07. MINTA DIDEKATKAN

930 69 114
                                    

    "Gue tahu waktunya nggak tepat, tapi kalau bukan sekarang kapan lagi gue bisa dikenalin sama mamasnya Ikra, Sha." Rengekan yang terulang sejak 10 menit lalu membuat Isha jengah. Dia memandang temannya dengan jengah memilih menyibukkan diri pada ponsel.
   
    "Mumpung di ruangan ini cuman ada kita-kita saja, Sha."

    Isha jengah. Aktivitas scroll sosial media mendadak hambar, tak ada gairah lagi membaca gosip viral. "Mau lo apa?" tanya Isha malas.

    Senyum lebar tercetak di bibirnya yang tebal. "Ah, lo emang teman sejati, bantu dekat sama Mas Fattah, dong."

    "Janji, deh, kalau kita sama-sama nggak cocok gue mundur. Ayolah, dari lahir jomblo, nih. Siapa tahu kita jodoh."

    Isha ingin mengumpat, akan tetapi yang diucapkan Riskha memang sebuah fakta. Gadis itu tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. Bukan karena tidak laku, justru laku sekali apalagi Riskha tergolong cantik serta kriteria para cowok, hanya saja gadis itu tidak pernah tertarik untuk berpacaran.

    Bisa dikatakan lain dengan Fattah. Sudah dengan jelas kalau Riskha menyukai Fattah, bukan hanya kagum.

    Hal itu dimanfaatkan oleh Isha, mungkin jika Fattah menjalin hubungan dengan Riskha gadis itu tidak terlalu merasa bersalah karena berselingkuh secara terang-terangan dengan Reno.

    "Oke, deh! Bisa diatur."

    Riskha memekik tertahan. Tangannya menggenggam tangan Isha. Senyum lebar langsung terbit di bibirnya. "Sumpah gue sesenang ini, Sha. Lo emang baik sejak dulu nggak sia-sia kita jadi teman atau mungkin saja akan jadi saudara."

    Hanya kerlingan jengah dari Isha. "Nggak usah lebay juga astaga bikin geli, deh!" sentaknya melepaskan tangan Riskha pelan.

    "Ya maaf, gue senang banget soalnya."

    Tidak menggubris temannya yang sedang terbang tinggi Isha melambaikan tangan kepada Fattah. "Mas, sini!"

    Fattah yang sedang membaca buku sontak mendongak memperhatikan istrinya yang sedang melambai. Pria itu menutup buku yang dibacanya setelah memberikan pembatas, lantas berjalan menghampiri sang gadis.

    "Kenapa, hem? Kamu butuh sesuatu, Isha?" tanya Fattah lembut, mengusap pelan pelipis Isha.

    "Riskha mau pulang bisa Mas Fattah anterin pulang nggak? Udah malam kasihan kalau di jalan ada apa-apa gimana."

    Tangan yang saling bertautan terasa dingin dengan keringat. Riskha menunduk saat dirasanya Fattah menatapnya.

    "Harus Mas banget yang antar? Kalau nunggu Ikra balik ke sini nggak bisa, ya?"

    "Mas …," kata Isha dengan wajah memohon.

    Melihat akan hal itu Fattah mengangguk sembari meraup oksigen. "Ya sudah. Kamu di sini tungguin Ikra datang."

    Tak tahu mengapa melihat wajah tertekan Fattah berbanding terbalik dengan wajah gembira milik Riskha. Gadis itu memalingkan muka. "Udah sana mas Fattah nunggu di luar lama nantinya."

    "Sumpah nggak tahu gimana lagi gue mau bilang makasih banyak. Besok di kampus gue teraktir makan, deh!" ujar Riskha. Buru-buru mengambil tasnya yang diletakkan di sofa. "Bye, Cinta!"

    "Iya," ujar Isha panjang. Gadis itu langsung mengubah posisi membelakangi pintu setelah dirasanya hanya seorang diri di dalam ruangan.

    Ikra sedang pulang bersama kedua orangtuanya. Malam ini Isha terpaksa opname karena paksaan Fattah. Pria itu khawatir jikalau istrinya jatuh sakit lagi mengingat Isha memiliki riwayat pada imunnya.

Married With Sister [Pindah ke Fizzo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang