chapter 6

1.8K 243 37
                                    

"Adik? Hahaha itu hanya rumor. Aku sering menyebut nama Dexter, jadi mereka berpikir begitu." Claude tertawa. Tapi sedikit penasaran dari siapa Gusion tahu rumor itu.

"Dari siapa kau tahu rumor itu?"

"Dari temanku. Katanya dia adik kelasmu saat Sekolah Menengah Pertama."

Claude hanya mengangguk sebagai respon. Gusion yang masih ingin berbicara, kembali membuka topik.

"Aku ingin tanya, lagi. Fanny itu temanmu 'kan?" Gusion agak takut untuk menanyakan ini sebenarnya. Takut kalau jawaban Claude adalah 'bukan'.

Claude pandangi Gusion tepat di matanya. Biru seperti lautan. Seperti ombak musim panas.

"Tenang saja, aku cuma suka kau. Fanny itu temanku. Kau bisa percaya padaku." Claude lukis senyum tulus di wajahnya. Tidak seperti biasanya yang selalu tampilkan seringai jail.

"Kau 'kan buaya. Aku ragu untuk percaya." Gusion mengerucutkan bibirnya. Bagaimana pun juga di matanya Claude itu seperti buaya.

"Dasar kau ini. Aku mau jadi buayamu jika huruf Y diganti dengan huruf N." Ini dia Claude dengan karakter aslinya. Si penggombal handal.

"Kan? Claude bodoh. Aku mau tidur saja." Pipi Gusion tersepuh merah. Dengan cepat ia membalik tubuhnya jadi membelakangi Claude.

Claude yang dipunggungi ingin merajuk sebenarnya, tapi terlanjur mengantuk.

...

Pukul tujuh pagi. Matahari mulai sinari pepohonan dan danau di depan gubuk Claude. Suasananya begitu tenang. Sangat cocok untuk menghilangkan stress.

Tok. Tok. Tok.

Suara pintu di ketuk.

"Claude, aku masuk," setelah mengetuk pintu, orang itu masuk. Seorang gadis dengan surai oranye. Iya, siapa lagi kalau bukan Fanny.

Nampaklah si tuan rumah yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sepertinya habis menyelesaikan ritual laki-laki di pagi hari.

"Ah, Fanny. Ada apa?" Claude berjalan mendekati Fanny. Ia melihat kantong kresek yang dibawa gadis itu. Terlihat ada sebungkus rokok dan dua buah kopi kalengan. Claude mengambil pemantik api dari atas nakas di dekat tv.

"Ayo, di luar saja. Ada Gusion di kamarku." Claude membawa plastik bawaan Fanny tadi. Sedangkan Fanny, ia mengekori Claude dari belakang.

Mereka duduk di atas rumput tepi danau. Sedikit basah karena ada sisa-sisa embun. Claude mengambil sebatang rokok dan menyalakan pemantik apinya. Ia menyesap batang nikotin itu dengan khidmat.

Gadis disebelahnya membuka kaleng kopinya. Fanny meneguk sekali. Lalu memulai obrolan.

"Claude, apa tidak sebaiknya kau berhenti saja?"

Claude tahu apa maksud Fanny. Ia sangat tahu. Putri dari keluarga Wertz itu mengkhawatirkannya. Tapi, ia hanya terus melanjutkan aktivitas menyesap batang nikotinnya.

Keduanya hening.

"Claude? Fanny?" Muncul suara dari belakang mereka, itu suara Gusion. Nyawanya terlihat belum terkumpul semua. Dan apa itu? Rambutnya juga sangat acak-acakan. Gusion datang mendekati keduanya. Mengambil posisi di sebelah kiri Claude yang kosong.

"Kau sudah bangun?" Claude langsung mengusak rambut Gusion. Ia mencoba membantu merapikannya sedikit. Gusion hanya mengangguk sebagai jawaban.

Fanny memerhatikan keduanya. Tak lama kemudian ia bangun setelah menghabiskan minuman kalengnya.

"Kurasa aku sudah akan pulang. Byebye Claude, Paxley." Sebelum pergi ia melambaikan tangannya pada kedua anak adam itu. Tak lupa senyum berserinya.

"Byebye." jawab keduanya serempak.

Sepeninggal Fanny, keduanya terjerat dalam hening selama tiga puluh detik.

"Claude, kau merokok?" Gusion bertanya sambil perhatikan batang nikotin itu.

Claude melepas rokoknya. Ia keluarkan kepulan asap dari dalam mulutnya ke depan. "Seperti yang kau lihat."

"Kenapa? Kau tidak suka perokok, ya?" Tanya Claude.

Gusion mengangguk. "Kata kakak, merokok itu tidak baik. Tapi aku penasaran bagaimana rasa rokok. Memangnya enak?"

Claude menyesap rokoknya lagi. Tapi ia belum keluarkan asapnya. Ia dekatkan wajahnya pada Gusion. Tangan kirinya digunakan untuk menahan belakang kepala Gusion agar tidak menjauh. Wajah mereka sangat dekat. Hidung saling beradu. Claude keluarkan asapnya saat itu juga. Gusion menutup matanya. Meresapi lekat-lekat bagaimana aroma nikotin memenuhi indra penciumannya. Keduanya terdiam beberapa saat.

Saat dirasa kepulan asapnya sudah mulai hilang, Claude menjauhkan wajahnya. Batang rokok yang sudah memendek dibuang. Ia menginjaknya agar puntung rokok itu tidak menyebabkan kebakaran.

"Ya kurang lebih seperti itu bau rokok."

Gusion masih terdiam. Masih terbayang bagaimana tadi hidungnya bergesekkan dengan milik Claude. Kening yang saling bersentuhan. Deru nafas mereka yang saling beradu. Pipinya memerah lagi. Sialan, ia seperti orang yang baru pertama kali mengenal cinta.

"Oh iya, aku tidak di rumah sampai akhir pekan depan. Jadi, tidak usah repot-repot datang." Claude menyampaikan ini agar Gusion tidak khawatir.

"Mau kemana?" Gusion bertanya. Ia sedikit menengadah untuk bertemu pandang dengan Claude yang sudah berdiri.

Claude tampilkan senyum. Tiba-tiba jarinya menjepit hidung Gusion dan sedikit menariknya gemas.

"Itu rahasia. Anak kecil tidak boleh tahu. Kau bau, Gusion. Cepat mandi sana." Setelah mengatakan itu Claude berjalan masuk duluan.

Gusion menciumi lengan bajunya. Dan,hei! ia tidak bau. Segera ia menyusul Claude masuk.

...

Satu bulan terakhir aku jadi jarang bertemu dengan Claude. Aku agak senang karena sekarang ia selalu laporan kalau tidak akan ada di rumah pada hari-hari tertentu.

Ya, selama dia bilang dulu aku rasa aku tidak apa-apa. Claude juga punya privasi. Aku tidak boleh mengusik apa yang memang menjadi privasinya. Kecuali ia berkenan memberitahu sendiri.

Tapi pada dasarnya aku adalah manusia yang dikaruniai rasa penasaran amat tinggi.

Aku berpikir apa mungkin Claude punya seorang kekasih di luar sana. Atau sebenarnya ia sudah punya istri? Pikiran-pikiran negatif kembali lagi menghantuiku.

Claude selalu menghindar saat ditanya akan kemana. Beberapa hari yang lalu aku coba tanyakan pada Fanny. Responnya selalu tidak tahu dan ekspresinya sedikit sendu. Seperti ada hal tidak beres. Ada yang Claude sembunyikan dariku. Ya, aku yakin itu.

...

"Yo! Claude. Ternyata kau datang lagi. Sudah kuduga, orang sepertimu pasti tertarik dengan dunia ini kan."

"Ya, kurasa begitu."

TBC

...

takut ada yang ga paham, gombalan buaya y nya diganti n= buana (dunia)

kalo ada kritik dan saran silakan disampaikan ya. kalo ada typo mohon maaf.

Terimakasih sudah membaca.

Efemeral (Claude x Gusion)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang