"Lo nggak bisa pergi gitu aja." Jeje masih berusaha menahan keinginan kuat Rose yang akan meninggalkan kota ini tanpa sepatah kata pada sahabat-sahabatnya.
Sekeras usaha Jeje memohon, sekeras itu pula Rose menolak mentah-mentah. Jeje bahkan akan diantar pulang oleh Rose saat ini. Dia yang mengemasi barang-barang Jeje sebab Jeje enggan beranjak. Jeje menahan tangis sejak tadi, acapkali air matanya turun, dia segera menghapusnya. Jeje pantang menangis di depan Rose, sebab menangis pun tidak mengubah keputusan Rose.
"Jelasin ke gue setidaknya!" Jeje berteriak emosi.
"Gue nggak punya waktu buat itu, Jeje."
"Keterlaluan."
"Terserah lo mau nyebut gue apa. Tapi ayo, gue anter lo pulang. Gue juga bakal minta maaf sama orangtua lo karena situasi yang mendadak gini. Gue sayang lo Je, sorry gue nggak bisa jelasin apa-apa." Rose memaksakan senyumnya seraya menarik Jeje agar keluar bersamanya.
Koper itu Rose masukkan ke dalam mobil juga barang-barang penting Jeje lainnya. "Di anter ke alamat ini ya Pak. Saya sama temen saya ngiring di belakang."
"Baik Mbak."
***
"Lo nggak akan pergi kemana-mana."
"No."
"You are not going anywhere, Choi."
"Lo nggak bisa nahan gue, Minghao."
Minghao menggeleng. "Lo tolol kalo ngira gue bakal lepasin lo." Cowok itu mempunyai netra yang teduh namun di saat yang bersamaan tajam dan mematikan, namun malam ini, Rose tidak melihat tatap teduhnya, atau tatap tajam dan mematikannya, melainkan tatapan putus asa dan terluka. Lebih dari itu, netra sehitam jelaganya memerah.
Kita semua tahu, Rose adalah kelemahan terbesarnya.
"Please." Minghao memohon.
Memejamkan mata menahan agar tidak goyah, lagi-lagi Rose menggeleng. "Gue udah kasih tahu lo alasan kenapa gue nggak bisa sama lo, Hao. It's time for you to leave me."
Minghao maju, dia meraih kedua tangan Rose. "Itu nggak lantas jadi alasan gue harus ninggalin lo."
Gadis itu memaksakan senyum. "Leave now."
"Kenapa tiba-tiba, Roseanne? Gue ada salah apa? Kita semua punya salah apa? Jelasin ke gue alasan yang bikin lo mau ninggalin gue." ucap Minghao sarat akan nada permohonan. "Anggia ganggu lo lagi? Atau mantan Jaehyun? Atau siapa Choi? Tell me."
Kepala Rose menggeleng.
"Kalau gitu, kenapa?"
Tanya itu Rose biarkan menggantung seiring dia melepaskan diri dari Minghao dan berjalan masuk ke kamar. Rose menutup dan mengunci pintu. Minghao yang berdiri diluar-nya menghela nafas.
"Gue nggak akan pergi, Roseanne."
God.
Gimana Rose akan pergi kalau Minghao bersikeras stay di rumahnya?
***
"Sayang," itu suara Mingyu, dia mengetuk pintu beberapa kali. "Sarapannya."
Sudah satu Minggu lebih Amítíe berada di rumah Rose. Mereka seolah bekerja paruh waktu untuk memastikan Rose tidak punya kesempatan pergi. Dan satu Minggu pula, Rose memutar otak bagaimana cara mengusir mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amìtìe Two
Fanfiction97 line bersama satu-satunya cewek yang mereka... apakan ya? Semua hal yang diinginkan cewek deh. [070722] #1 - Rose