─2

2K 225 11
                                    

Didalam mobil Jaehyun tidak henti-hentinya mengecek ponsel, berharap Jeno membalas atau sekedar membaca pesannya. Setiap lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Jaehyun akan dengan segera mengirim kembali pesannya dan menelpon Jeno. Namun tidak ada satupun yang di angkat. Jaehyun frustasi, kepalan tangannya sesekali memukul stir mobil dan mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya apa yang terjadi pada Jeno?

Mobil sport keluaran terbaru itu segera masuk halaman rumah setelah gerbang di buka oleh penjaga. Memarkirkan asal mobilnya dan segera keluar dengan tergesa.

"Tuan Jaehyun!" Terpaksa kaki jenjangnya terhenti ketika hendak menaiki tangga menuju lantai dua─tempat dimana kamarnya berada.

Seorang wanita tak lagi muda menghampirinya, dengan kepala sedikit menunduk berhenti di hadapan si majikan.

"Ada apa, bibi Kim?"

Wanita yang telah mengabdikan hidupnya di rumah putra tunggal Jung itu nampak gelisah dan sedikit gugup, ketara dengan tangannya yang saling bertaut cemas.

"B─begini, tuan. Saya ingin menyampaikan sesuatu mengenai tuan Jeno." Lantas Jaehyun siapkan telinga guna dengarkan dengan seksama.

"Sejak tadi pagi tuan Jeno mengurung diri dikamar dan melewatkan sarapannya. Saya sudah mencoba membujuknya untuk sarapan, namun tuan Jeno selalu diam bahkan mengusirku."

"Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Tadinya saya ingin memberitahu anda, tuan. Akan tetapi tuan Jeno tidak mengijinkanku. Tuan Jeno sepertinya sedang sensitif akhir-akhir ini, tuan." Pernyataan bibi Kim cukup membuat kepala Jaehyun makin pusing. Mengapa Jeno jadi seperti ini? Mengapa dia sampai mengurung diri dikamar dan melewatkan sarapannya?

"Baiklah, terima kasih atas informasinya. Kau bisa kembali bekerja, bibi Kim."

"Baik, tuan."

Selepas kepergiaan bibi Kim, Jaehyun kembali melangkah dengan cepat menuju kamarnya. Ia memegang knop pintu namun pintu sama sekali tidak bisa di buka.

"Jeno, buka pintunya. Aku sudah pulang."

Setelah mengetuk pintu secara brutal barulah pintu dibuka, memperlihatkan Jeno yang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Wajah pemuda itu muram dan pandangan matanya kosong.

Jaehyun memasuki kamar dan menarik Jeno untuk duduk di sofa ─ setelah dirinya menutup pintu.

"Hey, ada apa? Mengapa wajahmu muram begini? Kemana perginya Jeno-ku yang selalu ceria?" Berikan sedikit frasa yang selalu buat Jeno terkekeh geli dan menyembunyikan wajah memerahnya sebab malu. Tetapi, Jeno seakan menutup telinganya kini.

"Kau kenapa, sayang? Mengapa melewatkan sarapan dan mengurung diri dikamar? Kau tidak bicara padaku dan mengacuhkanku, apa aku ada salah padamu sehingga kau berlaku begini?" Jaehyun masihlah sabar, dirinya tidak mau sampai kelewat batas dan menyakiti Jeno-nya. Jeno selalu ingin di mengerti ketika dalam situasi seperti ini. Jeno butuh ketenangan.

"Kemari, aku akan memberikanmu pelukan, sayangku." Tanpa kata Jeno melesakkan dirinya dalam pelukan hangat Jaehyun. Menenggelamkan wajah pada raga sang belahan jiwa.

Jaehyun usap punggung sempit Jeno, setidaknya berikan ketenangan dan kenyamanan walaupun sedikit. Mengecup pucuk surai Jeno yang mulai memanjang. Ia memang sangat penasaran menanti jawaban Jeno agar hatinya merasa lega dan menghilangkan beban di kepala. Namun, Jaehyun harus hilangkan ego demi sang tercinta.

"Aku sangat mengkhawatirkanmu sampai-sampai tidak bisa fokus bekerja. Sikap mu yang seperti ini jujur saja buatku merasa cemas dan tidak tenang sehingga aku menerka-nerka apakah aku berbuat salah padamu. Aku benar-benar khawatir dengan keadaanmu, sayang."

SPECIAL HUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang