"Kau yakin dengan rencanamu?" Si pria mengangguk yakin, tangan yang semula memutar pada bibir gelas kaca berpindah menarik dagu wanita cantik yang menatapnya ragu.
"Kau tidak perlu khawatir. Lakukanlah apa yang aku perintahkan, maka kau akan dapatkan apa yang kau inginkan." Seringai licik terpatri pada bibir. Mengundang ketakutan pada wanita yang memundurkan tubuh guna menjauh.
"Aku pegang ucapanmu, Kim. Kau harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi jika rencanamu ini gagal."
Pria Kim mendengung, cukup sebal dengan perkataan wanita. Seolah meremehkan kemampuannya.
Pun dengan si wanita yang menaruh curiga, tidak bisa dengan mudah percaya pada apa yang di katakan sebelum terdapat bukti yang mengatakan bahwa rencana yang telah di susun membuatnya dapatkan apa yang didambakan.
Namun, kali ini tidak ada pilihan lain selain menerima kerja sama. Membuatnya terikat sementara sampai tujuannya tercapai─dengan pria licik nan picik.
"Kau memang serakah. Seharusnya kau juga bisa menerima apa yang terjadi jika rencana ini gagal─meskipun aku yakin rencanaku berjalan lancar. Bukankah kau sendiri tahu bahwa keputusan yang kau ambil ini besar resikonya? Maka apa yang terjadi nanti kau tanggung sendiri."
"Jangan munafik, Kim. Kau pun sama sepertiku, bahkan kau lebih buruk dariku─menggunakan aku sebagai budakmu untuk melancarkan rencana busukmu. Disini kita sama-sama licik dan serakah, Kim. Kita lakukan segala cara untuk dapatkan apa yang kita inginkan. Kita juga akan mendapat ganjaran yang sama jika rencana ini gagal nanti." Kini giliran si wanita yang menyeringai. Senyum liciknya begitu ketara. Tak sabar menanti keinginan yang sudah lama di damda.
"Terserah padamu. Tapi ku pastikan rencana ini akan berhasil, Park."
"Kapan rencana mu untuk pindah, Chae Young?" Yang ditanya tampak menimang. Berpikir cukup lama mengundang rasa penasaran dari si lawan bicara.
"Mungkin hari ini?" Ucapnya ragu. "Ya, aku pikir hari ini. Lebih cepat lebih baik 'kan? Lagipula aku sudah mengemas semua barang-barangku, dan ada kemungkinan akan segera diantarkan kerumah baru."
Wanita paruh baya mengangguk kecil. "Baguslah kalau begitu. Tapi, dimana kau pindah? Aku akan menyempatkan waktu untuk berkunjung kerumah barumu."
"Hmm, jaraknya lumayan jauh sebenarnya tapi kalau ibu memang berniat berkunjung akan aku kirim lokasinya nanti. Pokoknya rumah itu adalah rumah impianku, sederhana namun terlihat nyaman, ibu pasti akan menyukainya juga."
"Kau terlihat bahagia sekali, sebenarnya ada apa dirumah itu? Kau menyembunyikan sesuatu?" Tanyanya penuh selidik.
Si wanita muda menggeleng spontan, menyanggah tuduhan yang di lontarkan. "Aku murni bahagia karena aku menyukai rumah itu, tidak ada hal lainnya, bu."
"Begitukah? Tidak biasanya kau bahagia seperti ini. Biasanya kau hanya senang dan bahagia hanya karena suamimu saja."
"Ibu~kenapa harus menyangkut pautkan semua hal dengan suamiku? Aku juga bisa bahagia walaupun hal itu tidak bersangkutan dengannya." Si wanita merengek mengundang kekehan ringan dari wanita paruh baya.
"Baiklah maafkan aku. Sekarang ayo bantu aku memasak untuk makan siang, kau juga belum makan dari pagi bukan? Kasihan sekali cucuku tidak diberi asupan makanan." Tangan keriputnya menyentuh perut menonjol wanita muda. Lantas segera pergi menuju dapur untuk siapkan makanan.
"Hmm pantas saja perutku terasa kosong dan sangat kelaparan, ternyata aku belum makan karena terlalu bersemangat mengemas barang sehingga melupakan bayiku yang juga butuh asupan. Maafkan ibumu ini, nak~"
"Marahi saja ibumu itu, bisa-bisanya lupa makan dan pastinya juga lupa minum susu." Ucapnya dengan nada sebal di buat-buat.
"Jangan salahkan aku, aku begini karena tidak ada yang mengingatkanku yang pelupa. Ibu sibuk, ayah sibuk, siapa yang bisa mengingatkanku untuk makan dan minum susu tepat waktu?─
Seharusnya ada suamiku disini yang membantuku mengurus semuanya, mengingatkanku tentang segala hal dan membantuku untuk menjaga bayiku. Harusnya dia disini..ibu." Kini wajahnya pancarkan kesedihan, mengundang wanita paruh baya untuk segera memeluknya berikan ketenangan.
"Ibu, aku ingin suamiku. Aku ingin dia berada disini, bersamaku.."
"Iya, akan ku usahakan agar dia segera bersamamu dan menjadi milikmu, Chae Young-a"
"Kapan kau pulang?" Tanya Jeno yang baru saja menaruh gelas berisi susu di atas meja makan. Mendudukkan diri di salah satu kursi meja makan ketika dirasa kakinya cukup pegal lantaran menuruni tangga yang cukup panjang, padahal biasanya Jeno tidak selelah seperti saat ini. Mungkin efek kehamilannya yang membuat Jeno cepat merasa lelah.
"Sebentar lagi aku pulang. Ada satu pekerjaan lagi yang harus segera aku selesaikan. Kau butuh sesuatu? Makanan atau sejenisnya? Biar aku belikan nanti dijalan pulang."
"Tidak. Aku hanya ingin kau segera pulang." Sebenarnya Jeno begitu merindukan Jaehyun dan ingin segera memeluk suaminya, namun Jeno terlalu malu untuk terbuka pada Jaehyun. Biar saja Jaehyun peka sendiri.
"Kau merindukanku, ya?"
Jaehyunnya yang mudah sekali tahu. Ah, Jeno jadi makin jatuh cinta pada suaminya.
"Diam artinya iya."
"Ya terserah apa asumsimu. Tapi segeralah selesaikan pekerjaanmu dan pulanglah tepat waktu, tuan Jung Jaehyun yang terhormat."
Di sebrang sana Jaehyun terkekeh geli dengan sikap denial Jeno, Jenonya yang denial sungguh lucu dan menggemaskan. Ahh ia jadi ingin segera pulang dan memeluk suami manisnya, tapi apalah daya pekerjaan yang menggunung buat Jaehyun tak bisa untuk segera dapatkan dekapan hangat Jeno.
"Yasudah aku kembali bekerja, ya sayang. Sampai jumpa nanti."
"Ya,sampai nanti."
Jeno menyimpan ponsel di atas meja dengan lesu. Ia ingin sekali menyuruh Jaehyun untuk pulang dan memeluknya,namun sekali lagi Jeno haruslah mengerti bahwa waktu Jaehyun tidak akan selalu berporos untuknya saja. Jaehyun punya banyak tanggung jawab, lagipula Jaehyun bekerja untuk dirinya,apalagi hadirnya buah hati diantara mereka harus membuat Jaehyun bekerja dengan ekstra untuk keberlangsungan hidupnya di kemudian hari. Jeno tidak boleh dengan mudah mengeluh dan menginginkan ini-itu pada Jaehyun.
Ditengah acara melamunnya Jeno dikejutkan dengan kedatangan bibi Kim yang kini berada di dapur dan menaruh sebuah paperbag di atas meja makan.
"Apa yang kau bawa, bibi Kim?"
"Ohh, saat saya sedang membersihkan halaman depan ada seorang perempuan yang menghampiri saya dan memberikan makanan itu, dia penghuni baru yang menempati rumah di ujung jalan dan sengaja memberikan banyak makanan untuk para tetangga."
Jeno mengambil paperbag dan mengambil isinya. Ternyata sekotak kue yang di hias begitu lucu. Mata Jeno jadi terbinar melihatnya.
"Perempuan?" Tanya Jeno dengan mata masih menelisik kue di hadapannya. Bingung antara langsung menyantapnya atau harus menunggu Jaehyun pulang nanti.
"Iya, perempuan itu sepertinya sedang hamil. Namanya Park Chae Young."
"Park Chae Young?" Jeno terdiam. Nama yang baru saja disebutkan terdengar tidak asing di telinga.
"Tuan biar saya siapkan piring untuk kuenya."
Jeno mengangguk kaku. Membiarkan kue diambil oleh bibi Kim untuk di pindahkan pada piring. Sementara dirinya terdiam, mencoba mengingat-ingat siapa penghuni baru yang menempati rumah diujung jalan sana.
"Park Chae Young? Nama ini terdengar tidak asing..tapi siapa?"
✧✦✧
Haii👋🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
SPECIAL HUMAN
FanfictionJeno sebagai lelaki Istimewa. Male-pregnant,ofc boy(s)love