Tubuh atasnya terasa dingin dan hangat secara bersamaan. Gadis itu menggeliat merasa kegelian saat gunung kembarnya disinggahi. Bukan hanya singgah saja, tapi juga dimainkan oleh tangan besar seseorang yang memeluknya dari belakang. Bahkan punggungnya yang memakai baju tidur tipis terasa bersentuhan dengan kulit berbulu.
Dengan mata yang masih sepat Isha berusaha membukanya. Menunduk saat lolongan desahan 'tak sengaja disuarakan dari bibirnya yang kering.
“T-tangan siapa?!” pekiknya di dalam hati.
Dengan hati-hati Isha menoleh ke belakang tanpa menarik tangan asing yang masih memainkan miliknya. Perutnya yang diusap 'tak kalah gelinya, tapi sialnya suara menjijikkan dia suarakan tanpa sadar.
Barulah saat seseorang di balik punggungnya menggeliat dengan sedikit erangan Isha sempat menahan napas.
“Udah pagi,” kata orang itu dengan suara seraknya. Isha menggigit bibir bawahnya supaya tidak berteriak. Dia takut orang di belakangnya penjahat yang bisa membunuhnya kapan saja.
“MAMA!” Belum sempat orang itu menarik tangannya dari buah dada Isha gadis itu sudah berteriak.
Sontak keduanya langsung duduk, saling menarik selimut demi menutupi tubuh setengah telanjang masing-masing. Pakaian Isha sudah tidak berbentuk kerja ulah pria itu berbeda dengan teman ranjangnya yang sudah half naked.
‘Ceklek’
‘Klik’
“Astaga, Isha, Fattah! Apa yang kalian lakukan?!” Teriakan Rumi juga cahaya lampu membuat keduanya saling tatap sebelum tadinya memunggungi.
“M-mama aku dianuin sama orang ini,” kata Isha serak, gadis itu menahan bulir air mata yang hendak turun. Meskipun sempat kaget dengan seseorang yang sama kagetnya, pandangan mata mereka berbeda-beda.
****
Dari kejadian itu mereka terpaksa dinikahkan hari ini juga. Hanya ada saksi dan penghulu. Tanpa pertunangan cincin nikah atau bahkan gaun pengantin nan indah layaknya pesta pernikahan 1001 malam. Bahkan Isha masih mengenakan piama yang semalam sengaja dia tanggalkan karena kegerahan sebab AC kamar mati.
Pintu terbuka membuat keduanya tersentak. Tidak menduga bakalan secanggung ini. Lamunan yang beberapa waktu singgah di otaknya seketika buyar. Isha baru menyadari sedari tadi berdiri sembari memeluk pintu. Merasa kikuk sendiri.
“Mau masuk, Mas?” tanya Isha. Dia menyingkir dari depan pintu memberikan jalan kepada Fattah yang terdiam.
“Mau ambil ponsel,” katanya singkat. Berbanding terbalik dengan tujuan utamanya.
Isha mengangguk saja, dia melanjutkan langkahnya ke dapur tanpa peduli dengan Fattah.
Mereka tinggal satu atap bahkan satu kamar, tapi tetap saja secanggung ini, padahal orang tua Fattah dengan sengaja memberikan privasi kepada keduanya supaya terbiasa bersama.
Isha yang berada di dapur kaget, lantas menoleh mendapati Fattah yang sedang mengisi botol air minumnya, bahkan sudah menikah satu minggu tidak ada adegan Isha menyiapkan bekal makan siang untuk Fattah. Anehnya orang tua Fattah yang juga duduk di meja makan tidak berniat menegur. Rumi membebaskan Isha karena jika terpaksa hasilnya tidak baik. Wanita itu tidak mau memaksa.
“Ma, aku berangkat dulu,” ujar Fattah mengulurkan tangan kanannya. Setelah berpamitan dengan Rumi pria itu menengok Isha yang nampak tidak peduli. Hanya ada helaan napas melihat hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Sister [Pindah ke Fizzo]
RomanceWARNING: PART SUDAH TIDAK LENGKAP. SILAKAN BACA GRATIS DI APLIKASI FIZZO DENGAN JUDUL YANG SAMA. Karena tragedi salah kamar dua saudara terpaksa dinikahkan secara mendadak. Tidak ada gaun mahal dan indah, sebuah pesta meriah layaknya 1001 malam sepe...