Roberto Mancini mengataiku montok.
Aku sampai harus menangkup kedua belah buah dadaku sendiri dan memutarnya pelan sambil menunduk memandanginya. Sejak kapan, sih, aku jadi montok? Perasaan beberapa waktu lalu aku masih mendapat predikat tepos dari teman-teman sekolahku sehingga kata itu terus terpatri dalam benakku. Nanina Baker si Tepos. Nanina Mancini tidak enak ditunggangi, bokongnya tepos, aku pernah mendengar beberapa anak laki-laki di sekolah mengataiku begitu setelah aku menolak Julian Adams. Aku memiringkan tubuhku dan memandangi pantulan bagian belakangku di kaca jendela mobil. Montok. Pantas jumpsuit yang kubeli tahun lalu sering sekali menyelip di belahan bokongku, aku tak menyadari perubahan tubuhku sendiri saat aku beranjak menuju legal age-ku. Usia legal untuk berhubungan seksual.
Seketika, penis Roberto Mancini kembali menari-nari di kepalaku.
Roberto Mancini sedang berdiri di dapur sambil mengutak-atik ponselnya. Pantatnya bersandar di tepi meja makan di mana ia meletakkan anggur oleh-olehnya untuk ayahku dan sebuah kotak tak seberapa besar dengan pita berwarna lavender. Aku agak berharap itu buatku. Hadiah legal age-ku dari Roberto Mancini. Apa yang dibelikannya untukku? Sesuatu yang nakal? Atau yang standar-standar saja seperti bikini dari Antonio? Aku berniat diam-diam melewati ambang pintu dapur menuju kamarku di lantai dua untuk menghindari percakapan dengannya ketika ia menoleh. Dia menyimpan ponselnya dan berjalan mendekatiku sesudah menyahut bungkusan kecil di atas meja.
"Untukmu," katanya, mengasongkan kotak itu padaku.
Aku bergeming memandangi kotak di tangannya. Dia benar-benar memberiku hadiah, mukaku panas karena malu.
Roberto Mancini mengerutkan alis tebalnya sambil terus mengulurkan kotak yang katanya untukku. Karena aku malah diam saja, kotak itu semakin didorongnya hingga menabrak dada kananku. Aku terkejut, tapi tepian kotak di tangan Roberto Mancini sudah lebih dulu menyodok puncak payudaraku yang entah sejak kapan tercetak sangat jelas di balik kutang hitamku. Dengan senyum miring, kotak yang menyentuh bagian bawah putingku itu justru disentaknya naik hingga aku mundur semakin kaget dan refleks melindungi bagian tubuhku tersebut. Jantungku seperti akan meledak, aku meringis, putingku terasa nyeri, tapi enak.
"Kenapa bengong?" tanyanya tanpa merasa bersalah. "Tak ingin hadiahmu?"
Aku berniat menyambar kotakku, tapi Roberto Mancini ternyata menggodaku. Dia menarik kotaknya, "Kau sudah punya pacar?"
Aku menggeleng.
"Sama kalau begitu," dia bilang.
Hah? Sama? Lalu siapa perempuan yang disodoknya sampai menjerit-jerit keenakan itu? Oh... ayolah, Nina. Dia pria dewasa, usianya sudah kepala 3. Tentunya kalau dia tidak menikah, bukan berarti dia tidak memuaskan kebutuhannya dengan cara apa saja. Apalagi... penis sebesar itu... sial, tenggorokanku tiba-tiba terasa kering.
"Tapi kau sudah melewatkan legal age-mu dengan bersenang-senang, bukan?" dia bertanya lagi. "Tidak punya pacar... bukan berarti tidak berhubungan seksual pada usia sakralmu, kan?"
"A—aku belum...."
"Belum?!"
Aku menggeleng.
Roberto Mancini tertawa mengejek. Dia menggigit buku jari telunjuknya agar tawanya tidak lepas terlalu kencang, kemudian dia memandangiku sambil menggigit lebih kuat. Alisnya menukik, kepalanya meneleng ke kanan, ke kiri, pandangannya mengawasiku dari ujung rambut hingga kaki. Aku terdiam gugup saat dia melangkah pelan mengitariku. Darahku berdesir sewaktu kedua sisi bahuku diremasnya lembut, tapi penuh tekanan. "Apa yang salah denganmu?" bisiknya di telingaku. "Kalau kau bukan anak tiri kakakku... hmmmfh...!"
Aku menggoyangkan bahuku risih. Meski aku menyukainya, aku tak tahan menerima perlakuan cenderung cabul itu, "Aku mau naik dulu," kataku.
"Hey," cegahnya. Kotak tadi disodorkannya lagi. Aku sempat ragu, tapi kali ini dia benar-benar membiarkannya. "Apa kau bilang ke Antonio apa yang kau lihat di rumahku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Disaster
Любовные романыNina terpikat pada pamannya yang berasal dari Italia. Dia mengira, rahasia itu akan dibawanya sampai mati. Siapa sangka, Senor Mancini memiliki perasaan yang sama dengannya?