DUA

114 15 1
                                    

"Gila lu, Ren, ini MOS paling nggak ada gregetnya!" gerutu Pashandra ketika mendapati Moreno duduk di sebelahnya.

Moreno menaruh segelas es teh dan semangkuk bakso di meja. Suasana kantin sangat ramai, sehingga meja khusus gengnya terpaksa diduduki oleh orang-orang yang bukan anggota geng itu. Kantin tidak akan seramai itu jika Moreno tidak mengubah aturan MOS tahun lalu.

Si ketua OSIS itu mengizinkan angkatan anak baru untuk makan di kantin dan membawa bekal dari rumah. Padahal tahun-tahun sebelumnya hal itu dilarang. Sayangnya, Moreno tidak ada kehendak dalam hal itu. Ibunya, ketua komite di sekolah itu mengingatkannya untuk tidak melakukan kekerasan pada masa orientasi siswa.

Kalau ibunya yang bilang, Moreno tak berani membantah. Dia sangat menyayangi ibunya. Sejak ayahnya meninggalkan mereka saat Moreno masih kecil, ibunyalah yang membanting tulang dan menjaga putra sematawayangnya. Dan sampai Moreno berumur tujuh belas, ibunya tak berniat untuk menikah lagi. Karena dia tahu, itu melukai hati Moreno yang sangat menyayangi ibunya.

Moreno selalu menurut pada ibunya, kecuali kalau ibunya menasihatinya, "Jangan berkelahi lagi, Moreno.". Tak ada yang bisa menghalanginya untuk berbuat nakal. Setiap ibunya berkata seperti itu, Moreno menjawab, "Dulu Papa juga bandel kan, Ma?", kalau sudah begitu ibunya hanya menghela nafas saja.

Moreno tidak menyesal mengikuti kata-kata ibunya. Dengan hilangnya aturan itu, dia bisa melihat Abel yang duduk tak jauh darinya, sedang memakan semangkuk bakso yang sama seperti dirinya.

"Nggak ada gregetnya gimana?" tanya Moreno berlagak bodoh. Matanya terus menatap Abel yang duduk menyebranginya.

"Apaan nih, masa angkatan baru bisa makan di kantin, di hari pertama pula!" sembur Adrian.

Moreno hendak menjawab jika tidak ada yang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Karina, kekasihnya selama dua tahun terakhir ini.

Karina adalah cewek populer di sekolah itu. Memiliki rambut merah kecoklatan, kulit yang putih mulus, dan selalu memakai seragam yang ketat. Moreno tidak bisa membiarkan gadis cantik manapun tidak menjadi kekasihnya.

"Hey."

Kalau sudah ada Karina di situ, teman-teman Moreno menyingkir. Seolah memberi tempat privasi pada mereka. Seolah-olah Moreno adalah raja, dan Karina adalah ratunya.

Moreno mengeluh. Yah, karena Karina duduk di sebelahnya, dia tidak bisa seenaknya mencuri-curi pandang pada Abel. Huh.

"Kau masih marah sama aku, Ren?"

Selama liburan kemarin, Moreno tidak menjawab telepon maupun email dari gadis itu. Moreno kesal, melihat foto-foto Karina bersama cowok lain di Friendster. Dan Karina sama sekali tidak menjelaskan hal itu di email-nya.

Moreno mendengus.

"Kau terlalu lama di Monaco," jawab Moreno dingin. Dia menghabiskan baksonya. "Siapa cowok yang ada di Friendster kau, Kar?"

Karina mengerutkan kening. "Cowok? Friendster?"

"Iya, cowok. Foto di Pantai Larvotto. Itu selingkuhan kau?"

Awalnya gadis itu bingung, lalu ketika mendengar kalimat Moreno lebih lengkap dia langsung tertawa. Membuat mata Moreno menyipit.

"Maksudmu, Philip?" Karina mengulum senyum. "Dia kan adikku, Ren. Mengapa kau jadi seperti ini? Bukankah kau yang bilang dari awal, kalau hubungan ini hanya untuk bersenang-senang? Bukan begitu, Ren?"

"Ya, aku baru ingat." Moreno jadi teringat perjanjiannya dua tahun lalu. Dia meminta Karina sebagai kekasihnya, dan Karina menerimanya jika Moreno hanya menganggap hubungan itu hanya berjalan selama mereka sekolah di Sekolah Bangsa Perdana. Setelah mereka lulus, mereka harus berpisah. Dan Moreno sama sekali tidak keberatan. Toh nanti saat kuliah dia akan menemukan gadis yang lebih cantik daripada Karina.

Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak DirekturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang