15 : Ikatan Keluarga

1.4K 166 24
                                    

(Melissa pov)

"Lily was a little girl, afraid of the big wide world... "

Aku bernyanyi untuk mengusir sepi sambil menjahit baju untukku. Sejak ayah dan ibuku meninggal aku memang tinggal seorang diri dan mengurus semua keperluanku sendiri.

"Follow everywhere I go, top over the mountains or valley low.. Give you everything you've been dreaming of... Just let me in, ooh.. Everything you want in gold, I'll be the magic story you've been told... And you'll be safe under my control... Just let me in, ooh..."

"Breaking News dari House of Paxley, kami sampaikan berita duka cita"

Aku berhenti bernyanyi ketika terdengar suara dari radio bututku.

"Kami sampaikan bahwa Duke of Paxley telah wafat di usia 48 tahun. Namun yang lebih mengangetkan ternyata beliau tewas dibunuh oleh putra bungsunya sendiri, Gusion"

Guntingku berhenti di udara.

"Oleh karena itu, putra sulung Paxley, Aamon akan ditasbihkan jadi Duke sementara adiknya, sang penghianat dan pendosa, Gusion akan menerima hukuman pembuangan dan pengusiran seumur hidup. Serta tidak dianggap lagi bagian dari keluarga bangsawan Paxley"

Aku berdiri dari mesin jahitku lalu mematikan radio. Pandangan mataku teralih pada frame foto di samping radio bututku, fotoku bersama orang tuaku saat masih kecil. Aku meraihnya dan mengusapnya.

"Paxley... "

Aku bergumam dan membelai foto wajah ayahku, Vincenzo. Pria sederhana yang begitu menyayangi keluarga kecilnya.

Kami hidup bahagia hingga suatu hari ibuku meninggalkan kami untuk selamanya. Kesedihan mendalam membuat ayahku terpuruk hingga jatuh sakit. Namun sesaat sebelum ia meninggal ayah memberi tahuku suatu rahasia. Rahasia yang berkaitan erat dengan bekas luka di lehernya.

.
.

*

Beberapa hari kemudian.

Aku sedang berjalan sendirian di hutan setelah pulang dari kota untuk berbelanja.

Srekkk.

Aku berhenti berjalan saat mendengar suara ranting patah.

"Siapa itu? Keluar!" aku menyiapkan pisauku untuk berjaga-jaga dari orang jahat.

Terdengar tawa yang menyeramkan dan tak berapa lama ada 3 sosok berpakaian serba hitam keluar dari balik pepohonan lebat dan mengepungku. Mereka memakai topeng dan bersenjata tajam. Jelas bandit hutan.

"Haha.. Serahkan semua barang berhargamu pada kami jika kau tidak ingin mati!" ujar salah satu dari mereka. Aku mendelik kesal.

"Dasar bandit tolol! Untuk apa merampok gadis miskin sepertiku? Aku tidak punya uang atau barang berharga apapun yang layak untuk dirampok!" hardikku.

"Ohya? Hmm... Tapi kau masih muda dan... Tidak jelek" salah satu bandit memiringkan kepalanya menatapku dengan kurang ajar dari atas sampai bawah.

"Tinggal dipoles sedikit dan pasti laku dijual di rumah bordil"

Aku menggeram marah mendengar ucapan si bandit yang begitu kurang ajar sementara kedua temannya hanya terkekeh.

"Tapi sebelum dijual aku ingin mencicipinya dulu" saut bandit satunya yang memakai masker merah.

Aku mengumpat dalam hati dan diam-diam menyiapkan boneka santet ku.

"Ayolah manis ikut dengan kami ya... " ketiganya mendekat mendekatiku namun....

"Anjing! Bangsat!!" si masker merah berteriak kesakitan sambil memegangi kemaluannya yang terasa sakit bagai ditusuk ribuan jarum.

"Hey kau kenapa?" tanya kawannya bingung. "Aarrgggghhh!! Bangsat!!"

Ia memegangi kedua bola matanya yang tiba-tiba berdarah karena tertusuk jarum.

Bandit terakhir yang tampak paling muda ternganga ngeri ketakutan. Dia menatap kedua temannya yang berguling-guling di tanah memegangi mata dan alat vital mereka.

"S-siapa kau sebenarnya? Apa yang kau lakukan?!" tanyanya. Tangan dan lututnya bergetar. Sepertinya dia masih noob dalam dunia perbanditan. Kasihan. Mana masih muda.

Aku menyeringai dan menunjukkan bonekaku yang imut dan jarum yang siap kutusukkan di tubuhnya.

"Hey... Apa kau ingin tahu bagaimana rasanya jika ada jarum tertancap di tenggorokanmu hmm??? Membuatmu susah menelan makanan, minuman, berbicara, dan membuat tenggorokanmu terbakar di malam hari... Hihihi"

"Ti... Tidak! Ampun! Maafkan aku... Ampun!"

Si bandit muda mundur ketakutan dan akhirnya berlari tunggang langgang meninggalkan kedua rekannya.

"Astaga. Ada-ada saja" aku memungut ranselku dan meneruskan perjalanan. Tak peduli sama sekali pada kedua bandit itu yang sekarang terkapar pingsan di tengah hutan.

.

Aku tiba di rumah dan meletakkan ranselku. Aku mengeluarkan semua barang belanjaanku yang tak seberapa dan menyusunnya dengan rapi.

"Ahhh cape banget"

Aku berdiri dan meluruskan pinggang lalu menjawil handukku. Aku berjalan ke sungai untuk mandi. Tubuhku terasa penat setelah berjalan ke kota seharian tadi.

Aku bersiap turun ketika melihat sesuatu di tengah sungai.

Apa itu tungkul kayu? Oh shit. Itu manusia!

Ada orang tenggelam dan hanyut di sungai. Aku bergegas berenang menghampirinya dan menyelamatkan nya.

Aku meraih tubuh pemuda itu dan menaikkannya ke tepian dengan susah payah.

Dia tampak masih sangat muda, mungkin beberapa tahun lebih muda dariku. Tampan, rambut coklat, dan berkulit putih bersih bagai bangsawan.

"Hey bertahanlah!" aku memompa dadanya berusaha mengeluarkan air dari paru-parunya. Aku juga memberinya nafas buatan hingga akhirnya...

"Uhukkk" pemuda itu akhirnya tersadar dan mengeluarkan banyak air dari mulutnya.

"Kau tidak apa-apa?" aku bertanya dan ia hanya mengerang lemah sebagai jawaban. Dan saat itulah aku melihat bekas luka di lehernya. Bekas luka yang sama yang dimiliki ayahku.

.
.

TBC

✔️ For My Brother OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang