bersama di teras, memandangi langit gelap di atas mereka dalam diam. Dira menahan Gema untuk tetap di sana demi menuntaskan rindunya pada Gema juga memastikan kalau kedatangan Gema kembali adalah sesuatu yang nyata.

***

"Cah bokcoy tofu dan nasi, kwetiauw siram ayam, satu lemon tea, dan satu air mineral."

Dira menyimak saat kasir mengulangi pesanannya, lalu membuka dompet dan mengambil kartu debit berwarna emas yang akan ia gunakan sebagai alat pembayaran. Mengucapkan terima kasih, Dira menerima struk pembayaran dan penanda meja, lalu berjalan mencari meja yang kosong.

Dira melepaskan sling bag yang dipakainya lalu meletakkannya di atas meja. Meja dengan dua kursi yang terletak di sudut kanan restoran dekat dengan jendela dipilih Dira untuk menikmati makan sorenya bersama Gema. Gema sendiri masih di perjalanan dari kantornya.

Pria yang ia tunggu, datang. Kemeja slim fit berwarna marun yang lengannya digulung hingga ke siku, dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu berwarna senada membuat Gema tampak berkharisma. Pasalnya, ini bukanlah penampilan biasa Gema dua tahun lalu. Bukannya dulu Gema tidak rapi, hanya saja Gema bukan pekerja kantoran yang outfit sehari-harinya seperti yang Gema kenakan saat ini.

Gema sudah memajukan tubuhnya lalu menunduk hendak mencium kening Dira, seperti biasanya. Namun, Dira yang sudah tidak biasa dengam ritual yang dua tahun lamanya tidak mereka lakukan itu, refleks memundurkan wajah. Gema pun kembali menarik wajahnya, menggantinya dengan mengusap kepala Dira dengan lembut, dilanjutkan menarik kursi di depan Dira untuk ia duduki.

"Sudah lama, Dira?"

"Baru aja."

Seorang waitress mengantarkan pesanan Dira, meletakkannya di atas meja. Dira menggeser piring berisi cah bokcoy tofu, dan air mineral ke depan Gema, sedangkan kwetiauw siram ayam dan lemon tea merupakan miliknya.

"Kamu masih ingat pesanan favoritku, Dira." Gema mengatakannya dengan mata berbinar.

"Nggak ada secuilpun tentang kamu, yang aku lupakan, Gema," jawab Dira.

My Dear Loser ✔ (TERBIT CETAK & EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang