Laura

4 2 2
                                    

Joshua sibuk men- dribble bola basket ditangannya, sebelum akhirnya berhenti karena suara peluit yang ditiup Pak Gane, pelatih basket SMA Lentera Bangsa, menggema di udara. Joshua berlari ke pinggir lapangan, lantas meraih botol air mineral yang diberikan Gilang untuk nya dan menenggak air di dalamnya.

Pandangannya engga sengaja beralih ke Nathan yang berada dibangku penonton, sedang duduk manis disana bersama Yura. Joshua terdiam menatap Yura yang tengah tersenyum manis, pipinya memberikan semburat merah, pandangan mata yang kelihatan sedikit gugup diberikan gadis itu pada Nathan. Sudah lama sejak terakhir kali Yura terlihat seperti itu di muka umum. Joshua tidak sadar betapa rindunya dia pada wajah itu sampai dia melihatnya hari ini.

"Yura beneran sama Nathan, Jo?" tanya Gilang yang sedang menutup tasnya.

"Kayaknya sih engga, maksud gue, engga lama lagi jadian." Joshua menaruh kembali botolnya.

"Lho? Perasaan, kemarin gue ngeliat dia sama Laura."

Joshua melirik Gilang dengan tatapam tidak percaya. "Masa?"

"Sumpah, gue gak bohong. Lo tanya aja sama Fendi deh. Orang kemarin gue ketemu mereka berdua sama Fendi. Makanya, gue heran, mana si Nathan pake acara pegang-pegangan tangan sama Laura."

Joshua tidak menggubris. Tatapan tajamnya tertuju pada Nathan yang tengah tersenyum kepada Yura disana.
Padahal, Joshua pikir. Nathan-lah yang akan membawa Yura jadi ceria kembali. Joshua pikir, sudah saatnya Yura bisa seceria dulu.

"Ya, tapi gue engga tau kebenarannya sih Jo. Bisa aja si Laura sahabatnya kan? Atau Laura yang demen ama Nathan, gue engga tau pasti deh pokoknya. Tapi gue saranin, mending jangan dibiarin si Yura jadian sama Nathan Jo. Temen gue juga temenan sama Nathan soalnya, katanya, Nathan bukan anak baik-baik. Gue takut Yura cuma jadi mainan dia doang."

"Hm."

"Yodah, lo lanjut dah sana maennya, gue mau ketoilet dulu, berak." Cowok itu menepuk-nepuk bahu Joshua, yang hanya didambut anggukan olehnya.

"Jaga-jaga bawa sabun, nanti kayak kemaren nelponin gue suruh beli sabun buat lo cebok."

"Anjing hahaha."

Disela tawanya, Joshua merutuk. Harusnya dia mengawasi Nathan sejak awal.

.
.
.
.
.

"Bye!" Yura melambaikan tangannya kearah Nathan yang sedang bersiap untuk menjalankan motornya. Nathan baru saja mengajaknya makan diluar.

Yura membuka pintu rumahnya, dan nyaris terkejut ketika melihat Joshua sudah duduk dikursi ruang tamunya.

"Abis dari mana lo?" tanya cowok itu.

Yura mendelik. Moodnya jatuh seketika. Joshua tadi lagi-lagi meninggalkan dia tanpa bilang apa-apa. Unrung Nathan belum pulang dan bisa mengantar Yura.

"Lo yang abis dari mana?"

"Gue---astaga gue lupa Ra."

"Serah, untung ada Nathan ya jing!" jawab Yura judes. "Kalo gak, mungkin gue jalan kaki lagi kayak kemaren."

Joshua engga menjawab. Dia datang kerumah Yura untuk hal lain.

"Gue mau nanya sesuatu sama lo."

"Tinggal nanya." Yura dengan cuek berjalan kearah tangga dan menaikinya, membiarkan Joshua menyusul.

"Lo suka sama Nathan apa engga?"

Cowok ini butuh kepastian. Dia harus mendengar langsung kalimat itu dari Yura.

"Basi pertanyaan lo," sahut Yura. "Eneg tau ga dengernya?"

"Ra, lo lagi PMS ya? Marah-marah mulu," ujar Joshua. Yura engga menggubris, sibuk mengomel dalam hati.

"Iya kali."

"Jadi singkatnya lo suka apa engga?"

"Ya nurut lo gimana?"

"Gue serius Ra."

"Ya gue juga serius."

"Ya udah sih tinggal jawab iya atau engga. Ribet banget." Joshua ikutan judes.

"Ya emang kalo gue suka sama dia, urusan sama lo apa hah?!"

"Gue mau, mulai sekarang lo jauhin Nathan," katanya.

Yura yang semula membelakangi Joshua, mendadak berbalik dan memperlihatkan wajah tak percayanya. "Apa kata lo? Jauhin Nathan?"

"Lo engga masuk akal." sambung Yura lagi.

"Gue engga suka lo deket-deket sama Nathan Ra."

"Apa sih Jo?" tanya Yura frustasi. "Lo tuh engga jelas. Kemarin katanya mau nyomblangin gue segala, sekarang malah nyuruh gue buat ngejauh. Mau lo apa!"

"Ya mau gue, lo jauhin Nathan Ra!"

"Kasih gue satu alesan kenapa gue harus ngejauh dari Nathan."

Joshua mendengus. "Dia engga sebaik yang lo kira."

"Lo tuh halu ya?" tanyanya. "Lo sendiri yang bilang kalo dia ada niat usaha sama gue. Pake beli-beliin cupcake segala. Lo sendiri yang bilang, lo inget ga?"

"Tapi Ra! Dia tuh .... "

"Apaan sih, lo tuh ya. Engga jelas banget tau ga? Ninggalin gue, ngelupain gue, terus tiba-tiba datang dan ngerusak semua suasana kayak gini."

"Ra, gue kasih tau sama lo ya. Nathan tuh .... "

"Lo diem ga? Stop ngejelek-jelekin Nathan di depan gue. Lo ngejelekin dia juga engga akan bisa ngerubah cara pandang gue ke dia."

"Ra, denger dulu omongan gue. Baru lo katain kayak gini." Joshua akhirnya ikut-ikutan frustasi. "Lo kalo dikasi tau sama orang tuh denge ...."

"Udah deh ya, gue lagi engga mood ribut sama lo. Gue capek Jo."

"Ra ...."

"Keluar dari kamar gue, sekarang juga."

Dan dengan satu kalimat itu, Joshua keluar dari kamar Yura dengan wajah masam. Dia salah. Harusnya Joshua mencari bukti dulu sebelum mengadu sama Yura.

DisanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang