04. PENEGASAN TERSIRAT FATTAH

1K 69 63
                                    

    Memasuki restoran Isha disuguhkan dengan tingginya kue dengan tingkatan yang terlihat menarik dan menggiurkan. Gadis itu berdecak kagum, restoran dengan aksen modern millenial di hadapannya benar-benar membuat Isha tak bisa berkata-kata lagi.

    Gadis itu menggoyangkan lengan Reno. "Kamu juga bakalan kayak saudara yang lain? Bisnisnya kuliner gitu?" tanya Isha penasaran karena keluarga besar Reno berbaur di dapur semua sedangkan dia sama sekali tidak bisa menguasai dapur.

    Beruntunglah karena Reno belum mengajaknya bertemu dengan keluarganya. Paling tidak Isha harus bisa membedakan bumbu dapur. Antara gula dan garam misalnya.

    Bukan Isha yang meringis, tapi justru Reno. Dia menggandeng lembut tangan kekasihnya seolah seperti kaca yang gampang pecah. "Nggak usah kamu pikirkan. Kita masih jauh untuk ke tahap itu, 'kan?"

    Reno menenangkan. Namun, tersirat sebuah makna mendalam.

    "Woy kalian!" teriak Ikra melambaikan tangannya menyuruh kedua pasangan itu untuk menghampiri mejanya.

    "Ke sana, yuk!" Ajakan Isha diterima oleh Reno. Mereka berjalan menghampiri meja Ikra. Sudah ada teman-temannya juga di sana tak lupa pula Ikra yang memasang wajah kesal menatap Isha.

    "Pantas aja nggak nyusul-nyusul tahunya sama ayang. Badebah kalian berdua!"

    Isha menjulurkan lidahnya. "Makanya cari ayang biar—"

    "Hallo, Bestie!" sapa Rino memotong ucapan Isha. Bukan hanya Isha saja yang menoleh, tetapi semua yang berada di meja itu.

    "Sorry, Abang baru bisa gabung biasalah teman Abang pada reseh semua jir!"

    Mereka tertawa, sudah mengenal dekat Rino saking seringnya mampir ke kafe miliknya yang dikelola oleh Reno.

    "Santai aja, Bang. Kami juga belum sempat habisin makanan, kok," sahut seorang laki-laki dengan rambut yang dicat warna kuning. Sontak saja pahanya dicubit membuat pekikan laki-laki itu semakin memecah tawa teman-temannya.

    "Sakit, Ris!" erang laki-laki itu menatap sebal ke arah Riskha yang nampak tertekan.

    "Mampus lo kena omel—"

    "Maaf, telat."

    Kedua kalinya ucapan Isha dipotong.

    "Uhuk ... uhuk ...."

    ***

    Bukan hanya Isha yang terintimidasi karena agaknya Ikra lebih terlihat menyedihkan. Setelah tersedak karena mendapati kakaknya berada di sana dia juga berada dibawah tatapan tajam milik Fattah. Mana tahu kalau kakaknya adalah teman Rino.

    Kacau.

    Uang jajannya terancam.

    "Kalian nggak pada kenalan apa gimana, nih? Masa iya harus gue yang ngenalin, sih? Gue pemilik acaranya, lho," kata Rino, dia menuangkan alkohol di masing-masing gelas.

    Acara opening hanya sekedar nama, pada intinya mereka lebih fokus pada makan dan minum seperti saat ini.

    "Ayok! Kenalan dulu jangan pada kayak anak kecil, deh."

    Reno menyenggol lengan kakaknya. Kadang kakaknya bisa selebay itu. "Gue Reno adiknya Bang Rino dan di sebelah gue Isha, pacar pertama dan semoga aja jadi pacar terakhir gue. Salam kenal, Bang Fattah," ujar Reno mengulurkan tangannya yang disambut tanpa ekspresi oleh Fattah.

    "Fattah," katanya singkat lalu menoleh ke arah Ikra yang ketar-ketir. "Mas-nya Isha dan Ikra."

    Pria itu melanjutkan, memberikan makna tersirat dengan dua arti berbeda. Hanya Ikra yang bisa mengartikannya, bahkan Isha pun nampak diam tidak peduli, dia cukup bersyukur karena Fattah tidak memperkenalkan dirinya sebagai suami istri seperti pada waktu itu di kantor.

Married With Sister [Pindah ke Fizzo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang