860 𓆌

214 67 50
                                    

Memanfaatkan cekungan tembok bekas penggalian,  Chaeyeon dan Hanson berlindung dari batu yang terus berjatuhan. Hanson mengandalkan punggungnya sebagai tameng dari kerikil tajam yang menghujani keduanya.

Guncangan yang juga menutup dua jalan keluar dengan reruntuhan batu besar. Usai tak terasa lagi getaran dari tanah, Hanson bangkit dan memastikan keadaan sekitar. Tidak ada sedikitpun celah, yang artinya mereka terjebak bersama oksigen yang semakin menipis.

"Kau lihat itu?"

"Keputusanmu membawa sial. Jika saja kita mengambil lorong satunya, kita tidak akan dibutakan petunjuk abstrak yang malah membuat kita terjebak."

Chaeyeon segera mengeluarkan buku jurnalnya. Bagai kompas yang selalu menjadi petunjuk kemana ia akan melangkah. Membacanya dengan seksama, lalu mengangkat tatapan senang. "Tidak, tidak. Kita menempuh jalan yang benar!"

Sedari awal keputusan Hanson dan pilihan Chaeyeon memang selalu saling memunggungi. "Terlalu optimis juga buruk. Di saat seperti ini kau masih memamerkan wajah tanpa dosa dan berkata ini situasi yang baik?"

"Kita akan cepat jika kau tutup mulut dan bantu aku menggali bagian ini." Komentar bernyali seribu itu dilontar si gadis Scarlett.

Tangan Hanson terkepal sambil menunjuk kesal wanita yang kini sedang menggali kerikil pasir dengan tangannya. "Baru saja memerintahku?"

Namun akal sehat Hanson terlalu mendominasi hingga mengesampingkan urusan pribadi. Bertengkarnya bisa nanti saja, kan?

Menonton sebentar kegiatan Chaeyeon yang sibuk mengorek tanah berpasir tanpa peduli itu mengotori tangannya, kesimpulan ditarik Hanson dengan segera. Ambisius dan optimistis, adalah dirinya.

Chaeyeon menoleh kala tangan Hanson mengambil alih posisinya tanpa bicara apapun. Ditariknya batu yang paling besar pada diagonal bidang yang Chaeyeon maksud.

"Oho, kau menariknya dengan tenaga dendam."

Tersimpan alternatif lain melewati jalur air di bawah terowongan. Itulah kenapa Chaeyeon masih bersyukur mereka terjebak di ruas ketiga terowongan, tempat pintu rahasia itu berada sesuai keterangan di jurnal.

Baiklah untuk kali ini Hanson akui bahwa optimis membawa seseorang pada jalan keluar. Tapi bukan berarti selalu.

Lubang itu menghantar keduanya pada gorong-gorong yang cukup luas. Keberadaan aligator di tempat mengalirnya pembuangan terakhir kota Paris membuat Chaeyeon bergidik. Tapi rasa semangat petualangannya masih terlalu memuncak hingga rasa takutnya semu.

Chaeyeon berjalan enteng melambung tubuh ringannya seraya mengetuk-ngetuk janggle boots. "C’est pour cela que je vis! Aku akan pergi ke Katakomba dan bertemu batu yang cantik!" (untuk inilah aku hidup!)

"Berhenti mengetuk sepatumu, turis."

"Benar!" Chaeyeon menjentik keras. "Dari mana kau tahu aku bukan penduduk asli Paris?"

"Bahasa Perancismu jelek," ucap Hanson terang-terangan.

"Lalu apa untungnya jadi warga domestik? Tapi itu cocok untukmu, kau dingin. Seperti orang Paris lainnya."

"Écoutez Senorita, tidak semua orang Paris itu seperti pandanganmu pada mereka." (dengar, nona—dalam bahasa spanyol)

"Dominasi orang yang aku temui itu dingin, Hanson."

"Itu karena kau selalu bertingkah aneh di kali pertama bertemu," tukas Hanson.

"Apa itu tandanya aku juga terlihat aneh sekarang?"

𝐏𝐀𝐂𝐓𝐔𝐌 : The Talk Between Amethyst & Anubis 𓁛 [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang