chapter 9

1.9K 257 73
                                    


Gusion mengecek jam tangannya. Perjanjiannya adalah bertemu di taman bermain pukul delapan malam. Tapi sekarang sudah pukul delapan lewat tiga puluh menit. Bangku taman kian terasa dingin.

Pandangannya ke atas. Menatap ke arah langit kosong. Hanya ada bulan dan sedikit bintang. Wajar, Lumina penuh dengan polusi cahaya menjadikan bintang sulit menampakkan diri.

"Hei, Claude tidak akan datang. Lebih baik pulang saja." Gusion yang mendengar suara itu langsung menengok. Sejak kapan ada Fanny di depannya? Ia sedikit kaget. Kenapa Fanny mengatakan itu? Claude sudah berjanji akan habiskan malam tahun baru bersama, tidak mungkin ia ingkar.

"Kata siapa?"

"Kataku." Fanny menduduki tempat kosong di sebelah Gusion.

Gusion tatap Fanny lewat sudut matanya. "Fanny, em itu, apa kau cemburu kalau aku dekat dengan Claude?" Gusion sudah lama ingin menanyakan ini sebenarnya. Dan sepertinya ini saat yang tepat.

Fanny yang sedari tadi tengah melahap mochinya jadi berhenti. Ia menaikkan sebelah alisnya. Tatapannya pada Gusion penuh tanda tanya. Selang beberapa detik langsung terganti dengan tawa renyahnya.

"Hahaha tentu tidak. Hubunganku dan Claude bukan dalam hal romantik. Kami platonic. Aku justru senang Claude dekat denganmu. Dia jadi lebih banyak tersenyum." Suaranya mengecil saat mengucapkan kalimat terakhir.

Gusion lega mendengarnya. Ia lalu menundukkan kepalanya, melihat dimana kakinya berpijak. Mendengar jawaban Fanny seperti melepas satu beban pikirannya.

"Ngomong-ngomong kau sendiri ada acara malam tahun baru?" Mengganti topik, iya, Gusion jadi merasa tidak enak sudah berprasangka jelek pada Fanny. Walaupun dulu Claude pernah bilang, hanya saja ia ingin mendengarnya dari mulut Fanny langsung.

"Ya, aku akan pajama party dengan teman-temanku." Fanny menjawab sembari kakinya ia ayun-ayunkan.

Setelah itu, si gadis lebih banyak membuka topik. Meski kebanyakan bertanya soal keseharian sekolah. Sangat basic, tapi Gusion bersyukur. Setidaknya dengan mengobrol seperti ini, ia jadi merasa tidak sebosan tadi.

Tak terasa satu jam sudah terlewati, Fanny izin pergi. Ia sudah sangat telat ke rumah Layla untuk pajama party.

"Gusion, aku duluan ya. Semoga Claude cepat datang."

Gusion mengangguk sebagai balasan. Ia memerhatikan Fanny sampai gadis itu hilang dibelokan jalan.

...

Fanny yang sudah berbelok mengeluarkan smartphonenya. Ia menekan sebuah kontak dan meneleponnya.

"Dia menunggumu. Lebih baik kau temui."

Tidak menunggu jawaban dari si penerima, Fanny langsung saja memutuskan sambungan telepon sepihak.

...

Gusion mulai bosan. Tapi ia masih yakin Claude akan datang. Selagi menunggu, ia memutuskan untuk beranjak dari bangku taman. Ia berjongkok, mengambil sekepal salju untuk dibentuk menjadi sesuatu. Mungkin mau membuat boneka salju?

Tidak, ternyata Gusion membuat seekor kelinci salju, lengkap dengan batu kerikil sebagai mata dan daun yang jatuh sebagai telinganya. Ia ingat saat kecil dulu selalu minta Aamon untuk membuatkannya karena memang hanya itu yang Aamon bisa. Ia payah dalam membuat boneka salju. Tidak bulat dan malah abstrak.

'Kalau hanya satu kasihan, ia pasti akan kesepian.'

Jadi, Gusion membuat satu lagi. Dan sekarang ada dua ekor kelinci salju. Ia tersenyum, sedikit bangga dengan karyanya. Rasanya ingin dibawa pulang saja, tapi pasti nanti mencair.

Efemeral (Claude x Gusion)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang