001

26.9K 771 8
                                    

"FATAH!" suara teriakan terdengar bersamaan dengan suara gedoran pintu. "FATAH. KAMU MAU BANGUN APA AYAH DOBRAK PINTU KAMAR KAMU?" Suara gedoran pintu terdengar semakin brutal.

"IYAA AYAH FATAH TUH LAGI PAKE BAJU TAUUUUUU," sahutan terdengar dari pemilik kamar. Fatah berjalan membuka pintu kamarnya sambil sibuk mengancingkan baju seragamnya. Wajah ayahnya langsung terlihat ketika pintu berwarna kayu itu dibuka.

"Hmm bagus." Fatih-ayahnya Fatah, mengangguk melihat anaknya yang benar sudah rapih mengenakan seragam. "Langsung turun ya! Ayah udah selesai masak." Fatih langsung melangkah pergi menuruni anak tangga menuju lantai satu.

Fatah turun sambil memegang jaket dan tas di kedua tangannya. Tas yang dibawanya entah isinya apa, terasa sangat ringan, seolah-olah tanpa beban, dia tenteng seperti kantong kresek.

"Wihh enak nih sarapannya," komentarnya sesaat sebelum duduk di kursi makan tepat di sebelah kakak perempuannya.

Fatih dengan cekatan mengambilkan makanan yang dia masak untuk putra bungsunya itu. "Berdoa dulu sebelum makan!" ingat Fatih saat memberikan piring itu pada Fatah.

"Siap bos."

Fatah menutup mata dengan tangan yang disatukan, menaati perintah ayahnya. Baru setelahnya, dia menyantap makanan di piringnya dengan gumaman-gumaman yang terdengar saat dia mengunyah. Meskipun sarapannya sederhana, tapi rasanya dijamin juara. Ini terbukti dari bagaimana Fatah dan kakaknya menyantap makanan itu dengan lahap.

Fatih tersenyum melihat kedua anaknya memakan makanannya dengan lahap. "Ayah bakal pulang telat kayanya, gapa-"

"Fawtah bowleh maen dwong?" Fatah menyela dengan mulut yang masih penuh dengan nasi.

Fatih melotot garang melihatnya. "Dikunyah dulu yang bener!" serunya.

Menurut. Fatah kembali mengulangi perkataannya setelah makanan di mulutnya kosong. "Fatah boleh main dong yah?" tanyanya lagi meminta ijin.

Fatih tampak berpikir sebelum menjawab, "Iya boleh-"

"YEAYYY, SAMPE MALEM YA YAH?" soraknya gembira.

"Berisik deh Fatah." Kakaknya yang sedari tadi abai kini bereaksi karena teriakan Fatah.

"Tau nih berisik banget. Boleh kalo di markasmu itu doang, kalo kamu keluyuran gak jelas apalagi sampe tawuran." Fatih memicingkan matanya menatap Fatah berusaha mengintimidasi. "Gak boleh!" lanjutnya memberi larangan tegas.

Fatah menelan ludah untuk melembabkan tenggorokannya. Dia hanya mengangguk sebagai respons terhadap peringatan ayahnya, kemudian melanjutkan makan.

"Denger gak Fatah?"

"Iya ayah."

"Inget loh ya!"

Setelah membantu mencuci piring, Fatah berangkat ke sekolah. Dia berpisah dengan ayah dan kakaknya, yang pergi dengan kendaraan masing-masing ke arah yang berlawanan.

Sekolah sudah mulai ramai dengan para siswa yang berdatangan, antrian motor sudah berbaris panjang menunggu giliran untuk mencari parkiran yang kosong. Fatah terjebak di tengah-tengah antrian itu. Hal seperti inu yang membuatnya malas untuk membawa motor sendiri ke sekolah.

Fatah mengerutkan kening melihat motor di depannya yang sedari tadi tidak kunjung bergerak maju, padahal motor di depannya lagi sudah berjalan. Dia menunggu, namun motor itu tetap tidak bergerak.

Tin...

Fatah menekan klakson. Namun, motor tersebut masih juga tidak bergerak. Fatah menaruh curiga, mungkin orang itu tertidur.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang