Di Balik Tembok

2 1 0
                                    

Di suatu malam, aku dan Gian saling bercerita tentang kehidupan perkuliahan kami yang sudah mulai melelahkan. Di malam itu, Gian berkata kepadaku.

"Lana, kayaknya kita nggak bisa sering ketemu dulu, deh, sekarang. Tugasku sudah makin banyak di kampus. Aku nggak mungkin harus pulang-pergi setiap minggu. Maaf, ya."

"Nggak apa-apa. Aku ngerti, kok. Tapi jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri kalau sudah lelah."

"Iya, iya. Kamu seperti ibuku, cerewet." Gian mengusap rambutku.

"Nanti aku akan kabari kamu terus. Jangan khawatir, ya."

Pada suatu hari, aku ingin memberikan kejutan kepada Gian. Seperti yang Gian lakukan saat itu kepadaku.

Aku menghubungi Gian terlebih dahulu lewat SMS. Aku menanyakan apakah dia berada di kampus atau tidak. Saat itu dia berada di kampus. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku sudah di kampusnya. Gian terkejut dan langsung berlari menemuiku.

"Gian!" Aku berlari memeluk Gian saat aku melihatnya. Rasa rinduku akhirnya terobati saat itu setelah lebih dari satu bulan kami tidak bertemu. Aku menangis di pelukan Gian.

"Aku sudah bikin kamu nangis." Gian mendengus kesal.

"Aku nangis bahagia, kok," ucapku sambil tetap menangis.

Sungguh, rasa senang ku saat itu tidak pernah aku rasakan lagi saat ini. Aku tidak pernah lagi merasakan level kebahagiaan setinggi itu. Entah apa yang salah.

"Kamu nggak lagi sibuk sekarang?"

"Nggak apa-apa, kamu sudah jauh-jauh ke sini. Aku temani kamu dulu."

Aku melepas rinduku. Kami tidak bisa pergi ke luar karena katanya, Gian masih ada yang perlu diselesaikan di kampus. Aku ingin menghargai waktu Gian yang tidak banyak. Aku tetap mencoba mengerti keadaan Gian.

Tiba-tiba, ada seseorang yang menghampiri kami. Lebih tepatnya menghampiri Gian. Gian mengenalkan kami.

“Lana, ini Bintang, teman aku di kampus. Bintang, ini Lana.”

“Hai, Lana! Aku Bintang. Ini pacar kamu, ya, Gian?” Wanita itu cukup ramah menurutku.

“Iya, aku pacar Gian,” jawabku dengan bangga.

“Oh, ini pacarnya Gian? Gian sering cerita tentang kamu, Lana. Aku sampai kesel dengernya,” canda Bintang. Aku senang karena ternyata Gian menceritakan siapa aku ke temannya. Tapi Gian tidak pernah menceritakan siapa temannya kepadaku. Cukup sedih, tapi tidak apa-apa.

“Gian, masih lama? Sudah ditunggu teman-teman, nih.” Aku tidak tahu apa yang dimaksud Bintang. Tapi Gian langsung berpamitan dan menyuruhku menunggu sebentar. Ternyata sesibuk itu, ya?

Aku harus menunggunya lagi?

Aku sudah cukup lama menunggu Gian. Sekitar satu jam. Mungkin ini hobi baru Gian. Membuatku menunggu. Aku tidak bisa lebih sabar lagi. Aku mencari di mana Gian berada. Akhirnya aku menemukan Gian. Tapi dia tidak sendiri. Gian bersama temannya, Bintang. Mereka berada tepat di balik tembok tempat aku duduk menunggu Gian.

"Haduh, pasangan ini. Mentang-mentang waktu kosong, kalian asik berduaan. Bikin iri aja." Aku mendengar perkataan seseorang kepada Gian dan Bintang.

"Pasangan? Gian selingkuh?" Aku tidak menyangka. Sangat tidak menyangka. Pantas saja Bintang kesal mendengar Gian sering bercerita tentangku. Ternyata itu bukan candaan. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak sanggup melihat itu semua. Aku memilih pergi saat itu.

“Hanya butuh sedikit lagi kesabaran, mungkin aku nggak merasakan sakit ini,” pikirku saat itu.

Aku Benci BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang