Bab 10
Sang ayam jantan mungkin sudah lelah untuk membangunkan manusia di waktu sekarang. Langit sudah sangat cerah di muka bumi. Manusia sudah mulai sibuk berlalu-lalang di jalan, tapi dua manusia ini masih sibuk bermimpi di alam fana mereka. Ibra dan Rahma masih menikmati tidur.
Tidur yang begitu nyaman.
Ibra yang pertama membuka mata. Menatap arah jam dinding yang membuatnya langsung terduduk. Terlambat kerja. Sudahlah, nanti akan dia kabari asistennya dan memberikan arahan-arahan.
Ibra menoleh ke samping. Wanita manis itu masih tertidur. Seulas senyum hadir, sebelum dia kembali mendekatkan tubuhnya ke arah Rahma. "Bangun, Amma, sudah jam sebelas siang!"
"Amma Sayang, bangun! Sejak kapan kamu jadi malas gini? Aku lapar, buatkan aku makanan!" Ibra membelai pipi halus Rahma.
Bahkan Ibra sudah berani mengklaim kata 'sayang' untuk istri keduanya ini. Mengingat aktivitas semalam, Ibra merasa berani memanggil Rahma dengan panggilan berbeda, lebih mesra.
Rahma menggeliat pelan. Matanya enggan terbuka, rambutnya terlihat kacau. Tampilan alami yang tidak menganggu Ibra. Bahkan dia beruntung karena menjadi satu-satunya pria yang dapat bertindak intim dengan Rahma, setidaknya sampai saat ini. Keluguan dan kurang berpengalaman Rahma semalam membuat dia merasa sebagai pria paling beruntung. Pria dan segala keegoisannya.
Sadar karena Ibra terus menatap, Rahma menarik lebih selimut yang mereka gunakan. "Hei kenapa kamu menguasai selimut?"
"Kan, ceritanya malu."
Ibra terkikik. Rahma selalu ringan jika berbicara. Ibra tidak merasa berat untuk menampung kosakatanya.
"Sudah aku lihat semua, bahkan aku tahu di mana letak tanda lahir kamu."
"Emang ada di mana?" Rahma mulai dengan pertanyaan tanpa henti. Kali ini akan Ibra ikuti. Sungguh hari yang indah bagi Ibra.
"Kamu maunya di mana?"
Rahma menatap heran Ibra. "Kenapa jadi tanya balik?"
"Loh, balik tanya gimana, bingung aku?" Ibra memasang cengiran maut, dia mulai suka menggoda Rahma.
"Kamu aneh, Ibra."
"Aneh kaya apa, Amma?"
"Kenapa jadi gini, sih?"
"Gini apanya, Amma?"
"Nggak tahu, ah." Rahma mencibir kesal, Ibra tertawa menggoda.
"Kenapa nggak tahu?" Ibra tertawa sambil memandang Rahma, dia bahagia dengan hal yang kecil mereka lakukan dengan aksi saling bertanya yang tak berarti.
"Kalo gini aneh nggak?" Ibra tiba-tiba menggendong Rahma ke kamar mandi. Rahma tidak menolak dan menatap wajah Ibra. Istrinya itu bahkan mengalungkan tangannya di leher Ibra.
"Kita mau mandi?" Rahma merona malu.
"Lihat saja," jawab Ibra.
Mungkin mereka sedang menikmati masa ini, karena kenyataannya mereka pengantin baru yang sedang dirundung gairah bahagia. Mencoba melupakan sejenak larangan yang sudah mereka buat. Janji untuk tidak memakai perasaan, lalu apakah kali ini mereka memakai perasaan? Bisa saja karena nafsu yang tertahan. Hanya mereka yang tahu.
***
Tak terasa sudah dua bulan berlalu sejak hubungan rumah tangga Ibra dengan Rahma, mereka bagai pasangan suami istri yang baru mengarungi bahtera rumah tangga dengan romansa bahagia. Layaknya pasangan suami istri normal seperti kebanyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Cadangan
Romance(SUDAH DITERBITKAN) "Ibra aku punya syarat kalau kamu mau menikah denganku. Aku nggak mau hamil, aku masih mau melanjutkan karierku dulu, karena saat ini waktu yang tepat untuk berjuang mengejar impianku. Tapi, jangan kecewa dulu! Aku punya solusi y...