Bab 1: TEMAN

38 11 2
                                    

   November, London, UK

Kota London sedang dingin-dinginnya. Sisa daun kering dan ranting yang gugur ke jalan itu masih terlihat sejak tiga hari ini. Buru-buru mengejar waktu untuk sampai di kantor, atau Sekedar duduk-duduk ditaman sambil bercengkrama dengan keluarga. Sengaja melintasi Bridge Tower sembari memanjakan mata pada sungai themes atau berdiam diri disebuah kafe untuk menghangatkan tubuh dengan segelas kopi panas.

Sama seperti Naya, Segelas Hot americano menjadi kesukaannya sejak pertama kali ke London. Duduk di sebuah Kafé menghadap Big Ben, Bangunan Jam raksasa yang dikenal seantero dunia. Turis manapun akan rugi jika akan melewatkan tempat ini. Sambil meneguk pelan-pelan minumannya, sesekali Naya melirik jam tangannya.

Pukul 8 pagi

Menghadiri Event dari Klien yang mengharuskan Naya terbang ke London, berdua, bersama sekertarisnya. Namun, setelah Event selesai. Naya mengubah tujuannya. Yang semula harus kembali ke Indonesia, kini memilih menetap di kota ini. Tanpa sekertarisnya.

Dan Ini hari ketiga Naya menginjakkan kakinya di kota London. Sendirian. Masih sama dengan sebelumnya. Menghabiskan waktu hanya dengan mengelilingi setiap sudut kota ini. Tapi hari ini, Seseorang mengajak Naya bertemu di tempat ini.

Hampir setengah jam menunggu, Yang ditunggu pun datang. Zea, setelah celingak-celinguk mencari posisi Naya berada, kemudian tersenyum cerah, membawanya melangkah Pada Naya lalu memeluknya.

Zea, teman satu gengnya sewaktu SMA. Setelah menikah dengan warga Negara inggris. Menetaplah dia di kota ini. Sudah hamper lima tahun pernikahannya. Punya anak dua. Dan tetap saja cantik. Tidak berubah.

"Maaf ya Nay, gue nggak jemput Lo di bandara kemarin. Lo sih nggak bilang-bilang kalau mau ke sini." "Nggak apa-apa Ze. Gue tahu Lo orang sibuk. Beneran deh, nggak apa-apa kok."
"Tapi kan gue jadi nggak enak, Nay. Kan ada gue, Lo bisa tinggal di rumah gue."

Zea sempat marah ketika pertama kali Naya menelponnya secara tiba-tiba di London. Bahkan Naya menelepon di hari kedua. Padahal, Naya seharusnya bisa tinggal dengannya satu rumah tanpa harus memesan hotel jika dia mau.

"Gak apa-apa. Beneran deh." Ujarnya sembari menyentuh lengan Zea. "Gue nggak sengaja liburan tiba-tiba di sini."
"Hah? Gimana? Nggak sengaja gimana?" Zea meminta penjelasan.

Naya sebenarnya tidak mau membahas hal ini di sini. Dia juga tidak mau memberitahu siapapun. Dia ingin, alasan kenapa dia memilih menetap disini tidak diketahui siapapun. Tetapi Zea sudah penasaran duluan. Dan Naya sudah tidak bisa menyimpannya sendirian. Kalau sebuah masalah disimpan sendirian dengan waktu yang lama, masalah itu hanya akan menyakiti diri sendiri. Sebaiknya dilepaskan Pada siapa kita percaya.

Tapi Naya masih diam. Entah dia masih Ragu atau Malu. Sebab dua tahun lalu, Zea juga tahu, masalah sebelumnya dengan Bara.

Ah, Naya malas mengingat nama itu lagi. Bahkan mengingat ceritanya dengan lelaki itu. Dan sekarang Naya benar-benar tidak tahu darimana dia harus memulai.

"Kenapa, Nay? Ada masalah?" Zea membaca baik-baik wajah Naya. Kemudian menemukan satu Nama diantara sekian Nama yang berputar dalam otaknya. "Bara lagi?"

Naya menelan ludahnya. Kemudian menggeleng. Bukan tentang bara lagi, tapi masih karena Bara. Naya bingung mau menceritakannya. Kalau saja Zea tidak bertanya. Naya tidak akan terpancing seperti ini untuk menceritakannya.

"Gue salah nggak sih, menutup hati ini untuk semua cowok?"

Zea menjauhkan wajahnya dari wajahku. Tampak tak percaya dengan ucapanku. "Tuh kan, pasti karena bara."

LONDON and UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang