Prolog

22.4K 269 1
                                    

Aku bertemu dengannya pertama kali sekitar tiga, atau empat tahun lalu.

Roberto Mancini adalah sosok yang paling gagah di antara saudara-saudara lelaki ayah tiriku. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama saat dia berjalan melintasi halaman samping rumah baru kami sambil mengaitkan dua butir kancing jas desainer mahal yang dikenakannya. Jasnya berwarna abu-abu keperakan, tanpa dasi. Rambutnya yang berwarna cokelat tebal disisir ke belakang, sebuah kacamata hitam bertengger di batang hidung bangirnya. Tatanan rambut wajahnya demikian rapi, begitu pas dengan bentuk bibirnya yang agak tebal di bagian bawah. Semua orang menyapanya dengan hangat. Roberto Mancini terus tersenyum sambil sesekali menjabat tangan atau melambai kepada sanak saudara yang menyapanya. Dalam bayanganku, dia seperti sedang ber-slow motion seperti adegan-adegan dalam film Hollywood untuk mengesankan penonton. Bentuk tubuhnya sangat sempurna, tinggi dan ramping. Suaranya berat, tapi merdu dan seksi. Tawanya berkelas, bicaranya tak banyak.

Baki berisi tequila di tanganku nyaris oleng saat itu. Dia benar-benar mengguncangkan dunia imajinasi masa remajaku. Kehadiran Roberto Mancini di pernikahan kedua ibuku dengan kakak lelakinya membuatku sadar bahwa calon ayah tiriku juga sangat tampan. Selama ini aku hanya melihatnya sebagai seorang pria Italia mesum yang memacari ibuku setelah dia mengalami perceraian yang sangat berat. Ibuku tergila-gila padanya, demikian juga sebaliknya. Roberto Mancini adalah alasan keduaku merasa bersyukur setelah keluarga kecil kami berantakan. Alasan pertamaku tentu karena Antonio membuat ibuku jauh lebih bahagia dari sebelum-sebelumnya.

Siang itu aku mendengar dan melihat begitu banyak hal mengenai Roberto Mancini yang membuatku merasa sosoknya tak tergapai. Roberto Mancini sangat tampan. Roberto Mancini pengusaha muda yang sangat ulet dan sukses. Roberto Mancini digilai perempuan-perempuan seksi. Roberto Mancini mengenakan jas desainer seharga puluhan ribu dolar. Roberto Mancini mengendarai Jaguar. Roberto Mancini tidak sekalipun melirikku. Roberto Mancini mengelus puncak kepalaku dan memberiku seratus dolar saat ibu memperkenalkanku sebagai putrinya. Roberto Mancini memandangku seperti ia memandang keponakannya yang baru berusia dua belas tahun yang dipeluk dan diputarnya ke udara, padahal usiaku saat itu sudah enam belas tahun. Kukira Roberto Mancini main mata denganku di tepi kolam renang sebelum aku menoleh ke belakang dan mendapati GInger dalam bikini merah sedang menjilati jari menggodanya. Malamnya, mereka menghilang berdua sebelum makan malam berakhir.

Sejak itu sampai tiga, atau empat tahun kemudian, aku tak pernah lagi melihat Roberto Mancini di manapun. DI setiap acara keluarga Mancini yang kuhadiri, Roberto Mancini selalu sedang berada di belahan dunia lain yang tak memungkinkannya untuk hadir. Antonio sering memarahinya di telepon gara-gara itu. Sebagai orang Italia, menurut Antonio, keluarga harus jadi prioritas utama. Uang yang kedua.

Hal-hal yang kuketahui tentang Roberto Mancini hanya sebatas itu. Lama kelamaan, sosoknya mulai mengabur dari keterpukauanku sebagai remaja. Dia hanya menjadi satu-satunya anggota keluarga ayah tiriku yang melewatkan Natal, pesta pernikahan, pesta ulang tahun dan pesta-pesta lainnya yang kadang bahkan membuat kami harus menempuh perjalanan jauh ke Italian untuk menghadirinya. Hingga suatu hari, saat aku tumbuh dewasa, Roberto Mancini kembali hadir dalam hidupku.

Dia bukan hanya kembali hadir, dia memberiku pengalaman tak terlupakan mengenai menjadi wanita dewasa, melumuriku dengan hasrat dan gairah, serta panasnya bara asmara....

Beautiful DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang