Ending

6 1 0
                                    

Setelah kuingat-ingat, hubunganku dan Gian selalu melalui fase yang sama berulang kali. Renggang – masalah – baikan. Dulu aku sempat berpikir bagaimana akhir dari hubunganku dan Gian.

Setelah waktu itu Gian sudah menjelaskan semuanya dan sudah menjawab semua pertanyaan ku, menjadi sulit bagiku untuk menaruh 100% kepercayaan ku pada Gian. Aku meminta Gian untuk selalu mengirimkan kabar setiap saat. Terkesan posesif, tapi memang itu yang aku butuhkan saat itu. Aku bahkan tidak tahu akan ada dampak negatif dari tindakanku. Yang aku tahu, itu adalah keputusan terbaik untuk hubunganku dan Gian.

Tapi ternyata setelah dua bulan berlalu, Gian bilang kepadaku bahwa dia sudah tidak sanggup. Gian bilang aku terlalu berlebihan. Saat itu aku marah.

"Apanya yang berlebihan?" Tanyaku.

"Kamu selalu menuntut aku mengirimkan kabar walaupun aku sedang sibuk, Lan. Aku ini kuliah, bukan pengangguran," jawab Gian.

"Aku juga kuliah. Tapi aku sempat untuk kirim kabar ke kamu. Emang kamu saja yang nggak mau kirim kabar ke aku."

"Jurusan kamu, 'kan, memang jurusan untuk orang yang kurang kerjaan. Makanya kamu bisa sering kirim kabar."

"Hah? Gian! Kamu kenapa, sih? Kamu nggak pernah, loh, ngomong kayak gini sebelumnya. Kamu bergaul sama siapa, sih? Ini pasti karna kamu bergaul sama Bintang, kan? Emang udah aku duga. Bintang itu—"

"Eh, nggak usah bawa-bawa Bintang, ya. Dia nggak salah apa-apa. Kamu setiap kita berantem selalu bawa-bawa Bintang. Ini masalah kita, nggak usah bawa-bawa orang lain."

"Kenapa sekarang kamu malah belain dia?"

"Aku nggak belain dia. Kamu yang salah. Nggak pernah bisa ngertiin aku, selalu mikirin perasaan kamu saja, nggak pernah mau mengalah. Kamu egois, tahu, nggak?"

"Yang ada kamu yang nggak pernah mikirin perasaan aku. Aku ini pacar kamu. Pacar mana yang rela pasangannya ada di tempat jauh tanpa kabar. Mereka juga pasti khawatir."

"Ya tapi nggak setiap hari juga, Lana."

"Aku bilang kabarin setiap hari aja kamu nggak setiap hari ngabarin aku. Gimana kalau aku nggak bilang begitu?"

"Udah, deh, Lan. Aku pusing hadapin kamu terus kalau begini. Pusing."

"Ya udah, pulang aja kamu. Balik aja sana sama Bintang. Pacaran aja sama Bintang biar nggak usah ngabarin setiap hari."

"Ya, oke. Kita putus."

"Oke, kita putus."

Hari itu adalah hari terakhir aku bertemu Gian. Seperti itulah akhir dari hubunganku dengan Gian. Aku tidak menyangka akan ada perpisahan antara aku dan Gian. Kisah romansa terindah yang pernah aku alami bersama Gian sudah tidak mau aku ingat lagi. Biarlah semua kisah itu menjadi lelucon yang akan aku ceritakan kepada anak cucuku nanti.

Kenangan bersama Gian tidak akan bisa hilang. Sosok Gian tak akan tergantikan. Rasa sakit yang dari Gian juga tidak akan bisa sembuh. Semua hal dari Gian akan melekat di hatiku. Aku tidak ingin melupakan Gian, aku hanya tidak mau mengingat. Gambar bintang di gitar kesayanganku akan tetap ada, dan tidak akan aku hilangkan. Karena aku masih menyayangi Gian.


- S E L E S A I -


TERIMA KASIH sudah membaca cerita ini sampai akhir.
Semoga cerita ini bisa memberikan kesan yang melekat di hati kalian semua.

Aku Benci BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang