007

5.7K 383 2
                                    

⚠ Peringatan adegan kekerasan
________________________________

Tawuran hari itu pecah. Di tengah kekacauan tersebut, Fatah bergerak dengan hati-hati melintasi kerumunan orang yang tengah terlibat bentrokan bersenjata. Dengan Sultan berada di belakangnya, Fatah terus melangkah mencari pemimpin lawan.

Penampilannya sudah tidak karuan, darah dan keringat bersatu di tubuhnya, napasnya terengah-engah dengan pandangan serius mengintai sekitar, mencari target tujuannya.

Tubuhnya sedikit mundur ke belakang saat merasakan ada tangan yang menarik lengannya. Sejenak, dia mengira itu Sultan, sehingga dia menahan tangannya agar tidak memukulnya dengan senjata. Namun, ketika matanya bertemu dengan orang itu, tiba-tiba dia merasa ingin langsung mengayunkan celurit yang dia pegang ke leher orang tersebut.

"Ngapain?" tanya Gilang bersuara sedikit kencang agar bisa terdengar.

Gagal sudah niat Fatah untuk menghindari orang ini—yang sebenarnya Fatah sempat lupa dengan hal tersebut karna terlalu fokus dengan lawannya, tapi hampir dua jam lebih tawuran ini berlangsung Fatah sama sekali tidak bertemu bahkan berpapasan dengan Gilang. Kenapa sekarang orang ini justru tiba-tiba muncul?

Tanpa tau, kalau bukan Gilang yang mendadak muncul, tapi Fatah yang tidak menyadari bahwa Gilang telah mengikutinya kemana pun Fatah pergi dari jarak yang tidak terlihat olehnya.

Untuk sepersekian detik, mereka berdua hanya fokus pada datu sama lain. Keduanya sama-sama lupa kalau terlalu lama berdiam diri di tengah ricuhnya massa tawuran adalah sebuah kebodohan, karna senjata tajam atau apapun yang membahayakan bisa saja mengenai diri kita.

Seperti sebuah celurit yang baru saja terlempar kearah Fatah, tidak jelas asalnya. Namun, dengan gerakan yang cepat, Gilang sigap bertukar posisi dengan Fatah, menjadikan punggungnya sebagai pelindung agar Fatah tidak terluka.

Karena hal tersebur, Gilang mengalami goresan di lengan atas dekat bahunya, membuat darah mengalir dari lukanya yang cukup dalam.

"Anjing!" Fatah memekik melihat luka itu. "Lu beneran gila ya?" katanya menyuarakan protes karena tidak suka dengan aksi Gilang yang melindunginya.

Gilang meringis perih saat tangan Fatah memegang lukanya. Fatah meraih luka itu dan berusaha menutupnya dengan tangan kosong. Dengan polosnya, dia berharap bisa menghentikan darah yang terus keluar.

"Udah, gapapa." Gilang mengenggam lembut tangan Fatah yang sudah terkena darah dari lukanya. "Lu tadi mau kemana? Ayo maju buruan, jangan diem disini!"

"Mending lu mundur aja deh, ini lukanya dalem banget," kata Fatah masih mengkhawatirkan luka di lengan kiri Gilang.

"Gua gapapa. Ayo buruan maju, gua backing!" Gilang mendorong tubuh Fatah agar mau berjalan maju. Bukan tanpa alasan Gilang menyuruh begitu, dia melakukannya agar mereka bisa keluar dari titik pusat tawuran. Karna semakin lama mereka disana akan semakin bahaya juga.

Mereka mulai melangkah melewati batas wilayah musuh. Sorot mata Fatah tidak lagi setajam tadi, kini matanya bergerak gelisah menyisir sekitarnya dengan waspada, pikirannya sudah tidak fokus setelah melihat darah yang mengalir dari luka yang Gilang dapat.

"Woyy!!"

Fatah refleks mundur ketika ada seorang yang hendak menerjangnya dengan sajam, beruntung dia sempat menghindar.

"Punya nyali juga lu nyamperin gua kesini."

Fatah tersenyum remeh, raut wajahnya kembali mengeras dengan sorot tajam memandang ketua geng lawan yang sekarang berdiri di depannya dengan sangat angkuh. "Akhirnya ketemu juga. Kemana aja bos? Gua dari tadi nyariin lu loh. Atau lu dari tadi lagi ngumpet?" ejeknya di akhiri dengan kekehan.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang