Rumah

1K 167 15
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sadar! Yeonjun tersadar setelah 3 jam tertidur dalam pengaruh bius. Banyak hal berseliweran di kepalanya. Tubuhnya terasa sulit di gerak kan. Terikat. Penyusup itu mengikat tangan dan kakinya. Mendudukkannya di kursi makan di apartemennya sendiri. Ia menangis.

" Junnie?? Sudah sadar??"

Soobin disana, duduk di seberangnya. Dalam kegelapan, ia tahu betul itu Soobin. Ia mendekat, melangkah pelan tapi pasti. Mensejajarkan tingginya dengan Yeonjun. Hendak membelai, namun Yeonjun mengelak menghindarinya.

"Menjauh!!! Pergi!!! Kamu bukan Binnie!!!" Yeonjun berteriak histeris.

"Junnie, ini aku." Soobin tersenyum.

"Jangan menyentuhku!!!! Kamu pembunuh."

Senyum Soobin luntur. Menatap Yeonjun tajam.

"Wae??! WAEEEE??!" Soobin berteriak di depannya.

Yeonjun kelu, hati dan kepalanya sakit sekali. Seakan tak menerima kenyataan.

"Binnie bukan pembunuh!!! Binnie, dimana??! kembalikan!!!"

"Junnie, ini aku eoh. Binnie yang asli. Aku Binnie mu."

"Soobin-ah wae??!!!"

"Junnie, kamu milikku kan? Jangan seperti ini eoh, aku tak menyukainya."

Soobin berbisik tepat di telinganya. Mencoba mengecup pipinya namun Yeonjun malah menghindar, meronta dari kursi hingga jatuh dan akhirnya merangkak menjauh.

Soobin terkekeh, ia tak pernah tahu Junnie nya sedikit nakal.

"Minta maaflah Junnie, aku masih bisa memaafkanmu."

Yeonjun tetap merangkak menjauh. Soobin berjalan pelan, menarik rambutnya lalu menyeretnya ke kamar. Yeonjun berteriak, sakit sekali rasanya. Apa Soobin akan membunuhnya juga?

Soobin menghempaskannya lalu mengunci pintu. Yeonjun beringsut mundur. Terpojok di tepi kamarnya.

"Junnie, jadilah anak baik eoh selagi aku masih bersabar." Datar dan mencekam.

"Tangan ini sudah pernah mandi darah hanya untuk menjagamu. Jadi jangan sia-siakan kebaikanku!!"

Yeonjun menatap Soobin. Menangis tanpa suara. Soobin mengangkatnya, membawanya ke atas ranjang. Menindihnya dan lalu menamparnya.

"Yeonjunnie, dengar baik-baik. Soobin yang ramah dan baik itu orang lain, si sialan Namjoon itu yang membuatnya!! Menguburku dalam-dalam agar tak mengingat kau lagi!!'

Yeonjun diam. Enggan menatap Soobin, pipinya panas sekali. Soobin menamparnya tak main-main. Sudut bibirnya berdarah. Kepalanya pusing.

Soobin membelai pipinya. Menatap darah yang mengalir lalu mendekatkan bibirnya. Mengecup  pelan lalu melumatnya. Yeonjun berontak. Tapi Soobin menjambaknya lagi, menahan kepalanya agar diam.

"Sudah kuduga, rasanya manis."

Yeonjun terengah, berusaha mendorong Soobin tapi tentu ia kalah kuat. Soobin menahan tangannya, mengecup lehernya berkali-kali. Memberinya tanda kepemilikan.

"Punyaku, Yeonjunnie punyaku!!"

"Rasanya menyebalkan sekali harus berpura-pura ramah dan baik selama sebulan ini. Tapi demi melihatmu aku melakukannya. Jadi jangan menolak ku Yeonjun!"

Ya, Soobin berpura-pura. Bahkan Namjoon tak tahu bahwa ia kalah sejak awal, Soobin pemilik kendali atas tubuhnya, mengalahkan kepribadian buatan nya.

Soobin menciumnya lagi. Lebih berat dan dalam. Melepas seragamnya paksa dan melemparnya. Yeonjun lelah, tenaganya hilang entah kemana.

Soobin melepas ikatannya, mengecup lengan dan pergelangan kakinya yang memerah. Mengecup keningnya lembut. Yeonjun mulai tenang, napasnya terengah.

"Kamu indah sekali. Aku rindu." Sorot mata Soobin menyendu. Ia rindu sekali, tapi Yeonjun malah mati-matian menolaknya. Jadi tak salah kan kalau ia menyimpan Yeonjun untuk dirinya sendiri??
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Katakan lah Yeonjun gila. Ia diam, membiarkan dirinya dibawah kendali Choi Soobin. Menjatuhkan dirinya untuk psikopat gila macam Soobin.

Masokis? tidak kok. Yeonjun hanya diam ketika Soobin menyayat pundak kirinya. Menahan erangannya ketika Soobin mengukir inisialnya di tubuh Yeonjun. Biarlah ia mencoba menerima Soobin nya. Menerima Binnie dengan hatinya bukan dengan akalnya.

Mereka berdua pada dasarnya memang sama tak warasnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yeonjun terbangun tengah malam. Tubuhnya sakit dan perih. Lukanya belum kering betul. Menatap tubuhnya yang bagai korban pemerkosaan. Yah tak sepenuhnya salah sih.

Menengok ke sisinya, Choi Soobin tidur dengan tenang. Damai sekali.

"Junnie, wae yo? Jebal, jangan pergi lagi."

Soobin meracau dalam tidurnya. Yeonjun menatap wajah Soobin yang penuh gurat kesedihan. Ia merasa bersalah. Seandainya Soobin tak mengenalnya. Mungkin tangannya tak perlu terkotori banyak darah karena Yeonjun.

"Mianhae Soobin-ah"

"Yeonjun, Choi Yeonjun." Soobin menitikkan air mata.

Yeonjun memeluknya, mendekap Soobin menghilangkan risaunya.
Ia menangis, Soobin nya menderita di dalam sana. Seharusnya ia tak menolaknya. Sebab ia tahu, tak ada yang menerima Soobin selain dirinya. Tak ada rumah bagi Soobin yang asli selain dia.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi menjelang. Yeonjun terbangun, mendapati ranjangnya kosong. Tubuhnya dibalut perban dan salep. Soobin mengobatinya. Ia tersenyum, Soobin masih menyayanginya.

Pintu terbuka, Soobin masuk lengkap dengan seragam dan sarapan di tangannya. Menatap Yeonjun lalu menghampiri dan mengecup keningnya. Soobin suka, suka sekali. Ia punya rumahnya lagi. Walau ia harus menyekap Yeonjun secara paksa ia tak masalah.

"Aku harus sekolah Junnie, aku akan katakan kau tidak masuk hari ini pada guru. Dan maaf menyakitimu."

Yeonjun diam, ia tak mengerti harus bicara apa.

Soobin menatapnya, memeluknya erat. Ia takut jika satu-satunya alasan yang membuatnya kuat justru meninggalkannya.

"Junnie, berjanjilah tidak akan kabur. Aku tak akan melepasmu meski kamu menangis darah sekalipun."

Yeonjun mengangguk. Ia bahkan menyerahkan dirinya. Meminta Soobin mengikatnya agar ia tak lari.

Karena keinginan Yeonjun perintah bagi Soobin, maka ia harus mengikatnya kan?

Mereka berdua memang gila.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

" Yak!!! Choi Soobin!!! Eomma mu menelpon eoh! Kenapa kau bilang kau menginap dirumahku hah? Kan aku jadi berbohong!"

Beomgyu heran, sebenarnya Soobin ini kemana semalam.

"Gomawo Beomgyu-ya." Soobin tersenyum tipis. Ia benar-benar berterimakasih kali ini.

"Kau kemana eoh??"

"Hanya mengunjungi sesorang." Beomgyu hendak bertanya lagi, namun Taehyun memotong ucapannya.

"Yeonjun absen kah? Sudah sesiang ini tapi belum sampai?"

Taehyun bertanya sambil membuka buku catatannya.

"Dia absen hari ini."

"Soobin-ah jinjja? Dia bilang apa?"

"Dia sakit."
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Who are you? (End✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang