chapter 4

1.9K 249 38
                                    

"Baiklah, itu tadi tugas matematika kelompok. Kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan lewat email saya," ucap Guru itu menutup pelajaran. Beliau kemudian lekas meninggalkan kelas.

"Gusion, kita mau mengerjakan tugas dimana?" Granger bertanya, sembari tangannya merapikan buku dan alat tulis ke dalam tas.

"Bagaimana kalau di rumahku saja?" Gusion tidak mau ambil pusing, tadinya ia ingin pergi menemui Claude. Mereka belum bertemu sejak jum'at minggu kemarin.

"Kesananya bagaimana?" tanya Natan yang sedari tadi hanya menyimak percakapan keduanya.

"Nanti sopirku akan kesini. Ayo, kita langsung kedepannya saja. Kakak pasti sudah menunggu."

Setibanya di depan gerbang sekolah, nampaklah pemuda dengan rambut silver dan bekas luka di pipinya.

Natan seperti tidak asing melihat rupanya. Ia ingat, si kakak kelas yang menarik tangannya beberapa minggu lalu.

"Kakak, kami akan mengerjakan tugas di kamarku. Jadi, mereka ikut. Boleh, kan?" Gusion meminta izin, sebenarnya hanya formalitas saja pada kakak dan kedua temannya. Aamon tidak mungkin melarang.

Aamon menatap tajam sesaat pada Natan, ia ingat junior yang membuatnya kesal itu. "Yasudah, kalian bertiga di belakang."

Gusion tidak menyadari hawa negatif dari Natan maupun kakaknya. Ia terlalu tidak peduli dengan sekitar.

...

Di kamar Gusion.

"Kamarmu cukup bersih juga ya, untuk seukuran anak bungsu," first impression Natan pada kamar Gusion cukup positif. Biasanya anak terakhir jarang memerhatikan kerapihan.

Gusion mengambil meja lipat dan memasangnya.

"Duduklah,"

Mereka duduk di setiap sisi meja yang berbentuk persegi itu.

"Gusion, aku tidak menyangka kau suka boneka." Saat tengah mengedarkan pandangannya, Granger melihat boneka badtz maru yang ada di atas kasur Gusion.

"Benar juga, aku tidak menyangka." Natan pun ikut menengok ke arah boneka itu berada.

"Ah- i-itu... itu... hadiah dari stan menembak di pasar malam. Jadi ya mau bagaimana lagi. Aku ambil saja daripada rugi." Gusion agak gelagapan diawal.

Ia malu bukan main. Segera ia ambil boneka itu dan masukkan ke dalam lemari gantung pakaiannya.

"Gusion, kau punya pacar, ya?" Astaga Granger menanyakan pertanyaan yang cukup menyentil di hadapan Gusion dengan wajah datar. Sialan, biasa kah ketua kelasnya ini berhenti bertanya.

"Tidak, punya pacar itu merepotkan. Ngomong-ngomong, kalian mau minum apa? Aku akan ke bawah mengambilkannya." Segera saja Gusion berjalan menuju pintu kamar dan mengalihkan pembicaraan.

"Yang ada saja." jawab keduanya.

Gusion sudah kembali dengan tiga gelas dan satu poci berisi sirup oranye.

Mereka mulai membagi tugas untuk mengerjakannya. Sesekali diselingi dengan obrolan ringan.

"Menurut kalian, apa wajar menyukai orang hanya karena terbiasa habiskan waktu bersama?" Gusion bertanya, iseng saja sebenarnya.

"Cinderella mencintai pangeran hanya karena berdansa dengannya," jawab Natan sambil tangannya tetap mencumbukan pena ke kertas.

"Sudah sewajarnya rasa muncul karena terbiasa." Kali ini Granger yang menjawab.

"Apa kalau kami tidak bertemu lagi rasanya akan hilang?" Gusion bertanya lagi, kali ini kepalanya sedikit menunduk. Raut wajahnya terlihat sendu.

Natan menghela nafasnya. Temannya ini pasti sedang dimabuk asmara.

Efemeral (Claude x Gusion)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang