10

13.2K 61 4
                                    

Aku turun dari taksi.

Meskipun rumah Roberto Mancini bisa kuakses dengan bersepeda, tapi kali ini aku membawa sebuah kopor dan ransel berisi keperluanku selama orang tua gilaku mengirimku tinggal bersama playboy yang sudah melecehkanku itu. Aku tidak punya alasan untuk menolak, aku takut Roberto Mancini akan berbuat lebih kejam kalau aku mengadu, atau membuat-buat alasan. Dasar Antonio ayah tiri yang bejat, dia kan kakak kandung Roberto Mancini, masa dia tidak tahu kelakukan adik lelakinya? Masa selama 35 tahun menjadi kakaknya, dia tak tahu Roberto Mancini suka meniduri sekretaris pribadinya?

Bagaimana aku sendiri bisa tahu? Nggak perlu jadi jenius untuk tahu. Nancy yang siang itu disodoknya adalah sekretaris pribadinya juga, kan? Aku curiga Antonio dan ibuku ingin mendominasi rumah berduaan saja. Mungkin mereka juga akan menyuruh para pengurus rumah kami tinggal di tempat terpisah supaya mereka bisa bercinta di setiap sudut seperti pasangan muda kasmaran. Astaga... mereka sudah tua-tua! Jangan sampai pulang-pulang ibuku mengandung. Aku sudah mewanti-wanti, aku tak mau punya adik di usia segini.

Koporku sudah lebih dulu diturunkan saat sopir taksi kembali ke belakang kemudi. Aku membayarnya lebih karena tak enak dengan jarak tempuhnya yang demikian singkat. Begitu aku melangkah keluar dan menutup pintunya, mesin taksi menderu meninggalkanku. Aku memekik, sama sekali tak menyadari ujung kemeja flanelku terjepit pintu. Kemeja itu terjambret dari tubuhku, tapi si sopir taksi terus mengebut. "Dasar brengsek!" jeritku. Sepanjang perjalanan tadi dia menyumpal kupingnya dengan earphone dan mengunyah permen karet. Pasti dia tak mendengarkan jeritanku.

Aku sibuk menutupi tubuhku yang saat ini hanya tertutup sport bra dan sebuah celana denim mungil yang bahkan tak bisa menutupi keseluruhan bokongku. Sialan. Aku sengaja memakai kemeja kebesaran tadi untuk menutupinya! Ibu menyuruhku mengenakan celana panjang yang sopan untuk menemui bos baruku, tapi gila saja! Ini siang bolong di musim panas terpanas sepanjang sejarah, dagingku bisa meleleh!

Apa yang akan dipikirkan Roberto Mancini kalau dia melihatku mengenakan pakaian begini? Pipiku memanas membayangkan adegan yang setiap malam sejak dia meninggalkan kami tak pernah bisa kuusir dari benakku. Jejak-jejak sentuhan Roberto Mancini masih begitu jelas terasa. Setiap kali rekaman kejadian itu terputar di kepalaku, darahku seakan bergolak. Aku selalu baru bisa tidur setelah membasahi liang kewanitaanku dengan ludahku sendiri, menggosoknya hingga aku puas, tapi sejujurnya aku tidak merasa terpuaskan seperti ketika Roberto Mancini memenuhi liang surgaku dengan lidahnya.

Roberto Mancini keparat! Dia sudah merusakku dan sepertinya sama sekali tidak merasa berdosa. Dia tak pernah menelepon kami sesudahnya, apalagi menghubungiku. Ibu memberiku nomornya untuk bertanya apa saja yang harus kubawa, tapi dia hanya membaca pesanku tanpa membalasnya. Dia baru membalas ketika Antonio yang menghubunginya. Katanya aku tak perlu membawa apa-apa. Entah mengapa, aku merasa jawabannya sangat cabul. Dia seolah menyuruhku datang padanya dalam keadaan bugil tanpa membawa apa-apa. Tentu saja itu hanya bayanganku saja. Maksudnya, dia akan mengurusku dan aku tak perlu repot memusingkan apa yang harus kubawa.

Untung sekali, seperti lingkungan rumah kami, hunian Roberto Mancini yang lebih mewah tak jauh berbeda. Tak ada orang berlalu lalang di jalan siang hari bolong begini. Semua istri pengusaha sedang ke salon atau belanja, anak-anak mereka menghabiskan waktu berlibur ke negara yang sejuk, dan para pembantu memanfaatkan fasilitas mewah di dalam rumah. Meski demikian, aku tetap menyeret koporku dengan terburu-buru.

Tak ingin memencet bel dan menemuinya dalam keadaan seperti ini, aku mengambil rute lewat samping seperti sebelumnya. Aku mencoba memasuki bilik-bilik bilas di sekitar kolam renang, sialnya semua terkunci. Bagaimana ini? Aku butuh ruangan untuk membuka kopor besarku. Aku mulai pucat, bagaimana kalau dia melihatku dalam keadaan seperti ini? Dia bisa berpikir aku sedang menggodanya. Aku seakan bisa membaca jalan pikiran otak kotornya.

Beautiful DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang