Happy reading
Seseorang menggunakan seragam sekolah dengan gaya urakan menuruni anak tangga satu-persatu. Ia adalah Alvaro Edgar Winata, si pemilik tubuh tegap dan jangan lupakan tatapannya yang tajam mampu membuat semua gadis terpikat.
Cowok itu berhenti di meja makan yang sudah terisi dua orang yaitu orang tua nya.
"Sini sayang kita makan bareng, jarang-jarang mama ada di rumah" ucap ibu Alvaro bernama Dina. Wanita itu selalu mengikuti kemanapun suaminya pergi entah itu ke luar kota maupun keluar negeri. Alasannya sih tidak ingin suaminya itu terjerat janda yang masih ting-ting di luaran sana.
"Jarang pulang Abang jarang pulang tiap mal--" nyanyian itu berasal dari ayah Alvaro yang sedang makan dengan lahap sambil memanggut-manggutkan kepalanya.
Dina menatap tajam suaminya itu "Papah bisa diem gak, udah tua bukanya tobat malah sifatnya makin gila"
Saat Dirga akan membalas ucapan istrinya itu, Alvaro menyelah "kapan makan? Nanti Al telat"
"Oh iya mama lupa, aduh gara-gara papa kamu yang sukanya bikin ulah"
"Lah kok gara-gara pap--emmnpphh" Dina menyumpal mulut suaminya itu menggunakan roti tawar yang berada di dekatnya.
Dina menatap tajam Dirga yang akan membuka mulutnya lagi "Udah diem, tinggal nurut aja bisa gak sih!"
Dirga akhirnya pasrah, dari pada ia tidur di sofa malam ini. Tidak bisa anget-angetan dengan istrinya nanti.
Alvaro duduk dengan tenang sembari menunggu roti yang diolesi selai oleh Dina untuknya. ia sangat tidak menyukai nasi putih tetapi dirinya menyukai nasi goreng. Aneh bukan.
"Bagaimana dengan sekolah kamu di Amerika?" Tanya Dirga dengan nada yang terdengar santai.
Ya sudah dua tahun Alvaro bersekolah di Amerika, sebenarnya si dulu dirinya telah memasuki bangku SMA di kota ini dan memulai pembelajaran sekitar satu bulan tetapi karena bujukan dari oma nya yang ingin bertemu dengan cucu kedua dan cucu lelaki satu-satunya penerus keluarga Winata akhirnya Alvaro pindah dengan perasaan campur aduk antara senang dan sedih. Senang karena bisa melihat wajah Omanya langsung tanpa harus melihat di layar ponsel dan sedih karena dirinya sudah mendapatkan teman tetapi harus di tinggalkan.
"Baik" hanya itu yang keluar dari mulut Alvaro. Bukan karena tidak sopan atau apa, hanya saja dirinya tidak terlalu dekat dengan ayahnya sendiri karena berpindah-pindah tempat seperti kucing melahirkan jadi tidak ada kesempatan menghabiskan waktu berdua.
Dirga merasa canggung di situasi saat ini, bagaimana tidak canggung saat putranya hanya mengatakan empat huruf dalam nada yang singkat.
"Al.. maafin papa ya kalo selama ini papa gak ada waktu buat kamu. pekerjaan papa gak bisa di tinggal. Kalo di tinggal kita mau makan apa? Krikil?"
Dina menatap tajam suaminya itu, sudah berapa kali dirinya mengajarkan si tua Bangka itu jika meminta maaf kepada anaknya harus serius dan membuktikan bahwa ia benar-benar sayang kepada Alvaro.
Istri Dirga itu beralih menatap wajah putranya yang masih diam, mungkin mencerna pembicaraan yang mulai tidak karuan ini.
"Yaudah ayo di makan sayang, jangan nglamun nanti telat lagi hari pertama kamu masuk ke sekolah"
Akhirnya Al makan dengan tenang, sebenarnya dirinya tadi hanya diam bukan karena mencerna pembicaraan itu tetapi menahan berak yang biasa mendatang di pagi hari saat akan masuk sekolah.
"Dulu itu papa kamu waktu muda dingin banget kaya es balok, tapi bedanya kalo di pentung gak ancur-ancur" tiba-tiba Dina mengangkat bicara.
"Waktu muda juga papa kamu ngebet banget pengin nikahin mama, sampai bibir mama mau di cium sama papa kamu biar langsung di bawa ke KUA buat tanggung jawab. Eh .. kepalanya di lempar pake pot sama opa kamu" Dina trus berbicara tentang keunikan Dirga di masa muda agar Alvaro tidak terlalu berpikiran bahwa Dirga orang yang sangat acuh. Tidak bisakah Dina melihat wajah masam suaminya itu.
"Sabar-sabar, untung Lo bini gue. Kalo bukan udah gue tempeleng Lo" gumam Dirga dalam hati, tidak mungkin dirinya berbicara Gamblang di depan istrinya. Bisa-bisa tidak dapat sesuatu yang nikmat malam ini.
Alvaro mendengar seksama cerita Dina dengan senyuman tipis.
"Ma.. pa.. aku berangkat ya, udah mau telat" Alvaro menyalimi tangan kedua orangtuanya dan bergegas menuju pintu utama.
"Hati-hati sayang, awas nanti di godain janda anak sembilan"
***
Alvaro menaiki motor sport miliknya dan menjalankan dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan ibu kota yang sekarang agak padat karena jam sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima belas menit.
Akhirnya sampai di sekolah baru yang pernah ia tempati dulu dalam waktu satu bulan sebelum pindah.
Saat Alvaro membuka helm full face nya semua mata para gadis yang berlalu lalang tertuju padanya. Banyak yang memuji ketampanan wajah itu.
Alvaro tidak peduli, yang pasti tujuannya saat ini adalah pergi ke ruang kepala sekolah dan menanyakan dimana kelas yang harus di tempati.
Cowok itu berjalan santai menyusuri koridor yang masih banyak siswa berkeliaran di sana, ia tidak peduli banyak yang menatapnya lapar seperti ingin menerkamnya. Iuh sangat bruntal.
Sampai di depan ruang kepala sekolah, ia masuk tak lupa juga mengetuk pintu tiga kali seperti memanggil tuyul.
"Jadi nama kamu Alvaro"
"Iya pak saya alvaro putra bapak Dirga dan ibu Dina Mariana"
"Oke cukup.. jangan terlalu panjang karena yang saya butuhkan nama kamu bukan ibu bapak kamu" Alvaro mengangguk patuh dan duduk di depan kepala sekolah itu.
"Loh.. siapa yang nyuruh kamu duduk? Saya belum menawarkan"
"Kaki saya pegel pak, tadi di kejar sama manusia setengah zombie"
"Maksud--"
"Udah lah pak cepetan ngomong kelas saya di mana?"
Lelaki tua itu mendelik, apa-apa ini, kenapa dirinya yang harus dilakukan secara tidak sopan seperti ini.
"Yasudah, ikut pak Budi ke kelas yang akan kamu tempati"
Alvaro beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti langkah pak Budi yang sudah berada tepat di depanya dengan kelapa botak di tengah. Silau.
Cowok itu diam menampilkan wajah dingin, bukan karena dirinya dingin tetapi karena banyak para gadis yang menatapnya secara langsung dengan mata yang melotot seperti ingin keluar dari sangkarnya membuat ia sangat risih.
Alvaro terus mengikuti langkah orang di depanya dengan malas, ia melihat sekeliling dan tatapanya mengarah pada satu objek yang sedang berdiri tegak di tengah lapangan dengan tanganya yang berada di pelipis kanan.
Ia jadi mengingat di malam itu, gadis yang sudah menyelamatkan nya sekaligus menampar dengan keras. Tanpa sadar gadis itu membalas tatapan mengimidasi sekaligus tajam dari seorang Alvaro.
Alvaro yang ketahuan langsung mengalihkan pandanganya ke depan, jantungnya berdegup dengan kencang. Ia memegang jantungnya yang berdetak tidak karuan.
"Anjing jantung gue"
Setelah tersadar, kembali ke posisi awal. Ia memasukan tanganya pada kantung yang berada di arah samping celana.
Saat akan melanjutkan tiba-tiba...
BRUGH!!
Alvaro berbalik dan membelakan matanya saat gadis itu tergeletak tak berdaya di tengah lapangan. Ia segera mendekat dan membelah kerumunan yang bau ketek itu untuk mengangkat korban kecelakaan maut beruntu karena saling berkontak mata.
Cowok itu menggendong ala bridal style menuju ke UKS yang berada tidak jauh dari lapangan itu.
"Nah Alvaro ini kelas kam--"
"Loh.. ilang"
--o0o--
Hai guys, jangan lupa vote, komen dan follow akun ini ya
Bye👋

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "Maaf soal ini, Lo bisa pukul gue" ucapnya dengan deru nafas yang tidak beraturan. Wajah cowok itu semakin mendekatkan diri pada wajah delva dan posisinya saat ini begitu dekat. Cowok itu menyambar bibir ranum milik gadis...