Suara ketukan sepatu beradu dengan lantai membuat tujuh siswa-siswi yang berada di ruang perlengkapan itu kompak melihat ke arah pintu. Mr. Robin memasuki ruangan dengan membawa beberapa kertas di tangannya.
"Oh sudah hadir semua ya," ucapnya sembari duduk di kursi yang tersisa.
Mr. Robin memperhatikan satu persatu siswa-siswi yang akan bekerja sama dengannya. Dari wajah mereka saja ia sudah bisa membayangkan bahwa siswa-siswi ini tidak akan bisa kompak. Lihat saja sekarang ada yang sibuk sendiri, ada yang memperhatikannya dengan serius, dan ada yang menatap ke arah lain.
"Sebelumnya saya perkenalkan diri dulu ya, mungkin dari kalian ada yang belum mengenal saya karena saya hanya mengajar di kelas X. Saya hanya mengenal Nicholas, Auryn dan Theresa di sini,"
"Jadi perkenalkan nama saya Robin Wigianto. Kalian bisa memanggil saya Mr. Robin. Saya merupakan guru baru di sini sejak dua bulan yang lalu. Saya adalah guru Bimbingan Konseling yang menggantikan Bu Lidya,"
Tujuh siswa-siswi itu hanya menatap Mr. Robin sambil mengangguk-angguk membuat Mr. Robin tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Ah jadi begini saja, jangan terlalu serius ya. Kita friendly saja di sini. Jadi saya ditugaskan untuk menjadi koordinator pemilihan Leader Oster sekaligus Pembina Oster untuk tahun ini. Jadi mohon kerja samanya agar kegiatan kita ini berjalan dengan baik. Kalian adalah siswa-siswi terpilih yang diharapkan dapat bekerja sama dengan baik sebagai panitia Pemilihan Leader Oster ini,"
Mr. Robin menarik nafas sejenak kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia semakin gugup sekarang karena masih ditatap secara intens oleh tujuh siswa-siswi itu.
"Oh iya sebelum itu apakah di antara kalian ada yang ingin mencalonkan diri sebagai Leader Oster? Jika ada silahkan bisa mengajukan pengunduran diri sebagai panitia sekarang. Dan juga yang merasa tidak sanggup menjadi panitia bisa mengundurkan diri,"
Tujuh siswa-siswi itu saling menatap. Tidak ada yang berbicara sama sekali. Auryn menyikut lengan Theresa yang berada di sampingnya. Bisa jadi gadis itu berniat masuk IBM melalui jalur Leader Oster ini, tetapi Theresa hanya menatap Auryn dengan datar.
Auryn sendiri tidak berminat masuk IBM. Ia akan mengambil kuliah designer jika lulus SMA nanti. Orang tuanya juga tidak pernah memaksa Auryn untuk masuk IBM. Namun satu hal penting, mamanya tidak setuju jika Auryn menjadi designer.
Auryn beralih menatap Nicholas yang sedang menatap meja di depannya. Auryn rasa laki-laki itu akan mencalonkan diri menjadi Leader, mengingat bagaimana ambisnya Nicholas dalam hal pendidikan.
"Sepertinya tidak ada Mr," ucap Arjuna yang akhirnya bersuara.
"Baguslah kalau begitu," ucap Mr. Robin setelah itu beralih membolak-balikkan kertas yang ia bawa tadi.
"Mr!"
Arjuna mengangkat tangannya membuat atensi orang-orang yang berada di ruangan itu tertuju padanya.
"Iya ada apa?"
"Kalau boleh tahu, kenapa kami yang dipilih sebagai panitia pemilihan ini, sementara dari anggota Oster hanya saya saja yang terpilih. Dan juga apa kriteria yang ditetapkan sehingga memilih kami sebagai panitia?" ucap Arjuna setenang mungkin. Ia tidak ingin pertanyaannya membuat Mr. Robin merasa terintimidasi karena ia tahu Mr. Robin adalah guru baru di SMA Taraksa.
"Ah masalah itu ya," Mr. Robin beralih mengambil buku catatan kecil dari saku kemejanya. Ia membuka lembar demi lembar buku catatan kecil itu. Mr. Robin sudah mencatat hal-hal penting dari rapat kemarin setelah dirinya ditunjuk menjadi koordinator dan pembina Oster untuk tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LEADER
Mystery / ThrillerThe Leader menceritakan bagaimana persaingan siswa siswi SMA Taraksa untuk menjadi Leader Oster angkatan ke-2. Selama pemilihan hal-hal yang tidak diketahui siswa siswi dan para guru mulai terungkap. Beberapa siswa siswi yang berkaitan dengan Leader...