🕊 Menasbihkan Namamu (1)

506 55 18
                                    

Pria itu bernama Arjuno Elfahreza . Muslim agamanya, berusia dua tahun lebih tua dariku dan.... dia adalah cinta pertamaku sekaligus keikhlasan terbesar dihidupku.

Karena mencintai seorang Arjuno Elfahreza bukan berarti aku memilikinya.

-Jihan Aisyah-

🕊

Agama kita sama. Tuhan yang kita puja sama. Begitupula dengan kitab dan Rasul yang kita jadikan panutan. Semuanya begitu mulus seolah takdir memang ikut merestukan kebersamaan kami.

Aku kira itu cukup. Seharusnya itu cukup. Namun karena prinsip sialan itu membuatku tak lagi bisa melangkah mendekat.

Jihan Aisyah namanya. Yang memunculkan banyak harapan dan saat aku berharap, ia hempas begitu saja memblokade jalan hingga aku tak lagi bisa meraihnya.

-Arjuno Alfahreza-

🕊

"Apa sanggup Jihan sekolah di SMK, mbak? Dia ga sekuat anak-anak remaja diluar sana, lho." Ibunda seorang gadis bernama Jihan Aisyah yang baru saja lulus sekolah menengah pertama itu bertanya pada sang kakak.

"Ya kan disana juga cuma belajar. Gajauh beda sama SMA dan Aliyah." Mbak Dewi menjawab sambil memainkan ponselnya membalasi pesan-pesan di grup sekolah yang tengah sibuk untuk acara pendaftaran siswa baru.

"Ini SMK lho, mbak. Mayoritas laki-laki. Cara ajarnya juga lebih keras. Apalagi sekolah tempat mbak ngajar terkenal sama kedisiplinan dan pelatihan fisiknya yang seperti tentara." Win, ibunda Jihan masih terus bertanya karena merasa tidak yakin pada usulan sang kakak.

"Ya makanya mbak saranin masuk ke jurusan yang ngga perlu banyak kegiatan fisik. Kebetulan ada kelas baru yang kerjasama langsung dengan brand teknologi termasuk Intel. Nah, slotnya cuma ada 30 murid. Emang pembayarannya lebih mahal dibanding kelas lain. Tapi ini kelasnya khusus. Papan tulis touch screen, lab di ruang kelas, bakal dapat laptop yang dirakit sendiri, seminar-seminar teknologi dan magang serta kerja sudah di jamin oleh brand yang mensponsori."

"Terus beasiswa Jihan gimana?" Tanya Ayah Jihan, Yuda. "Pak Samsudin sudah nelpon bakal biayain seluruh pendidikan Jihan kalau mau lanjut di pesantrennya. Bahkan akan dipersiapkan untuk bersekolah di Kairo."

Jihan adalah murid yang cerdas. Kepribadiannya yang tenang dan kemampuannya mengingat menarik perhatian salah satu guru di SMP yang juga memiliki pondok pesantren di daerah Sirih, Cinangka. Fakta yang semakin membuat Haji Samsudin semakin keukeuh adalah si murid pintar kebanggaannya itu merupakan cucu dari sahabat lamanya, Juminta.

"Terus Jihan juga lolos buat beasiswa di SMA full tiga tahun kalau nilainya tidak turun." Itu Yuli, adik dari Win dan Dewi yang ikut memberi komentar.

"Ya mbak, kan, cuma nawarin. Mbak pikir ini prospek masa depannya lebih jelas. Ini dia bakal dapet kelas futuristic lho. Tahun ini, di provinsi ini, baru sekolah mbak aja yang mengadakan." Yakin mbak Dewi yang membuat keyakinan Win goyah.

"Ya Win juga sebenernya mau." Karena kalau ikut ke pesantren dan berhasil ke Kairo, Win tidak mau itu. Ia tidak mau berada jauh dari putri sulung yang ia jaga baik-baik. "Tapi ini Jihan takutnya gakuat di tengah jalan. Sayang uang puluhan juta kalau Jihan nyerah."

"Astagfirullah, Win... Jihan ga selemah itu. Di SD dan SMP aja dia masih ikut buat gabung di lomba baris berbaris dan lomba pengibaran bendera. Jihan ga selemah itu."

"Ya, kan, dari rumah ke sekolah mbak jaraknya lumayan jauh. Hampir sejam lho mbak." Yuda merasa keberatan. Pasalnya ia tidak menyiapkan uang sebanyak itu untuk sekolah Jihan. Putrinya itu mendapat beasiswa, jadi uangnya banyak dialihkan ke adik Jihan yang pertama dan kedua. "Uang yang Yuda punya juga ga cukup buat biaya pendaftarannya yang nyampe belasan juta."

Love's FlavourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang