SEPULUH

97 15 4
                                    

Abel kembali ke topik yang membuatnya menemui Alex atau Moreno, persetan. Dia tidak peduli. Disodorkannya pria itu selembar surat utang. Pria itu hanya melihat sekilas dan terlihat tidak tertarik. "Apakah kau bisa....."

"Membantu melunasi utang kakakmu? Apakah menurutmu ada orang yang bisa memberikan uang cuma-cuma?

"Kalau begitu saya datang sia-sia, Kak Moreno."

Kini Moreno menatapnya dengan tajam. Kak Moreno. Terakhir kali Moreno mendengarnya saat di pemakaman Satria. Setelah itu, dia tidak pernah bertemu apalagi berbicara dengan Abel. Entahlah, ada keengganan dalam hati Moreno untuk mendekati Abel ketika sepuluh tahun lalu. Setiap dia berusaha untuk membuat komunikasi dengan Abel, yang terbayang di benaknya adalah wajah Satria yang bersimbah darah.

Sepuluh tahun berlalu. Moreno bahkan nyaris lupa dia pernah menyebabkan kematian seseorang. Namun selama sepuluh tahun itu Moreno tidak pernah sekalipun lupa dengan Abel. Begitu dia mendengar Abel pindah ke Prancis, Moreno belajar dengan tekun agar dia bisa cepat mendapat pekerjaan dan menyusul Abel ke sana.

Moreno bukannya tidak mampu. Keluarganya sangat kaya. Tetapi syarat dari kakeknya tidak mudah. Kakeknya akan merekrutnya sebagai wakil direktur di perusahaan rokoknya jika Moreno bisa mendapat gelar sarjana MBA-nya.

Setelah lulus kuliah dan bekerja di perusahaan kakeknya, Moreno memutuskan untuk ke Prancis. Fokusnya beralih, dari ingin mencari Abel, malah menemukan tempat yang menurutnya adalah surga dunia. Tempat perjudian.

Dia tahu, dari remaja dia sudah ditakdirkan menjadi bajingan. Tempat perjudian itu menjadi sarang dia berlibur dua tahun belakangan ini. Judi bukan hanya nikmat, tetapi untuk Moreno yang pandai bermain kartu, itu adalah keuntungan yang besar baginya.

Tempat perjudian mengalihkan dirinya dari misinya. Dia lupa mencari Abel. Sampai dia tahu siapa adik dari pemilik kasino tempatnya berjudi.

"Tidak ada keuntungan untukku kan jika saya menuruti permintaan kakakmu, Abel?" tanya Moreno.

"Saya bisa memberikan apapun yang Kak Moreno mau, Charles pasti juga setuju," sahut Abel bersikeras. "Untuk saat ini tolonglah dia? Dia bilang, hanya Alex yang bisa dia percaya, dan punya kemampuan untuk membantunya. Aku akan bantu melunasi utangnya, tapi kalau bisa, bunganya jangan tinggi-tinggi."

"Asal kau tahu, uang tidak bisa membeli saya, Abel. Dan saya tidak tertarik untuk bermain poker untuk beberapa bulan ini. Ada yang lebih baik daripada itu." Dan itu kau.

"Lalu apa yang Kak Moreno mau?"

"Apa pekerjaanmu sekarang? Artis?"

Abel menyipitkan matanya. Dalam hati ingin tertawa. Artis? Abel tidak memiliki bakat menjadi artis. Dia tak bisa melakukan apa-apa yang berkaitan dengan seni. Dia kemudian menggeleng. "Tidak."

"Lalu?"

"Saya pengusaha kedai kue di Paris."

"Biar kutebak. Couche Gâteaux Boutique itu kedaimu?"

"Ya, dan kali ini saya tidak terkejut. Charles sering mengajak rekan-rekan kerjanya ke kedaiku. Ya... Kak Moreno pasti pernah ke sana."

"Ya, Charles cukup aneh dalam hal menjamu rekannya. Dia tidak mengajakku minum di bar melainkan di kedai kue. Tetapi, Abel..." Moreno diam sesaat, lalu melanjutkan, "Oke, saya pertimbangkan permintaanmu. Sekarang kau boleh meninggalkan rumah saya."

"Terima kasih," kata Abel. "Bisakah Kak Moreno meminta pembantu Kakak untuk memanggilkan taksi?"

"Apa kau tidak tahu gunanya handphone?" sahut Moreno nyinyir. "Kau bisa jauh-jauh dari Paris ke sini, masa memanggil taksi tidak bisa? Sudah ada aplikasinya lho sekarang."

Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak DirekturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang