10 : Valentina Paxley

2.3K 188 24
                                    

Kami meningkatkan kewaspadaan selama beberapa hari berikutnya. Namun tak ada tanda-tanda kehadiran Natan ataupun Hayabusa lagi.

Hingga hari berganti Minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun.

Tak terasa akhirnya kakak selesai kuliah dan lulus dengan nilai cum laude. Aku ikut senang tentu. Namun hal itu juga membuatku sedikit sedih. Setelah lulus kuliah kakak akan kembali pulang ke rumah sementara aku masih harus menyelesaikan kuliahku.

Pasti akan sangat menyebalkan tinggal di apartemen ini hanya seorang diri tanpa kakak.

Huffh.

"Iya, baik ayah. Sudah semuanya"

Kakak sedang berbicara di telepon dengan ayah. Aku membantu membereskan koperku dan koper kakak. Kami akan pulang bersama ke rumah. Karena aku juga sedang libur kuliah.

"Ayah bicara apa?" tanyaku.

"Hanya memastikan semua baik-baik saja"

"Tak bisakah kakak menemaniku kuliah sampai selesai dulu, baru kita pulang bersama-sama?" gumamku sedih.

"Adik, aku juga inginnya seperti itu. Tapi kau tahu kan... Sebagai putra tertua aku dilahirkan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar"

"Tanggung jawab apa?"

"Sayang... " kakak mengusak rambutku gemas.

"Ayolah kau sudah dewasa kan. Tolong pahami posisiku.. "

"Ya ya ya" aku sedikit manyun sebal.

"Aku akan merindukan kakak"

"Apa kau sungguh mengira kakak tidak akan merindukanmu juga, hm?"

Kakak memelukku dari belakang dan mengecup pucuk kepalaku.

"Kakak janji akan sering-sering datang mengunjungimu untuk melepas rindu, oke?"

"Yeah oke... "

"Dan... " kakak mengedipkan matanya genit dan meremas pantatku.

"Untuk nge-cas kamu juga"

"Iih! Mesum!" aku merajuk manja dan mencubit pinggang kak Aamon. Kakak terkekeh.

"Sayang... Janji yah kamu ga akan dekat sama cowok lain selama kakak jauh dari kamu"

"Iya ya. Gusion mah orangnya setia kak. Kakak kali tuh yang buaya darat" aku memutar bola mataku malas.

"Awas aja kalau kakak balikan sama si cu-- kak Natan maksudnya. Atau sama yang lain. Hmph, kakak akan menyesal!" ancamku sungguh-sungguh.

"Hahaha... Nggak kok sayang. Di hatiku hanya ada kamu" gombal kakak.

"Mmhhh...?" aku mengangkat sebelah alisku padanya.

Kakak menggigit leherku sebagai jawaban.

"Kalau perlu aku tandain nih leher kamu buat nunjukin kamu itu milikku seutuhnya"

"Kakak pikir genre omegaverse" kilahku membuat Kakak tertawa ngakak.

**

Rumah keluarga Paxley.

"Aamon! Putra kebanggaanku! Selamat datang di rumah!"

Ayah merentangkan kedua tangan dan memeluk putra sulungnya.

"Ayah, aku pulang" senyum kakak sambil balas memeluk ayah.

"Bagus Nak! Ayah bangga padamu. Sekarang setelah kau lulus kuliah, kau akan siap menjadi kepala keluarga Paxley selanjutnya" ayah menepuk bahu kakak dan menggandeng tangannya masuk ke ruang makan dimana sudah tersedia banyak makanan untuk kami.

Aku mengikuti dari belakang dan duduk di kursi. Ayah terlalu sibuk dengan kakak sampai tidak ingat padaku. Hhhh

Yaudahlah. Namanya juga putra kesayangan.

Ada seseorang yang telah menunggu kami di meja makan. Sosok penyihir wanita dengan raut wajah datar. Cukup cantik sebenarnya jika bukan karena aura gelap yang terpancar dari manik hitamnya.

"Aamon, Gusion" si penyihir wanita berdiri dan mengangguk pada kami berdua.

Aku balas mengangguk dan duduk di kursiku. Bertanya-tanya dalam hati siapakah sebenarnya wanita ini.

"Anak-anak, kalian masih ingat? Ini bibi kalian, Valentina Paxley. Waktu kalian masih kecil dulu ia pergi mengikuti suaminya. Namun karena suatu hal ia sekarang kembali ke sini. Dan akan menjadi penyihir utama di House of Paxley"

"Oh... " aku berusaha mengingat sosok bibi Valentina dalam ingatan masa kecilku tapi aku tidak ingat sama sekali.

"Kau masih bayi saat aku meninggalkan House of Paxley, Gusion"

Aku tercengang dan menatap sosok sang penyihir. Apa dia bisa membaca pikiranku?

"Aku ingat bibi pernah mengajari trik magic saat aku masih kecil" ucap kak Aamon.

"Benar. Kau sudah tumbuh menjadi pemuda tampan dan gagah sekarang, Aamon"

Aku mengendikkan bahu dan memilih memakan makananku saja sambil mendengarkan ayah, bibi, dan kakakku mengobrol.

**

Kami menghabiskan liburan musim panas di rumah. Namun kakak disibukkan dengan berbagai pekerjaan baru yang ditugaskan ayah kepadanya karena sebentar lagi dia akan menjadi Duke of Paxley selanjutnya.

Aku rada kasihan juga melihat kakak yang tampak kecapean untuk belajar, mengasah kemampuan bertarungnya, dan berdiplomasi dengan berbagai macam orang yang merupakan kolega dan sekutu kami.

Ternyata jadi Duke itu pusing juga yah. Untung saja aku cuma anak bungsu yang tidak akan diperhitungkan keberadaannya.

"Kak, istirahat dulu"

Aku membawakan minuman dingin dan camilan ke halaman belakang dimana kakak sedang berlatih bersama beberapa assasin terbaik kami.

Kakak mengangguk dan menghentikan latihan sejenak lalu duduk di sampingku dan meminum minumannya.

"Capek yah?" aku mengambil sapu tangan dan mengelap keringat di pelipis kakak.

"Hmm... Makasih sayang"

Aku tersenyum dan merapikan rambut kakak yang berantakan. Namun tiba-tiba aku menarik tanganku saat melihat kedatangan Bibi Valentina bersama beberapa pengawal.

Entahlah. Aku selalu merasa sedikit gugup setiap berdekatan dengan sang penyihir. Walaupun dia adalah anggota keluargaku sendiri.

Aku dan kakak menyapanya basa-basi. Bibi hanya mengangguk dan meneruskan langkahnya.

Aku bergidik dan meminum minuman kakak mengusir perasaan tidak enak yang tiba-tiba menyelimuti hatiku.

.
.

Beberapa Minggu kemudian, setelah libur kuliahku usai, aku pun kembali ke Eropa untuk meneruskan kuliah.

Sendirian.

.
.

TBC

✔️ For My Brother OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang