chapter 12

2.8K 292 251
                                    

Sampailah ketiganya di rumah yang di tempati oleh paxley brothers itu. Aamon turun lebih dulu dan langsung saja masuk ke rumah. Ia tidak mau lebih lama lagi menjadi nyamuk.

Sementara itu Gusion dan Claude masih berada di teras.

"Sudah sampai. Aku pamit, ya?"

"Mau kembali kesana lagi?"

Claude diam sejenak. Terlihat bingung mencari jawaban. Sementara Gusion tak hentinya menatap Claude. Langit malam berhamparkan jutaan bintang menjadi objek yang ditatap si pria dengan bau alkohol.

"Kalau iya, kenapa?"

Gusion tahu jawaban Claude pasti ini. Matanya langsung menatap ke tanah. Tidak berani menatap Claude kalau ditatap balik oleh si empunya. Ia menggigit bibir bawahnya sebelum lisannya kembali menyuarakan.

"Aku mau bicara."

"Aku boleh nyalakan rokok?"

Gusion mengangguk sebagai bentuk perizinan. Sedang Claude mengambil pemantik di saku celana dan langsung mencumbukannya dengan batang nikotin. Ia hisap lamat-lamat rokoknya. Lalu dikebulkan asapnya ke arah yang berlawanan dari Gusion. Tidak mungkin kan ia membuang asap rokoknya di depan wajah rupawan kekasih sendiri.

"Oke, kau boleh mulai, sayang." Ucapnya sembari tersenyum ramah.

"Kakak, maksudku Aamon sering melihat Claude di bar itu. Apa... apa kau memang sering minum?" Gusion bertanya dengan agak ragu. Takut terkesan menuntut jawaban.

"Tidak terlalu. Hanya sesekali."

"Setiap kau tidak ada di rumah itu berarti ke bar, kan? Itu terbilang sering."

Claude bungkam. Masih ingin mendengar kelanjutan dari kekasih manisnya sembari menyesap rokoknya. Kemudian netranya kembali pada Gusion. Ia memberi gestur pada Gusion untuk melanjutkan kalimatnya. Sepertinya Claude tahu apa yang ingin Gusion bicarakan.

"Aku... Aku mau kau berhenti ke bar dan meminum alkohol-alkohol itu. Aku tidak suka Claude yang seperti itu." Gusion menekukkan alisnya. Ia mencoba untuk bersikap tegas.

"Itu saja?" Claude membuang puntung rokoknya. Ia injak dengan kakinya yang terbalut sneakers.

"Iya, kurasa."

"Hm sepertinya aku tidak bisa."

Gusion semakin mengeraskan ekpresi wajahnya. Kenapa jawaban Claude seperti itu?

"Kenapa? Claude tidak mencintaiku?"

"Mencintaimu dan menuruti kemauanmu adalah dua hal yang berbeda."

"Itu permohonanku. Permohonan kekasihmu."

"Manusia tidak bisa berubah semudah itu. Aku tidak suka kau melarangku, kalau boleh jujur." Wajah ramah dari paras tampan Claude pudar, tergantikan dengan ekspresi muka datar.

"Aku hanya minta satu hal itu. Apa tidak bisa?"

"Jangan memaksaku, Gusion. Aku tidak suka peraturan."

Gusion menggigit bibir bawahnya dan kedua tangannya mengepal di samping badan. Claude mendekat. Tangannya tergerak ke belah bibir kekasinya. Diusapnya bibir itu.

"Jangan digigit, nanti berdarah." Ibu jarinya mengusap halus belah bibir Gusion. Seperti dugaanya, sangat lembut. Ingin sekali ia curi satu ciuman bibir peach ini, tapi ia kubur keinginan itu dalam-dalam.

"Tidak ada hubungan tanpa peraturan, kata seorang pencipta pesawat." Gusion buka suara dan netranya bertemu pandang dengan milik Claude. Tajam dan menghanyutkan.

Claude jauhkan lagi tangannya dari wajah Gusion. Ia buang nafas kasar. Claude berbalik memunggungi Gusion.

"Sepertinya kita memang tidak cocok, ya? Kau tidak nyaman dengan aku yang begini, dan jujur saja aku juga kurang nyaman dilarang seperti itu."

Efemeral (Claude x Gusion)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang