Banyak anak laki-laki, yang berkumpul di lapangan sekolahnya. Dari wajahnya, sepertinya mereka bukan anak Sekolah Bangsa Perdana. Saat itu juga, Moreno dan kawan-kawannya menghambur ke mereka dan Abel terpaksa menonton sesuatu yang ditakutinya.
Di sekolahnya terjadi tawuran. Di tangan Moreno dan kawan-kawannya terdapat celurit, sementara kelompok lawannya memegang golok. Ya Allah.. apalah bedanya dua jenis alat tajam itu.
Abel mengkhawatirkan Satria. Satria pasti rapat di masjid, dan jalan menuju masjid melewati lapangan sekolah. Abel berlari ke lapangan, mencari Satria. Namun bukan Satria yang dia dapat.
Jumlah mereka terlalu banyak sampai Abel tidak bisa bernapas dan tubuhnya terombang-ambing. Dia terjatuh.
Tidak ada yang menyadari keberadaannya di sana. Dia terinjak-injak. Tetapi dia merasa sedikit bersyukur. Karena jika ada yang tahu dirinya ada di sana, mungkin dia akan ikutan dibacok seperti.....Moreno.
Tiba-tiba saja Moreno terhampar di depannya, menghalangi Abel diserang musuh. Akibatnya, pinggang belakangnya terhujam oleh golok.
Melihat si ketua geng tunggang lunggang di tanah, musuhnya tertawa dan menghentikan perkelahian. Orang yang menusuknya segera menarik golok dari pinggang belakangnya. Sakit sekali.
Anak buah si ketua geng tentu tidak membiarkan hal itu terjadi. Enak saja. Jika tujuannya adalah Moreno, mereka harus berhadapan dengan semua anggota geng Rebellious.
Sayang sekali, saat geng Rebellious hendak melanjutkan perkelahian, semua guru sudah ada di lapangan dan tak lama kemudian terdengar suara sirine polisi.
Sementara Abel.... Dia menatap wajah Moreno kesakitan di depannya. Abel tidak tahu harus berbuat apa. Tuhan, tidak, jangan biarkan kakak kelasnya itu mati karena menyelamatkannya.
**
Moreno memang orang gila, pikir Abel.
Di saat polisi datang, Moreno meminta Abel untuk memapahnya ke belakang sekolah, tempat pesuruh sekolah tinggal. Pemuda itu juga meminta Abel untuk menahan darah di punggungnya.
Abel cangggung. Dia tak pernah menyentuh laki-laki, tapi ketika disadarinya Moreno dalam keadaan sakit, dia mengangguk. Sambil merangkul Moreno, tangannya menekan bagian belakang Moreno. Sempat didengarnya pemuda itu menggeram kesakitan karena Abel terlalu keras menahan darahnya.
Sementara semua orang di lapangan menghabiskan tiga puluh detik terakhir untuk kabur, dan gagal, Moreno justru dengan cepat berjalan ke belakang sekolah. Abel baru tahu, Moreno memiliki bakat menjadi tak terlihat. Tak ada orang yang menyadari dia pergi.
Moreno meminta Abel untuk mengambil kunci yang ada di kantongnya. Awalnya Abel enggan sebab dia masih tak berani memegang Moreno, namun mendengar nada ancaman Moreno dia tidak berani.
"Lo nggak ngambil, artinya kita sama-sama abisin waktu beberapa hari di penjara!"
Abel tidak langsung menurut. Matanya turun ke belakang, di mana dia melihat jejak darah yang keluar dari punggung Moreno. Dilihatnya tangannya sendiri yang merah karena darah.
"Kak, Kakak harus ke rumah sakit," kata Abel khawatir. "Darahnya banyak sekali..."
Tentu saja Abel tidak ingin masuk penjara. Niatnya tadi kan ingin menolong Satria. Tidak ada yang menyuruh Moreno untuk menyelamatkannya, kan?
"Nggak! Nanti kalau kita keluar gerbang, kita digeret ke kantor polisi. Lo mau?!" bentak Moreno.
Abel menggeleng cepat. Di depan mereka ada pintu yang terkunci. Terpaksa Abel melakukan yang diperintah Moreno. Mengambil kunci di kantong celana pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Abel | Prequel Ketidaksetiaan Pak Direktur
RomanceMoreno Danishwara melakukan apa saja agar dia bisa mendapatkan hati adik kelasnya, tidak terkecuali menyingkirkan adiknya sendiri. - PREQUEL KETIDAKSETIAAN PAK DIREKTUR -