Bab 4

2 2 0
                                    

Perlahan Aidan menoleh, dua mata birunya bertemu dengan mata coklat milik gadis yang jarang sekali dia lihat. Gadis cupu berkacamata dan berambut ikal dan kepang itu masih sama seperti tahun lalu. 

“Qila? Lo Qila, kan?” tanya Aidan syok melihat adik Hana yang setahun ini sekolah di luar negeri sudah pulang dan masih belum berubah sedikit pun. 

Qila mengangguk. “Hem ya, aku Qila. Kamu Kak Aidan, kan? ” tebak Qila tepat sekali. “Oh ya, kamu lagi pegang apa tuh?” tambah Qila bertanya dan menunjuk kardus di tangan Aidan. 

Aidan tidak menjawab Qila, dia meraih tangan Qila lalu menarik gadis itu. Qila heran, mengapa dia ditarik tidak jelas sore ini. 

“Kak Ai, berhenti! Kamu mau bawa Qila kemana?” tanya Qila agak takut duduk di sebelah Aidan yang menyetir mobil. Terlihat cowok itu serius dan sesekali menengok kardus di belakangnya. 

‘Duh, Kak Ai kok diam saja ya? Aku jadi takut, nih.’ Qila gelisah melihat kopernya berada di dekat kardus itu dan dia tahu kalau selama ini dia tidak terlalu dekat dengan Aidan. 

Mobil Aidan berhenti di sebuah apartemen mewah. Dia memarkirkan mobilnya lalu turun duluan mengambil kardus di kursi tengah. Qila ikut turun dan mengambil kopernya. 

“Ikut gue, ada yang gue butuh dari lo, Qil!” tarik Aidan membawa Qila menuju kamar apartemennya bersama kardus itu. 

Setelah naik lift dan masuk ke apartemen, Aidan menutup apartemen rapat-rapat, lalu jalan ke sofa, meletakkan kardus itu ke atas meja, kemudian duduk bersandar dengan raut wajah lelah.

“Hem, kak Ai bawa aku ke sini mau ngapain?” tanya Qila masih berdiri di dekat pintu apartemen.

Aidan menoleh, mengangkat jari telunjuknya kemudian memberi kode pada Qila untuk mendekat. 

“Kesinilah, Qila!” pinta Aidan. 

Terlihat Qila was-was menghampiri cowok tampan itu. “Kenapa ajak aku ke sini, kak?” tanya Qila sopan. 

Aidan mengamati Qila dari bawah ke atas membuat gadis berkacamata itu mundur sedikit. Pasalnya, Aidan susah membedakan mana Hana dan Qila, karena body, mata, dan suara persis 100 persen. Apalagi Hana dan Qila di waktu SD sering bertukar kelas. Hanya penampilan yang lumayan dapat membedakannya. 

“Lo ini Qila, kan?” tanya Aidan lagi, dia agak cemas kalau di depannya bisa saja Hana yang menyamar.

Qila merogoh sakunya, mengeluarkan kartu identitasnya. “Nih, Kak Ai baca saja deh kalau gak percaya.”

Aidan mengambilnya, dan serius mengamatinya.

"Huft, syukurlah bukan Hana.” Aidan membuang nafas lega. Qila duduk di sofa lain, kemudian iseng-iseng bertanya. 

“Kira-kira, Kak Ai kenapa buru-buru ke sini? Dan bawa Qila juga?” tanya Qila berusaha tenang duduk berhadapan dengan Aidan. 

Saat Aidan ingin menjawab, begitu terkejutnya mereka mendengar isak tangis bayi. 

Oeeekkk

“Loh, apa yang ada di dalam kardus itu, Kak? Kok ada keluar suara bayi dari dalam situ?” kaget Qila berdiri, sangat syok suasana apartemen itu dipecahkan oleh tangis bayi.

Pemilik Hati Tuan AidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang