3

123K 4.9K 82
                                    

           

 

Bab 3

 

Siang ini cuaca Jakarta sangat cerah. Secerah wajah Ibra yang akan segera bertemu dengan pujaan hatinya, Marrisa. Wanita yang dia klaim sebagai cinta sejatinya tanpa pernah memadu kasih satu sama lain. Ibra memang tergila-gila pada Marrisa. Ibra sangat terobsesi agar Marrisa mau menerima cintanya.

"Hai, cintaku. Bagaimana di Bali? Sibuk banget, yah?" Senyuman Ibra menyambut Marrisa.

"Iya, acaranya ramai dan sukses, aku dapat tawaran ke Italy." Ibra tampak diam.

"Hmm ... Ibra, mengenai lamaranmu? Aku terima."

Ibra tersenyum lebar.

"Tapi ada syaratnya?" potong Marrisa langsung.

"Aku tidak mau mengadopsi anak, Marrisaaa...!" Ibra juga memotong penjelasan Marrisa.

"Dengarkan dulu!" Sejenak Marrisa menghela napas.

"Ibra aku punya syarat kalau kamu mau menikah denganku. Aku nggak mau hamil, aku masih mau melanjutkan karierku dulu, karena saat ini waktu yang tepat untuk berjuang mengejar impianku. Tapi, jangan kecewa dulu! Aku punya solusi yang mungkin bisa kamu pertimbangkan. Kamu diharuskan menikah secepatnya karena keluargamu menginginkan keturunan darimu, kan? Aku mempersilakan kamu memiliki buah hati dengan wanita lain. Dengan satu syarat, aku yang memilihkan wanita itu. Dan kabar gembiranya lagi, aku sudah mempunyai calon untukmu. Dia sepupuku yang wajahnya mirip denganku." 

Ibra terlihat kaget. Marrisa sedang berbicara apa? Ibra diam sejenak, mencerna maksud ucapan Marrisa.

"Biar aku perjelas." Marrisa dengan sabar menjelaskan ide nekat yang sudah dia setujui bersama Rahma.

Ibra mendengarkan.

"Lalu kamu mau dia yang hamil, seolah anak itu hasil buah cinta kita?" Marrisa mengangguk membuat Ibra lebih terkejut, belum lagi penjelasan Marrisa akan proses kehamilan normalnya.

"Kamu tenang saja. Sampai dia hamil, aku akan berada di luar negeri menyelesaikan pekerjaanku. Setelah dia melahirkan, perjanjian dengannya selesai." Ibra menggelengkan kepalanya.

"Kalian gila! Lalu, selama dia hamil, dia akan ada di mana? Kamu tidak akan meninggalkannya sendirian, kan? Demi Tuhan, Ris, ada anakku di dalam sana nantinya," keluh Ibra. Dia sendiri sempat diam karena sudah berpikiran jauh. Jelas itu ide gila dan konyol.

"Dia akan ada di apartemenku. Kamu tenang saja, dia wanita yang mandiri, kalau kamu mau mengajaknya tinggal di rumahmu aku tidak masalah selama tidak ketahuan orang," jawab Marrisa santai tanpa masalah dan beban.

Ibra berpikir sejenak, ini langkah berani yang sangat berbahaya, tetapi dia bisa mendapatkan Marrisa sebagai istrinya.

"Baiklah, asal kamu mau menikah denganku." Wajah Marrisa terlihat lega mendengarnya.

"Tapi satu hal permintaannya yang harus kita turuti. Dia mau ... kamu juga menikahinya sebagai istri keduamu."

Mata Ibra membelalak kaget. "Apa?"

Marrisa tersenyum ringan dan mengangguk. Prediksi akan reaksi Ibra sudah bisa dia tebak.

"Kalian gila. Kamu mau mempermainkanku? Aku cinta kamu, Marrisa. Menerima tawaran hamil dengan orang lain saja sungguh membuatku gila, apalagi punya istri dua." Ibra terlihat murka.

"Itu hanya perjanjian, dia tidak mau seperti berzina dengan hamil di luar nikah. Selain itu, bukankah lebih baik berhubungan dalam status yang jelas? Ibra aku kenal dirimu. Kamu tenang saja, hubungan suami istri kita tidak akan terganggu. Setelah melahirkan, dia janji akan meninggalkan semuanya." Untuk pertama kalinya Marrisa memeluk Ibra yang ternyata berdampak kepada Ibra. Pria itu tampak terperdaya oleh Marrisa. "Saudariku butuh uang dan kita butuh bantuannya yang belum tentu setiap orang mau menerima. Dia memberikan kita calon keturunan dan kita memberikannya imbalan."

Istri CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang