65. Rencana perpisahan

1.1K 104 31
                                    

"Hanya aku yang bisa mengubah hidupku. Tak seorang pun bisa melakukannya untukku." (Carol Burnett)

—————————

"Ayy, udah kepikiran mau lanjut ke mana?" tanya Ana.

"Udah."

"Kemana?" sahut Ana dan Pavvella.

Rifa menghentikan gerakan tangannya yang sedang menulis, gadis itu menatap kedua sahabatnya penuh arti.

"Nanti gue kasih tau, kalian sendiri mau kemana?"

"Kita ngikut lo."

"Kalo gue gak jadi lanjut?"

"Kenapa gak lanjut?" Pavvella balik bertanya.

Rifa mengedikan bahunya. "Setiap rencana yang kita susun, gak ada jaminan bakal bener-bener terlaksana atau nggak."

"Kalo lo gak lanjut, gak ada alasan buat gue nolak perintah bonyok buat kuliah di luar negeri," lirih Pavvella.

"Gue paling di bawa Arian," ucap Ana.

"Mau membuat rencana masa depan?" tanya Rifa. Ucapannya menimbulkan kerutan kebingungan di wajah kedua sahabatnya itu.

"Rencana masa depan?"

"Iya, kita rencanakan apa yang akan kita lakukan setelah lulus. Misalnya, kita lanjut kemana, mau jurusan apa, terus mau kerjanya di mana, kita juga bikin rencana pertemuan. Seperti kita harus wajib ketemu setiap akhir pekan, atau setiap malam rabu, setiap hari jumat atau setiap hari di waktu senggang," jelas Rifa.

"Tapi kata lo, setiap rencana yang kita susun gak ada jaminan akan terlaksanakan atau nggak," ucap Ana.

"Tapi itu bukan berarti kita gak bisa buat rencana kan? Terlaksana atau engganya, itu gimana tuhan yang ngatur. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana dan berusaha."

"Lo bener! Kita harus buat rencana masa depan, gimana kalo pulang sekolah kita hang out dan buat rencana itu. Udah lama juga kita gak ngabisin waktu bersama," usul Pavvella dan diangguki kedua temannya.

"Nanti jemput gue ya, di apartemen Galen. Gue mau pulang kesana," ucap Rifa.

"Lo semakin dekat sama dia, Ayy," kata Pavvella.

Rifa tersenyum. "Selain kalian, Calva dan Bang Wafa, dia orang yang paling berarti buat gue."

"Secepat itu? Kalian bahkan belum lama bertemu," ujar Ana.

"Lama atau sebentarnya kita bertemu, waktu gak bisa nentuin kalau dia baik atau nggak buat gue. Ketulusan seseorang gak di pengaruhi seberapa lama kita saling mengenal."

"Jujur, gue gak begitu sepenuhnya percayain lo ke Galen. Gue masih takut, takut lo terluka lagi, takut sewaktu-waktu dia akan nyakiti lo," ucap Pavvella.

"Ella bener, gue juga masih ragu sama Galen," tambah Ana.

"Kalian tenang aja, untuk saat ini gue emang nerima dia, tapi bukan berarti gue ngasih penuh hati dan kepercayaan gue ke dia. Luka yang Agam torehkan masih sangat membekas, seolah menjadi trauma hingga hati gue kebal dan gak ingin mencintai siapapun lagi. Gue hanya ngasih kesempatan ke Galen, kesempatan untuk nunjukin dan ngasih cintanya ke gue, kesempatan untuk bisa nyembuhin luka gue, kesempatan untuk bisa menangin hati gue. Gue gak mau egois dengan mengabaikan dia, karena gue tau rasanya di abaikan orang yang di cintai. Di paksa pergi oleh orang yang sangat ingin kita genggam, sakit, sangat sakit," terang Rifa.

"Gue cuma gak mau jadi Agam yang lain," lanjutnya.

°°°

"Galen!!"

Look At Me [END!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang