09 Luar Kota

519 130 23
                                    

Awalnya, Kanaya melupakan perkataan Candika mengenai penugasan ke luar kota untuk menjalankan pekerjaannya dan di sinilah dia berada sekarang. Di Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Semarang bersama dengan Candika--ya, nyatanya hanya mereka berdua yang mendapat surat tugas dan butuh waktu cukup lama untuk Kanaya meyakinkan seorang Ivander Nugraha bahwa dia akan baik-baik saja, akan rajin berkabar. Toh, Kanaya hanya tiga hari berada di Semarang.

'Aku udah di Bandara dan langsung ke hotel buat check in, beberes.'

Pesan itu dikirimkan Kanaya begitu dia kembali mematikan mode pesawat pada ponselnya. Dalam hitungan detik, Ivander sudah mengirimkan balasan kepada Kanaya.

'Syukur, deh. Kamu jangan dekat-dekat sama Candika😡 Udah kangen aja aku, berasa ditinggal lama sama kamu😭'

Ivander dan permainan emojinya yang menggemaskan, berhasil membuat Kanaya tersenyum. Pemuda jangkung yang berdiri di samping Kanaya sesekali mencuri pandang, keduanya memang berdiri berdampingan menunggu jemputan yang akan membawa mereka ke hotel.

"Asyik, dikabarin sama Ayang." Goda Candika.

Kanaya menoleh dan tersenyum lebar. "Iya, dong. Kan, punya Ayang."

Bibir Candika mengerucut. "Enak, ya yang punya Ayang."

"Cari Ayang makanya, Pak Bos."

Candika tersenyum tipis. "Nanti, deh. Nunggu doi putus sama Ayangnya."

Dahi Kanaya mengerucut. "Suka pacar orang, Kak?"

Candika mengangguk kecil. "Begitulah. Namanya perasaan, rumit juga, ya. Gak bisa dipaksain. Bisanya cuma nunggu momen yang tepat."

"Benar, sih. Semoga kalau dia jodoh lo, segera putus sama pacarnya yang sekarang. Kalau dia bukan jodoh lo, semoga dipertemukan dengan yang jauh lebih baik."

"Amin."

Tak lama kemudian, obrolan mereka harus terhenti oleh seseorang yang melambaikan tangan ke arah mereka sambil berteriak, khususnya memanggil nama Candika. Keduanya melangkah mendekati orang tersebut, seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Candika dengan kulit tanned dan rambut hitam pekatnya.

"Bos Candika, apa kabar?" Tanya pria itu, melakukan high five dengan Candika.

"Baik, baik. Lo apa kabar? Akhirnya ketemu juga, ya?"

Candika menoleh kepada Kanaya sebelum berkata, "Nay, kenalin. Ini Joni, teman gue. Dia yang bakal nemenin selama kita survey. Kebetulan dia lagi free, makanya gue ajak sekalian ketemuan."

Kanaya mengangguk kecil, mengulurkan tangan di hadapan pria bernama Joni tersebut. "Kanaya. Salam kenal."

"Salam kenal juga, Kanaya."

Joni memimpin jalan Kanaya dan Candika menuju mobil yang akan membawa mereka menuju hotel untuk beristirahat sejenak. Kanaya mengekori di belakang, tatkala dua teman dekat itu berbicara layaknya sahabat yang sudah sangat lama tidak bertemu.

***

Selama hampir sepanjang sore Kanaya menemani Candika berbincang dengan beberapa calon klien yang memang punya potensi bekerjasama dengan perusahaan. Kanaya tak meragukan kemampuan komunikasi Candika yang luar biasa baik, buktinya ada beberapa yang langsung menawarkan untuk dapat bekerja sama. Tentunya, tidak semudah itu. Butuh proses yang panjang sebelum akhirnya dapat bekerja sama.

"Mau makan di hotel atau mau cari makan enak sekitar sini, Nay?"

Kanaya sedang melamun menatap ke luar kaca mobil yang melaju menuju hotel tatkala Candika mengajukan pertanyaan itu. Kanaya menoleh, matanya bertemu dengan manik kecokelatan Candika yang menatapnya cerah.

Should I Stay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang