Aku begitu ngeri mendengar nada bicaranya saat itu. Ia terdengar begitu serius. Apa yang akan dilakukannya kepadaku? Aku penasaran. Lengannya yang menekan dadaku kencang terasa hangat, aku bisa merasakan nadinya berdenyut di puncak payudaraku yang tergencet. Paman seperti apa yang memperlakukan keponakannya seperti ini? Memangnya salahku kalau kekasihnya berpikir yang tidak-tidak? Mungkin dia sudah terlalu sering berselingkuh, makanya perempuan itu langsung curiga dan meninggalkannya. Bukan salahku.
Aaah.... Tubuhku seketika lemas. Roberto Mancini mengulum daun telingaku dan mengembuskan napas panasnya hingga seluruh tulangku seperti akan meleleh. Aku mendesah lemas, lengannya yang mendekapku erat menopang tubuhku sementara kedua lututku seperti akan lepas. Tubuhku terasa sangat aneh. Aliran darahku berdesir hangat. Panas. Kaki kanan Roberto Mancini membelah kedua kakiku sehingga aku tak bisa melindungi bagian intimku yang hanya ditutup kain cawat mungil berwarna hitam. Kedua tanganku terkulai di sisi-sisi tubuhku. Roberto Mancini mengerang, lengannya bergerak di atas dadaku, menggesek-gesek payudaraku.
"Hmmmhhh," desahnya, menghidu rambutku. Kaki kanannya yang berada di antara kedua kakiku perlahan bergerak maju, kemudian ditariknya mundur. Celana bikiniku tertarik ke belakang. Secara refleks agar kain mungil itu tidak ikut lucut bersama gesekan pahanya, pinggulku bergoyang mengikuti gerakan kakinya.
"Anak pintar," bisik pamanku itu, rambut-rambut halus di tepi rahangnya memarut rahangku. "Kau bahkan tidak melawan."
Dadaku berdegup begitu kencang.
Bagaimana mungkin aku melawan? Otakku sekarang ini terasa lumpuh, tubuhku hanya bereaksi karena menerima rangsangan dari gerakan kakinya. Pinggulku terus bergesekan dengan pahanya, sesuatu di antara kakiku terasa semakin lembab. Oh, aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Kulit kami bahkan tidak bersentuhan, tapi aku merasakan gejolak yang teramat panas dan menggelora.
Dulu saat Jaime melakukan pendekatan padaku sewaktu aku masih duduk di kelas 10, dia menggesekkan tangannya di luar celana dalamku sambil menciumi bibirku, tapi rasanya tidak seperti ini. Gesekan Jaime terasa kasar dan membuatku tak nyaman, lantas aku menolak saat ia hendak menyelipkan jarinya ke balik celana dalamku.
Gesekan paha Roberto Mancini, sebaliknya, terasa lembut namun penuh tekanan. Aku menyandarkan tengkorak kepalaku di pundaknya, dadaku membusung dalam dekapan lengannya. Seiring bertambahnya kecepatan gesekan paha Roberto Mancini, desahan yang lolos dari mulutku terdengar makin kuat meski aku menahannya. Rasa perih sewaktu area selangkanganku bergesekan dengan bahan celananya membuatku merintih, tapi pinggulku tak mau berhenti bergoyang.
"Kau suka?" Roberto Mancini bertanya.
Aku menoleh di pundaknya, memejam merasakan embusan napas panasnya yang menguarkan aroma cerutu dan anggur menelusup ke dalam rongga mulutku. Mulutnya yang membuka dan seksi membayangi bibirku seperti akan mengajakku berciuman. Aku membuka mulutku, berharap, tapi Roberto Mancini mengalihkan tatapan dan wajahnya ke bawah. Ke bagian tubuhku yang paling ia kacaukan.
"Uhhhh," desahnya tertahan. "Reaksmu benar-benar amatiran," cemoohnya. "Tapi justru ini yang menarik, bukan?"
Aku menatapnya tak paham.
Roberto Mancini menyentuh tangan kananku yang terkulai di sisi pinggangnya, kemudian membimbingnya meraba sendiri perutku yang pipih. Dia mennggesernya turun menekan tulang kemaluanku, dan menyelipkannya ke balik celana bikini yang sekarang hanya sedikit menutup area kewanitaanku karena terus menerus tergeser ke belakang bersama pahanya. Tangan Roberto Mancini menelusup ke baliknya bersama tanganku, tapi jemariku sendirilah yang meraba hingga ke bagian yang masih tertutup segitiga mungil berwarna hitam itu. Roberto Mancini menekan-nekan jemariku di bawah sana. Jemariku menekan-nekan inti diriku yang paling mudah tergapai sedangkan bagian bawahnya terus tergosok paha Roberto Mancini. Darah seakan mengalir ke bawah dengan cepat, leherku mendongak semakin jauh. Adik ayah tiriku itu mengisap bahuku kuat dengan bibir dan lidahnya, lengannya masih mendekap dan menggencet sepasang payudaraku, sementara tangannya yang lain tak mau melepaskan arahannya pada jemariku yang sedang belajar bahwa ada satu titik di dalam diriku yang jika disentuh dengan sungguh-sungguh bisa menghasilkan perasaan seperti ini. Aku hampir membuncah. Bibirku mencari bibirnya, tapi Roberto Mancini tak mau menciumnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/308237477-288-k372811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Disaster
RomanceNina terpikat pada pamannya yang berasal dari Italia. Dia mengira, rahasia itu akan dibawanya sampai mati. Siapa sangka, Senor Mancini memiliki perasaan yang sama dengannya?