Sambil denger lagu Usik by Febby Putri ya.
Yoshi : Jingga
Junghwan : Asoka𝘼𝙨𝙤𝙠𝙖 𝙋𝙊𝙑.
Di bawah terang nebula mataku terpejam menikmati alunan nada merdu musik nyanyian. Seolah getaran suara itu diresap oleh jiwa.
Sebait demi bait syair kudengar seksama. Sungguh! Gemar sekali setiap kali kumendengarnya.
Gelombang bunyi membuat mulutku terikut arus nyanyian.
Namun bunyi lain menarik atensi. Mulutku tertutup, kepalaku lantas menoleh.
"Lagi denger lagu ya?"
Ah, suara itu adalah candu bagiku. Sangat manis ketika telingaku mendengar.
Labiumku melengkung senyum yang katanya indah.
"Lagu apa itu?" Pria tinggi itu duduk di sampingku.
Jantungku agak berdegup dibuatnya. Tak pernah terbiasa jika berada di dekat sang Tuan Senja.
Dia melirik gawaiku. "Lagu Usik ya? Kamu ada masalah? Mau cerita?"
Aku menggeleng tanda tidak, lengkap dengan senyum.
"Kalo gak mau cerita gapapa. Aku bawa makanan, kamu mau?" Dia bertanya seraya memberi sebuah sepotong bolu.
Dengan hati senang kumenerima. Aku hanya tersenyum lagi sebagai balas terima kasih.
Sang Tuan Senja itu bernama Jingga. Warnanya jugalah yang mengisi hitam hidupku.
Jika banyak manusia menusukku dengan kata buruk begitu lantang. Maka dialah yang menghujaniku dengan ribuan kata penenang.
Ketika mereka melihatku dengan pandangan iba yang kubenci. Maka dia satu-satunya yang menatapku penuh kasih. Tingkah lembutnya jua selalu membuatku terlena.
Oh, Semesta. Maaf Aku begitu lancang tak puas jika hanya menaruh hati padanya.
Salahkah jika dia yang sempurna menjadi milik seorang yang sering dipandang sebelah mata?
Aku menatapnya penuh puja. "Sekarang? Atau nanti?"
Secarik kertas kutarik dari saku celana. Benda tipis berisi ungkapan cinta yang kurasa. Akan kuberikan pada Sang Tuan Senja.
Ah, tak tahu darimana kepercayaan diri ini berasal. Tetapi harapan baik semoga kuterima.
"Satu. . . Dua. . . Ti—" Hitunganku terhenti ketika tetiba dia menoleh. "Ada apa?"
"Oka, aku suka Desta. Dia itu sempurna banget bagi aku. Dan kamu tau? Aku rencananya mau nyatain perasaanku hari ini," Katanya. "Do'ain ya semoga cintaku diterima ya."
Nafasku tercekat kala mendengarnya. Desta? Dia kakakku sendiri.
"Kenapa gitu banget natapnya? Kaget ya? Tapi harusnya kamu sadar kalo selama ini kita lebih sering bicara tentang kakakmu," Ucapnya.
"Terima kasih banyak udah kasih tahu banyak hal tentang Desta," Tukasnya lagi. "Maaf juga kalo aku terkesan maanfatin kamu."
Usai ia berkata, lalu dia pergi.
Tinggalkan aku seorang diri di sini.
Kertas cinta kuremas campur tetesan air mata yang sempat tertahan.
Entah aku dikhianati atau aku yang terlalu berharap lebih.
Haruskah aku menjadi sempurna untuk dicintai olehnya juga? Andai saja mulutku dapat berbicara, sedari dulu akan kukatakan sendiri rasa ini.
Bagaimana cerita kali ini?