08 Belum Saatnya

545 131 24
                                    

'Kamu ke rumah, please? Aku kangen banget.'

Ah, memang dasarnya Kanaya Faranisa seorang budak cinta, seharusnya dia marah pada Ivander, namun bujukan pemuda itu untuk bertemu benar-benar berhasil dan membuatnya berada di sini sekarang. Di halte busway, menunggu sang kekasih menjemputnya.

Tempat tinggal Kanaya dan Ivander memang tidak begitu jauh, sekitar lima belas kilo meter dan biasanya, Kanaya mencapai rumah Ivander dengan menaiki busway. Nanti, setelah tiba di halte terdekat dengan rumah Ivander, Ivander akan menjemputnya. Lebih menghemat waktu dan biaya, walau Kanaya terkadang ingin merasakan dijemput kekasihnya. Ivander pernah menawarkan, Kanaya menolak dengan alasan tidak enak dan tidak ingin merepotkan.

Tak lama tiba di halte terdekat rumah Ivander, mobil Honda CRV Ivander mulai menepi dan Kanaya melangkah mendekat. Kanaya masuk ke dalam mobil dan langsung mengenakan sabuk pengaman sementara, Ivander memperhatikan gadisnya dengan senyuman di bibir.

"Hai?" Sapa Ivander.

"Hai?" Kanaya balas menyapa bingung.

Ivander terkekeh, pemuda itu mulai melajukan kembali mobilnya menjauhi halte busway, menuju ke rumah bergaya industri seluas tanah 200 meter persegi di bilangan Jakarta Selatan yang baru tiga tahun belakangan dia tempati. Hasil kerja kerasnya selama ini.

"Macet gak tadi?" Ivander membuka percakapan.

Kanaya menggeleng. "Sabtu pagi, kan."

"Lama gak kamu nunggu?"

Lagi, Kanaya menggeleng. "Gak lama."

Ivander tersenyum tipis. "Senang kamu akhirnya ke rumah lagi. Tadi aku beresin rumah. Udah nyapu, udah ngepel. Bangun subuh aku."

Satu alis Kanaya terangkat. "Rajinnya."

"Kan kamu mau ke rumah. Rumah wajib dalam keadaan bersih, beberapa minggu belakangan kan aku sibuk kerja. Besok aku panggil Go Clean, deh. Maaf, hari ini belum maksimal bersihnya."

Kanaya terkekeh geli. "Gak usah dibersihin juga gak apa-apa, kan kita bisa beberes bareng?"

Ivander menggeleng. "Enggak, makan waktu banyak. Hari ini pokoknya aku mau banyak-banyak dan lama-lama peluk kamu. Kangen banget aku," Ivander sesaat menatap Kanaya sebelum berbalik fokus dengan jalanan kota Jakarta Selatan yang sedikit lebih lenggang.

Tak memakan waktu lama, mobil Ivander berhenti di depan rumah modern dengan tema industri yang selalu menjadi kesukaan Kanaya. Ivander turun mobil terlebih dahulu, membuka pintu gerbang dan memarkirkan mobil di garasi yang bisa menampung lebih dari satu mobil. Setelah memastikan mobil terparkir, barulah Kanaya dan Ivander melangkah keluar dari mobil memasuki rumah Ivander.

"Kamu mau makan siang apa nanti? Biar aku pesan."

Ivander meraih tas Kanaya, membawakannya seraya memimpin jalan menuju ke ruang tengah. Ivander meletakkan tas Kanaya di sofa, kemudian meminta Kanaya duduk.

"Apa aja," Kanaya menjawab singkat setelah duduk di sofa.

"Ya, aku kan gak suka jawaban itu. Pilih, kamu mau makan apa."

"Terserah kamu aja."

"Kanaya,"

Kanaya menahan napas, mata mereka bertemu dan Ivander mulai melipat tangan di depan dada. Kanaya nyengir kuda. "Mau mie ayam bakso aja, ya?"

"Gak mau makan nasi?"

Kanaya menggeleng. "Enggak. Mie aja. Pakai bakso."

Ivander menganggukkan kepala. "Ya, udah. Aku pesan jam 11an, ya?"

Should I Stay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang