05 McDonald's

533 138 75
                                    

'Sayang, aku dibawain bekal sama Chika. Buat sarapan dan makan siang.'

Rasanya, baru kemarin Kanaya merasakan bahagia setelah menghabiskan beberapa jam bersama dengan Ivander, pagi ini perasaannya seakan didorong jatuh ke jurang terdalam oleh pesan dari Ivander tersebut. Padahal masih pukul delapan, masih teramat pagi untuk memulai hari dengan kekesalan.

Chika, Chika dan Chika.

Secara personal, Kanaya memang tidak mengenal gadis itu dan tidak berniat mengenal lebih dekat. Tapi sejak Chika masuk dan bekerja di kantor atau bahkan Divisi yang sama dengan Ivander, Kanaya yang semula merasa tenang-tenang saja dengan hubungannya dengan Ivander, sedikit terganggu dengan kehadiran gadis yang berusia satu tahun di atasnya tersebut.

Chika cantik dan berkepribadian menyenangkan. Dia terlihat ramah pada siapapun, tapi sikapnya kepada Ivander perlu dipertanyakan. Entah apa maksudnya, tapi gadis itu rajin membawakan bekal untuk Ivander dan mengajukan diri untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersinggungan langsung dengan Ivander. Ditambah lagi, gadis itu rajin mengintili Ivander, bahkan ke kantin sekalipun dan sukses membuat penggemar Ivander meradang.

Tak jarang, beredar gosip Ivander dan Chika memiliki hubungan khusus yang jelas saja membuat Kanaya panas. Duh, bagaimana menjelaskannya, ya? Tapi bayangkan pacar menyembunyikan hubungan dengan kalian, namun biasa saja dengan gosip hubungan dengan gadis lain yang beredar luas? Tak ada konfirmasi sama sekali dari keduanya. Bahkan jika malam tiba, terkadang Kanaya suka berpikiran negatif jika keduanya memang memiliki hubungan lebih dekat dari rekan kerja.

Well, jika Ivander bersikeras mengaku tidak punya perasaan khusus kepada Chika, Kanaya dan semua orang yang melihat kedekatan mereka yakin seratus persen, Chika menyukai Ivander.

'Iya, selamat makan, ya.'

Setelah balasan Kanaya tersebut, Ivander membalas dengan sangat cepat.

'Gak marah, kan?'

Duh, andai lo tahu kalo baca pesan lo tadi aja gue rasanya mau ngelabrak itu si Chika biar gak usah keganjenan sampai bikinin bekal buat pacar orang! Ah, isi pikiran yang tidak akan pernah secara gamblang disampaikan oleh Kanaya.

'Enggak, Sayang. Kan, kamu juga gak minta dibawain bekal, dia yang inisiatif.'

Tak lama, Ivander membalas.

'Iya, Sayang. Gak pernah minta aku, dia rajin banget bawain. Aku gak enak nolaknya.'

Kanaya memutar bola matanya. Harusnya lo tolak dari dulu, bukan nunggu perasaan itu anak berkembang kayak sekarang.

***

'Pulang bareng, ya? Aku di B2.'

Di sinilah Kanaya berada sekarang, di dalam mobil yang sedang dikendarai oleh Ivander, menerjang kemacetan Jakarta. Ah, padahal jam sudah menunjukkan nyaris pukul tujuh malam, seharusnya jalanan tidak semacet ini. Sudah hampir satu jam mereka terjebak di jalan menuju Kuningan, untungnya Ivander sedang dalam emosional yang baik. Biasanya, jika sedang dalam emosional yang buruk pemuda itu akan mengumpat dan memberi klakson ke kendaraan manapun yang mendekat.

Ah, sisi manjanya sedang mendominasi. Selama kemacetan, pemuda itu menggenggam erat tangan Kanaya, sesekali mengecupi punggung tangannya tanpa mengucap sepatah kata pun.

"Ya, kayaknya benar apa yang pernah kamu bilang ke aku beberapa bulan lalu," Tiba-tiba, Ivander membuka suara.

Satu alis Kanaya terangkat, gadis itu menatap lekat Ivander yang menatapnya. "Yang mana?"

Should I Stay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang