Bab 03. Kebenaran dan Kesadaran

359 106 449
                                    

❛❛Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan, tetapi juga peluang untuk tumbuh dan berubah.❜❜

───────⊹⊱✫⊰⊹───────

Gibran, dengan seragam sekolahnya yang rapi, menuruni tangga menuju ruang keluarga. Di sana, kedua orang tuanya sudah menunggunya. Pandangan Gibran tertuju pada ibunya, Riana. Meskipun mengetahui bahwa ayahnya, Adrian, telah berselingkuh, Riana tetap melayani suaminya dengan penuh kesabaran.

"Wanita hebatku, syurgaku, penyemangatku. Gibran tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakiti Mama, sekalipun itu adalah Papa Gibran sendiri," batin Gibran, hatinya dipenuhi kasih sayang kepada sang ibu.

"Ma, Gibran pamit," ucap Gibran, mencium tangan Riana dengan penuh hormat.

Setelah berpamitan dengan Riana, Gibran beranjak pergi. Namun, ia tidak menyapa Adrian. Rasa kesal masih menyelimuti hatinya, akibat perbuatan ayahnya yang telah melukai hati ibunya.

"Nak, salim Papa dong," pinta Riana lembut, berusaha mencairkan suasana.

"Gibran buru-buru, Ma," jawab Gibran singkat, tanpa menoleh. Ia langsung keluar rumah dan mengendarai motornya.

Adrian merasakan sesak di dadanya. Gibran, yang dulunya selalu menghormatinya, kini telah berubah. Perselingkuhannya dengan Asti telah menyebabkan jarak yang lebar di antara mereka. Adrian menyadari kesalahannya yang telah menyakiti hati istri dan anaknya.

"Maafkan Papa Gibran, Papa janji, Papa akan memperbaiki semuanya," batin Adrian, hatinya dipenuhi penyesalan dan keinginan untuk memperbaiki hubungannya dengan Gibran dan Riana.

Adrian menyadari bahwa perselingkuhannya telah menyebabkan trauma emosional pada Gibran. Perilaku Gibran yang berubah merupakan bentuk dari mekanisme pertahanan diri, yaitu penghindaran sebagai respon terhadap rasa sakit dan kekecewaan yang dialaminya. Gibran berusaha melindungi dirinya dari rasa sakit dengan menghindari kontak dengan Adrian.

Adrian juga memahami bahwa sebagai ibu dan istri, Riana telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam menghadapi badai rumah tangganya. Riana tetap melayani Adrian dengan sabar, menunjukkan kedewasaan emosional yang tinggi.

Adrian menyadari bahwa untuk memperbaiki hubungannya dengan Gibran dan Riana, ia harus melakukan introspeksi diri dan merubah perilakunya. Ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan menunjukkan komitmen untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.

Gibran, dengan aura bintang sekolah yang melekat padanya, mulai memasuki gerbang sekolah. Kali ini penampilannya sangat rapih, tidak biasanya ia memasukkan bajunya. Seperti biasa, kerumunan siswi menyambutnya dengan sorak-sorai. Gibran yang dikenal sebagai "laki-laki idaman" di sekolah, selalu menjadi pusat perhatian.

Setelah memarkirkan motornya, Gibran berjalan menuju kelas sembari melepaskan jaket yang ia kenakan. Di tengah perjalanan, Mayang memanggilnya. Dengan dandanannya menor yang membawanya menemui guru BK hampir setiap hari.

"Gibran! Gibran!" panggil Mayang dengan penuh semangat. Namun, Gibran mengabaikannya. Ia terus berjalan, membuat Mayang mengejarnya.

"Gibran! Aku mau kok daftarin diri jadi pembantu kamu, asal bisa disamping kamu terus, sini aku bawain tas kamu, ya!" tawar Mayang, berusaha menarik perhatian Gibran.

"Daftar kok jadi, babu!" ucap Gibran kesal, tanpa menoleh sedikit pun.

"Ya sudah, jadi istri kamu saja kalau begitu, Gibran."

"Najis!" Gibran semakin kesal. Ia merasa terganggu dengan sikap Mayang yang terlalu agresif dan tidak tahu tempat.

Gibran melihat Tisha berjalan di lorong kelas. Seketika, matanya berbinar. Ia mempercepat langkahnya, membuat Mayang kelelahan mengejarnya.

GibrantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang